INTUISI : 15

54 2 0
                                    

Hari ini terhitung sudah seminggu Bentang menjauhi Alesia. Setelah sebelumnya ia mengutarakan dengan baik perasaannya kepada gadis itu bahwa dia hanya menganggap Alesia sebagai seorang junior yang asik, tidak kurang dan tidak lebih. Sesuai dengan janjinya pada Kinara, Bentang juga meminta Alesia untuk tidak baper atas sikap baiknya selama ini, dan mengkahiri kedekatan mereka.

Meski dengan guratan sedih, tapi Alesia tetap menerima keputusan Bentang tanpa memohon apapun. Hal itu juga yang membuat Bentang lebih tenang dengan keputusannya. Karena bagaimana pun Alesia adalah perempuan cantik yang berhak mendapatkan cinta dari laki-laki yang seharusnya, dan sudah pasti itu bukan dia.

"Beneran, Ben, lo nggak tertarik sama Alesia?" Tanya Bara.

Saat ini mereka sedang istirahat srbentar dari latihan futsal di lapangan indoor. Karena hari sudah siang dan cuaca lumayan terik, bisa-bisa kulit mereka melepuh jika memakai lapangan outdoor.

Bentang yang saat itu baru selesai menenggak air mineral langsung menggeleng. "Biasa aja gue."

"Kenapa? Padahal cantik."

Bentang tertawa mendengar pertanyaan Kenzo. "Semua cewek juga cantik, Ken. Apa gue harus suka sama semuanya?"

Kenzo mengedikkan bahu acuh, malas lagi menanggapi jawaban Bentang.

"Tapi Alesia memang cantik." Gumam Kenzo pelan sekali.

"Napa? Naksir lo?" Tanya Bara yang ternyata mendengar gumaman kecilnya.

Kenzo menggeleng, "gue suka aja liatnya. Cantik, badannya bagus, dadanya bes--"

Dengan cepat Bentang membekap mulut Kenzo sebelum kalimat kotor itu selesai.

"Mesum nya nanti dulu, Ken, lo harus fokus latihan buat pertandingan kita lusa." Kata Bentang lalu ia berdiri dan berjalan ketengah lapangan.

Sebelum latihan kembali di mulai, Bentang sempat tersenyum manis menatap Kinara yang duduk di salah satu barisan kursi tribun nomer dua dari atas, ditemani oleh Randi.

Seluruh siswi memekik halu saat Bentang menerbitkan senyuman itu. Meskipun mereka tau senyuman itu ditujukan untuk siapa. Sudah menjadi rahasia umum kalau Bentang dan Kinara sedekat itu, mereka menjuluki keduanya sebagai sibling goals.

"Udah kali, Ben, liatinnya. Nggak bakalan ilang tenang." Bara mencibir Bentang karena cowok itu seperti tiidak mau mengalihkan tatapannya dari Kinara.

Bentang hanya terkekeh tanpa mau mengakhiri kontak matanya dengan Kinara.

"Nggak suka Alesia, sukanya Kinara ya, Ben?" Celetuk Kenzo tiba-tiba.

Suara Kenzo cukup keras sehingga mengundang perhatian yang lainnya, termasuk juga coach Handi, pelatih mereka.

"Ngomong yang bener! Kinara adek gue."

"Tapi gue ngeliatnya lo sayang banget sama dia."

"Lo sendiri sayang nggak sama Kenzi?" Tanya Bentang telak.

"No, Ben. Bukan sayang kaya yang lo bilang. I mean ... Sayang sebagai laki-laki."

Bentang terlihat berfikir sebentar kemudian menggelengkan kepalanya.

"Jangan ngelantur, Ken."

"Accismus!" cibir Bara pelan

****


"Tunggu dulu, Ki!"

Suara Kafka memekik kuat membuat Kinara mau tidak mau harus menghentikan langkahnya.

"Apa lagi sih? Udah la, Kaf. Stop ngejer-ngejer gue!" Kesal Kinara.

"Gue minta maaf soal omongannya Kara tadi. Dia anaknya emang gitu, kalau ngomong suka asal."

Berawal dari Kafka yang menembaknya seperti hari-hari sebelumnya, dan tiba-tiba tadi, saat cowok itu melancarkan aksinya datang lah seorang gadis bernama Lengkara yang menasihati Kafka serta Kinara di tengah-tengah kerumunan.

