Chapter 15: Hari Pertama Kerja Part II

50 10 1
                                    

Chapter 15: Hari Pertama Kerja Part II

Malam yang panjang, menyingsing kan keberadaan dan bergantian dengan saudaranya. Sang mentari seperti biasa menampakkan dirinya dari arah timur. Membawa nuansa baru untuk hari yang baru. Begitu pula dengan sang pemeran utama kita Tama. Pukul 4 pagi ia mulai terbangun dari pingsannya.

Tama mulai membuka matanya perlahan seperti orang siuman pada umumnya. Entah mengapa baru saja ia membuka matanya ia langsung bangun menuju posisi duduk dan sekali lagi melepas dan melempar masker oksigen yang terpasang kepadanya.

*Huft! *Huft!

“OI LAH! JANGAN ITU LAGI PLEASE!” sambil memegangi wajahnya.

Setelah itu Tama yang duduk di sana merasa sangat aneh. Walaupun dalam kondisi seperti itu, ia menyimpan pertanyaan tentang rasa sakit dalam tubuhnya. Ia lalu mengecek dan mencoba memegangi seluruh tubuhnya.

“Loh! Loh!”

“Kok aneh sih? Kenapa sakitnya ilang semua? Hah? Kok bisa rasa sakitnya ilang semua?”

“Padahal tadi rasanya kek setengah mati, aneh...!” sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Yah bodoamat lah alhamdulilah udah gak sakit, btw ini jam berapa?”

Tama yang sangat ingin tahu akan waktu itu segera bangun dari tempat tidurnya, melepas semua peralatan medis yang ada ditubuhnya dan berjalan keluar ruangan. Berada di dalam lorong ia pon mencoba melompat lompat untuk memastikan semua tulang dan badannya tidak masalah. Dan ya sekarang Tama sudah bisa dikatakan sembuh untuk sementara waktu. Ia terus berjalan menyusuri lorong dengan badannya yang masih berbalut perban di seluruh tubuhnya kecuali muka dan pada dasarnya ia telanjang. Mengecek sekali lagi dengan melakukan pemasangan namun tubuhnya malah merasa semakin baik dari sebelumnya.

Setelah cukup lama berjalan, Tama menemukan lift di sebelah kiri lorong. Merasa gabut di sana Tama akhirnya memencet tombol lift di sana dan masuk ke dalam lift tersebut. Memencet angka 23 dan menujulah lift itu ke lantai 23. Tama Cuma bersender sambil memikirkan hal tidak penting yang sebenarnya itu penting atau tidak.

“Kalau dipikir pikir malah kepikiran hmmmmmm! Tapi ini beneran gak sih? Aku ini telanjang gak sih ini sebenernya? Aku juga pake perban gini gak dipakein baju segala macem, terus jalan-jalan lagi. Gak masalahkah orang cuma pake perban buat nutupin seluruh tubuh kek gini?”

“Btw ini kenapa anuku kok gak ngerasain apa apa? Lah ini juga ikut diperban atau gimana? Anuku di bawah ikut bengkokkah? Ah nggak! Nggak! Positif thinking aja ada celana dalam atau sebagainya.”

“alah mak jelek banget cok stylenya! Tapi ya... Ah bodo amatlah! Habis ini pulang aja lah, lumayan masih pagi kagak ada orang yang liat. Ah udah sampe.” Pintu lift terbuka.

Tama akhirnya keluar dari lift itu dan berjalan menuju lift di seberang. Sebelum itu ia mengecek apakah ruangan bosnya terkunci atau tidak. Setelah memastikannya aman tiba tiba ia melihat alat kebersihan yang sebelumnya ia bawa kesini. Ditaruh di samping lift seberang dan masih terdapat air di dalam embernya. Tama berhenti sejenak untuk berpikir tentang masalah alat kebersihan itu.

“Hmmm? Ini kan? Kenapa masih disini?! Gak di bersihin? Ck! Jorok amat sistem kebersihan disini!”

Date A Live X: The Male of Spirit - FanFictionDonde viven las historias. Descúbrelo ahora