INTUISI : 04

66 4 0
                                    


Pagi ini setelah upacara selesai, harusnya murid XI IPS 1 berganti pakaian dan berada di lapangan untuk mengikuti pelajaran olahraga. Tapi berhubung Coach Handi yang mengajar mereka hari ini mendadak cuti, jadi mereka bebas alias free class.

Ada berbagai macam tipe murid dikelas itu, ada yang tetep stay di dalem sambil main ponsel, tidur, atau menggosip ria. Ada yang jadi kutu buku di perpustakaan. Sebagian lagi ada yang nongkrong di kantin. Bentang and the geng masuk masuk kedalam golongan yang terakhir.

"I'm also sad." Ujar Bara menatap Randi sendu.

Keempat cowok itu menjadi pendengar yang baik atas curahan hati Randi sejak 45 menit yang lalu. Katanya cowok smart and cool itu sedang dalam fase patah hati karena cewek yang selama dua tahun ini dia taksir secara diam-diam sudah memiliki pacar.

"Gue lebih sad liat diri gue sendiri." Balas Kenzo.

Keempat cowok itu menatap Kenzo penasaran.

"Ngapa lo? Nggak dapet jablay tadi malem?" Tanya Bara dengan wajah mengajak duel.

Kenzo menggeleng. "Gue sedih, kenapa sih cowok sekece gue bisa temenan sama pengecut." Terangnya.

"Maksud lo apa bangsat!" Emosi Bara. "Siapa yang lo kata pengecut, huh?!"

"Tuh!" Kenzo menunjuk Randi. "Randidun sialan itu pengecut."

"Lo yang sialan, Ken! Gue bukan pengecut." Balas Randi tak terima.

"Kalau lo bukan pengecut, harusnya lo ungkapin perasaan lo sama tu cewek! Apaan cinta diem-diem. Laki bukan lo?"

Randi diam sambil menatap wajah teman-temannya satu persatu. Dan mereka semua terlihat setuju dengan kalimat Kenzo.

Bangsat lo, Ken! Jangan mimpi ya lo semua mau minta contekkan ke gue, balas Randi dalam hati.

"Tau lo, Ran, coba lo contoh si Kafka. Tiap hari man dia nembak Kinara, tiap hari juga dia ditolak. Tapi dia nggak nyerah!" Ujar Bara menggebu-gebu.

"Gue Randi, bukan Kafka! Nggak usah di sama-samain." Kesal Randi.

Dibanding-bandingkan adalah hal yang paling menyebalkan dalam hidup!

"Nggak gitu, Bro. Maksud omongannya Bara tadi supaya lo termotivasi." Terang Sean.

Bara mengangguk cepat. "Yes, Right. Sean got a poin!"

"Kalau Kafka mah nggak usah diomongin juga semua orang tahu dia sebucin apa. Udah legend! Kalau disamain sama Randi ya jelas jomplang, Randi 'kan anaknya lurus. Gue yakin ni patung nggak pernah pacaran!" Bentang membuka suara.

"Haha, lurus apaan, tiap hari 501!" Ujar Kenzo membuat Bara, Bentang, dan Sean tertawa.

"Tapi emang si Kara beneran takennya sama Raja?" Tanya Sean.

"Iya lah, 'kan dari tadi si Dundun udah cerita ogeb!" Jawab Bara ngegas.

"Maksud gue, selama ini 'kan Kara nempelnya sama Kafka. Tau-tau pacaran sama Raja, ya bukan apa-apa sih cuman rada ngga nyambung aja menurut gue." Ungkap Sean.

"Terus maksud lo Kara cocoknya sama Kafka gitu?" Tanya Bara.

Sean mengendikkan bahunya acuh. "Lebih nyambung aja kalau sama Kafka."

"Nyambung-nyambung, lu kira ini kabel putus!" Balas Bara.

"Tapi bener Sean si, setuju gue. Dulu gue kira tuh anak dua pacaran." Timpal Bentang.

"Mereka nggak sedeket itu." Randi yang sejak tadi diam kini ikut membuka suara.

"Iya 'kan? Gue juga sering nggak sengaja liat Kara misuh-misuh gitu sama Kafka, kayak Anjing sama Kucing." Tambah Sean.

INTUISIWhere stories live. Discover now