"Lo punya perasaan nggak sih, Miss perfect? Lo tau kan kalau Kafka itu bener-bener cinta sama lo? Hargai dia sedikit aja bisa nggak? Dia selalu nyatain perasaannya terang-terangan gini di depan banyak orang, dan selalu lo tolak. Dia rela mempermalukan dirinya sendiri cuman demi lo! Dan dia udah lakuin hal konyol ini setiap hari. Setiap hari Kinara! Pernah nggak lo mikirin perasaan dia sekali aja? Oke, kalau lo emang nggak punya perasaan setidaknya pake otak lo yang katanya paling cerdas itu! Masih punya pikiran 'kan lo?"

Seumur hidup Kinara, baru kali ini ada orang yang berani bicara kepadanya dengan nada tinggi seperti itu. Meski Syahra galak dan perfectionis, tapi tidak pernah satu kali pun meninggikan suara pada Kinara.

Tapi hari ini? Dirinya di permalukan, dibentak di depan umum pula, OMG! Rasanya malu, kesal, benci. Kinara yakin, pasti seluruh warga sekolah sudah melihat kejadian ini. Hari yang sangat mengejutkan bagi Kinara.

Bukannya ingin sombong. Tapi memang selama ini, tidak ada yang pernah membenci dirinya di Starlight. Tidak ada yang pernah merasa tersaingi olehnya. Tidak ada satu pun murid yang tidak menyukainya. Tidak ada yang pernah berbicara buruk tentang Kinara even di belakang Kinara sekalipun.

Semua murid di Starlight menyukai Kinara. Semua mendukung gadis yang menyandang gelar sempurna itu. Tidak satu pun yang merasa iri dengan semua pencapaiannya.

Tapi hari ini ada yang terang-terengan me-roasting dirinya di depan khalayak ramai.
Apa-apaan?

"I don't know, I feel blank."

Bentang mengusap rambut Kinara penuh sayang. "Gue tau lo pasti kesel dan sedih banget, nggak apa-apa, Ki, kalau lo marah, wajar dan manusiawi banget kok. Tapi jangan di ambil pusing terus ya? Gue nggak mau lo sampe sakit gara-gara ini."

Nyatanya gue udah sakit, Kaf. Sakit banget!

Kafka memeluk Kinara, menyampaikan perasaan sayangnya kepada gadis yang sangat dia cintai itu. "I love you, Kinara. Gue cuma mau lo paham satu hal itu. Cuma itu. Gue nggak akan pernah maksa lo untuk balas perasaan gue walaupun gue sangat-sangat menginginkan hal itu."

Kinara benar-benar ingin menangis saat ini, tapi sekuat tenaga ia menahannya. Tidak boleh, dia tidak boleh menangis disini. Akan banyak murid yang melihat air matanya nanti. Dia tidak mau!

"Silahkan marah sepuas lo, Ki. Tapi abis itu lo harus kembali baik-baik, bahagia dan tetep sehat."

Kafka melepas pelukkannya yang tidak dibalas oleh Kinara, lalu mengusap lagi pucuk kepala gadis itu.

"Sekarang mau kemana?"

"Mau ke Bentang."

Cuma Bentang yang selalu lo cari disaat apa pun? Kenapa, Ki? Di depan mata lo ada gue. Gue yang siap 24 jam selalu ada buat lo. Gue yang rela ngelakuin apa pun buat lo...

"Tadi katanya mau makan? Ayo gue temenin."

Kinara menggeleng pelan, "Udah nggak nafsu."

Kafka kembali mencekal pergelangan tangan Kinara saat gadis itu akan melangkah pergi. "Makan dulu ya, Ki. Gue takut lo sakit."

Kinara menghempaskan tangan Kafka, "enough, Kaf. Tolong jangan buat gue malu lagi." Kinara mengedarkan pandangan ke sekitarnya, banyak sekali murid menonton interaksinya dan Kafka sejak tadi sekali.

Apa murid-murid disini tidak punya kegiatan lain, sih?

"Ki, kalau gue nggak bisa milikin hati lo, se-engganya boleh kan gue minta waktu lo?"



INTUISIΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα