INTUISI : 07

50 4 0
                                    

Begitu masuk kedalam rumah Bentang langsung disambut ocehan merdu dari Bundanya. Wanita cantik yang selalu terlihat anggun dengan hijab syar'i nya itu menatap anak semata wayangnya dengan sorot khawatir sekaligus bingung. Pasalnya Bentang tidak pulang semalaman lalu pagi ini pulang dengan seorang gadis di gendongannya. Meski pun itu adalah Kinara-sepupunya, tapi tetap saja. Siapa yang pikirannya tidak traveling jika berada di keadaan saat ini.

"Kamu apain Kinara nya Ben? Astaghfirullah!" Ujar Syafa kesekian kali.

"Bunda please jangan ngomel dulu. Nanti Ben jelasin semuanya. Sekarang Ben minta tolong Bunda cek keadaannya Kinara dulu ya, dia demam tinggi."

Tanpa menunggu jawaban dari Syafa, Bentang langsung membawa tubuh Kinara menaiki tangga menuju ke kamarnya. Jangan ditanya seberapa khawatir cowok itu terhadap keadaan gadis cantik di gendongannya. Sangat amat khawatir.

"BUNDA!!!" teriaknya dari dalam kamar.

Ia menatap iba wajah pucat Kinara. Meski tubuh gadis itu sudah ia balut dengan selimut tebal miliknya, tapi Kinara tetap menggigil. Bentang membingkai kedua pipi Kinara dengan tangannya dengan harapan ia bisa memberikan rasa hangat.

"BUNDAAAAA"

MAKE IT FAST, PLEASE! "

"Subhanallah, jangan teriak keras-keras, Ben, nanti tetangga denger nggak enak." Lembut Syafa begitu sampai di kamar putranya membawa sebuah tas berisi peralatan medis.

Ya, Syafa merupakan seorang dokter. Dokter spesialis anak lebih tepatnya. Namun dia adalah dokter pribadi Kinara karena Kinara tidak boleh ditangani oleh dokter lain karena traumanya.

"Bunda kenapa lama sih, kasian Ki, Bun. Liat nh!" Omel Bentang.

"Iya-iya. Kamu awas dulu dong, gimana Bunda mau periksanya ini?"

Dengan berat hati Bentang bergerak mundur menjauhi Kinara.

"Gimana, Bun? Berapa derajat panasnya? Ki nggak papa 'kan, Bun?"

Pertanyaan bertubi-tubi Bentang membuat Syafa tersenyum hangat. Ia bangkit mendekati putranya lalu mengusap wajahnya penuh kasih.

"Kinara pasti baik-baik aja sayang, kamu nggak perlu cemas berlebihan. Sekarang mending kamu mandi bersih-bersih terus sarapan. Nanti kalau Kinara bangun 'kan seneng liat kamu udah bening."

Bentang menggeleng. "Ben nggak bakal tenang sebelum-"

Ucapan Bentang terhenti ketika mendengar bunyi dari termometer. Dengan cepat ia melepas alat itu dari mulut Kinara.

"38,5 derajat celcius." Gumamnya menatap angka yang tertera pada termomter. "Bun, segitu tinggi nggak sih?"

Syafa mengambil alih termometer itu dari genggaman Bentang. "Lumayan tinggi. Tapi kamu tenang aja, nanti bunda kasih obat penurun panasnya lewat infus ya."

Bentang tidak menjawab. Ia fokus mengelus wajah cantik Kinara. Tak bisa Bentang pungkiri, saat pucat begini pun Kinara masih saja menawan. Lelaki mana yang mampu menolak pesona gadis ini?

"Ben, kamu tolongin Bunda dong pegang pergelangan tangannya Ki. Bunda mau pasang Infusnya."

"BUNDA!" Bentang teriak membuat Syafa terkejut.

"Kenapa sih Ben? Nanti Kinara kaget loh kamu teriak-teriak." Kesal Syafa.

"Bunda mau ngapain pegang-pegang jarum?"

"Mau pasang infus Ben. Kamu bantu bunda sini."

Syafa mulai memegang pergelangan tangan kanan Kinara membuat Bentang menatapnya dengan horor.

INTUISIWhere stories live. Discover now