Chapter 12: Sekolah Baru

115 16 5
                                    

Chapter 12: Sekolah Baru

Kilauan mentari menembus setiap jendela rumah manusia yang sedang terlelap dalam mimpi mereka. Membangunkan setiap insan yang siap beroperasi di hari yang indah ini. Namun pernyataan itu tidaklah berlaku untuk Tama yang sudah terbangun duluan. Menemui keadaan luar biasa tak terbayangkan yang ia lakukan secara tak sengaja membuat hubungannya sedikit merenggang.

Ia memasak sarapan untuk mereka berdua. Kesepakatan ia boleh tinggal di rumah Nia adalah ia harus memasak untuk dirinya sendiri dan untuk Nia setiap hari. Nia yang barusan mandi dan duduk di meja kerja nya secara eksplisit tidak ingin melihat wajah Tama saat itu. Tama yang mengaduk sup yang ia masak saat itu mulai menoleh ke arah Nia. Namun Nia yang secara diam diam memperhatikan Tama, langsung memalingkan wajahnya dengan malu. Sedangkan Tama yang melihat itu hatinya hancur berkeping-keping.

“Aku ngapain sih cok! Aghhh padahal chemistry nya udah bagus, kenapa juga ada kejadian kayak tadi sih! Ah... Aku harus minta maaf sih, kalau tidak bisa bahaya aku gak punya tempat pulang.”

Beberapa saat kemudian semua makanan yang telah Tama masak akhirnya matang. Nia dengan ekspresi malu malu nya berjalan ke meja makan dan duduk menunggu Tama menyiapkan segala sesuatu yang harus ia persiapkan. Ia memasak Sup, Tempura, serta nasi untuk mereka berdua. Tama lalu duduk berseberangan dengan Nia saat itu. Keduanya saling membuang muka satu sama lain, ego yang menghantui hati mereka terus-menerus membisikkan hal untuk tidak saling bertatapan.

Karena tidak adanya salah satu pihak yang mau mengambil nasi duluan, Tama berinisiatif menjadi orang pertama yang akan mengambil makanan. Sebetulnya ini secara tidak langsung akan mendatangkan rasa ketidak sopanan karena pemilik rumah tersebut seperti tidak dihargai. Ia lalu berdiri mengambil mangkuk dan membuka penanak nasi.

“Em... Anu Nia-san! Kamu ingin makan nasi seberapa? Biar aku ambilkan untuk mu karena masih panas.”
“ahahha nggak usah nggak usah. Aku mengambilnya sendiri, lagian kamu pasti capek kan memasak begitu banyak.”
“ahahaha iya sih....”
“Silahkan mangkuknya....”

Tama kemudian memberikan mangkuk itu kepada Nia. Namun saat kedua tangan dari setiap orang bertemu, Nia langsung menarik tangannya dan mukanya langsung memerah. Trauma yang baru saja ia alami langsung membuat kulitnya sensitif dengan kulit laki laki. Tama yang melihat Nia seperti menghindari dirinya langsung merasa terpuruk kembali dan menaruh mangkuknya di meja.

“(AGHHHHH MATI! MATI! MATI! AE AKU AAAAAAAAAA!)”

Keduanya kemudian mengambil nasi, lauk, serta sayur yang telah tersedia. Mereka akhirnya makan berdua tanpa mengucapkan sesuatu hal apapun dari pertemuan sebelumnya Tama selalu ingin mengatakan hal ini kepada Nia, namun keadaan memaksa ia tak bisa mengatakannya. Namun ia telah membulatkan tekadnya kali ini walaupun dalam keadaan memalukan seperti ini.

"Anu... Ne Nia-san! ada yang ingin mengatakan sesuatu padamu!"
"APAAN?!"
"Untuk yang tadi aku beneran minta maaf, tapi mungkin sedikit mengganggumu karena baru kukatakan sekarang."
"Sebenarnya aku kesini untuk mencari sekolah dari beasiswa yang kudapat, kalau nggak salah... namanya SMA Raizen! ya kurang lebih kek gitu, jadi tolong ijinkan aku pergi hari ini!"
"SMA Raizen?"
"Memangnya ada yang salah?"
"Nggak! nggak! lupain aja, dah tuh sekalian semuanya dicuci! itu hukuman buat kamu hari ini!"
"Fiuh...."

Sebenarnya pada waktu itu Tama sangat ingin melompat saking senangnya karena perkara ia menyentuh dada Nia pagi ini telah selesai. Namun disisi lain Nia terlelap dalam dunia nya sendiri, memegang dagu dan menyembunyikan wajah kebingungannya dari Tama pada waktu itu.

“(SMA Raizen? Kalau nggak salah itu tempat Shounen sekolah. Apa maksudnya dari aku membawa nya kesini, mengelola kafe, lalu bersekolah disana?)”
“(Bukannya apa tapi didalam Rasiel waktu itu bukannya Cuma tertulis ada Roh laki laki baru yang keluar di depan sebuah kafe tua? Nggak dijelasin secara dijelasin pasti kenapa bisa.”
“(Eh tunggu sebentar! Bukankah Rasiel cuma bisa melihat sesuatu yang sudah ada dan menulis untuk masa depan, bukan untuk melihat masa depan! Walaupun aku melihatnya sekali lagi tapi hal itu mungkin tidak akan terjadi karena pada hakekatnya Rasiel tidak bisa melihat masa depan. Aneh.... Sebenarnya Siapa dan apa yang membawa anak ini bisa menjadi seperti ini!).”
“Nia-san!”

Date A Live X: The Male of Spirit - FanFictionWhere stories live. Discover now