Chapter 9: Iblis Hijau

176 16 4
                                    

Chapter 9: Iblis Hijau


Beberapa hari kemudian

Di sebuah kamar rumah sakit Tama masih terbaring sembari ditemani dokter yang tengah memeriksa kondisinya. Insiden beberapa hari lalu adalah alasan ia harus dirawat di rumah sakit. Tak berlangsung lama dokter langsung menyampaikan hal yang harus ia simpulkan setelah pengecekan tersebut sambal mengalungkan stetoskopnya.

“Hmmmm… Meski ku cek berapa kalipun tetap saja ada yang aneh dengan tubuhmu.”
“Aku tak tau harus bilang apa, tapi kamu sudah bisa pulang sebenarnya setelah pertama kali kamu dating ke rumah sakit ini.”
“Fenomena yang jarang terjadi bahkan ini bisa jadi hal yang mustahil terjadi di dunia ini”

Sementara itu Tama hanya memiringkan kepalanya, tanda ia bingung dengan penjalasan sang dokter. Wajah polos terpancar begitu terang seketika, sang dokter hanya menepuk kepala nya diselingi nafas Panjang yang ia keluarkan.


“Fiuhh… Intinya kamu hari ini boleh pulang oke! Jadi kamu bisa bersiap dari sekarang, dah itu aja semoga harimu cerah.”


Sang dokter lalu keluar kamar itu sambil melambaikan tangan kanannya. Tama hanya tersenyum setelah melihat dokter itu keluar dari kamarnya.

Beberapa waktu berlalu, ia masih terbaring di kasurnya sambil menyilangkan kedua kakinya. Menatap lampu yang ada diatasnya dengan ketidakpastian yang mengelilingi pikirannya.


“Ahhhhh… Pulang ya? Oh iya aku baru ingat! Pakaian ku sebelumnya rusak, bahkan itu udah termasuk golongan gak bisa dipakai. Duh sekarang gimana pula ini…? Apa aku harus telanjang? Tidak buruk juga hmmmm, tapi itu akan menjadi hal memalukkan saat aku pertama kali ke negara ini!”


Betapa keras ia berpikir, hanya telanjang bulat yang ia pikirkan. Rasa frustasi menyelimuti ruang tersebut untuk kesekian kalinya. Kekuatan yang sebelumnya mulai menghilang kini merambas keluar kembali mengakibatkan aura yang tidak mengenakkan di seluruh ruangan tersebut. Orang orang yang melewati ruangannya merasakan hal yang tidak mengenakkan sampai sampai mereka terintimidasi untuk menjauhi kamar tersebut.

Nia yang baru saja sampai di depan kamar nya seketika kaget dengan hawa yang mencekam keluar dari kamar Tama tersebut. Ia dengan spontan langsung membuka pintu tersebut dan segera masuk untuk menghindari aura tersebut keluar untuk jumlah yang tak diinginkan. Nia langsung terheran heran mengapa orang yang ia jenguk dan mengeluarkan aura yang mengerikan ternyata hanya memasang muka cemberut sambil menyilangkan kakinya. Tentunya ini mirip seperti anak SD yang ngambek tidak dibelikan sesuatu oleh orang tuanya.

“Oi Oi! Lu ngapain njir!”
“Heh?!”

Tama secara langsung kaget dan spontan loncat dari tempat tidurnya.

“Owalah Nia-san! Ngagetin aja dah! Hadeh….!”
“Ya, Ya elu yang ngapain!?” - Nia
“Btw Nia-san kenapa kesini? Kangen po sama aku mwehehehe!” ia seketika memasang wajah menyeringai nya
“Gak juga.” Nia diam dengan Poker Face nya.
“LAH!”

Melihat Tama yang kaget dan terlihat kecewa, Nia tertawa terbahak-bahak melihat seseorang berhasil ia kerjai. Sementara Tama yang ngambek sambil memalingkan pandangannya dari Nia, tiba tiba menoleh kembali kearah Nia, namun bukan kearah wajahnya melainkan sesuatu yang Nia bawa ditangan kanan nya.

“Nia-san! Btw kamu bawa apaan?”
“Oh ini baju ganti buat kamu hehe!” Nia tersenyum lebar

Melihat dan mendengar Nia membawakan sebuah baju untuknya, seketika ia semangat kembali untuk menjalani rutinitas seperti biasa. Nia kemudian langsung memberikan sebuah kemasan berisi satu setel baju untuk digunakan oleh Tama. Tama tanpa basa basi langsung memakai nya dan membuka pakaiannya. Nia yang melihatnya langsung berteriak dan menampar tubuh Tama yang sudah setengah bugil.

“WOY BOCAH! Liat liat dong kalau mau ganti baju! Kamu pikir aku apaan?!”

Tama yang tidak sengaja melakukannya karena saking Exited dirinya untuk mencoba baju baru tersebut segera meminta maaf dan menundukkan kepalanya.

“AH! Maaf Nia-san! Aku terlalu bersemangat sehingga lupa kamu disitu! Maaf Nia-san! MAAF!”

Nia yang memasang wajah depresi nya langsung menghembuskan nafas panjang untuk mengatur perasaan. Disisi lain Nia juga sebenarnya malu malu sampai wajahnya secara tidak sadar memerah dengan keadaan yang terduga itu. Setelah permintaan maaf tersebut Nia keluar kamar tersebut untuk menunggu Tama ganti baju.

“Hadeh… yaudah kamu buruan ganti, aku tunggu diluar oke! Kalau dah selesai bilang aja udah!”
“Woke Komandan!”

Setelah Nia keluar, Tama langsung bergegas untuk memakai pakaian tersebut. Satu persatu bagian pakaian tersebut ia pakai, sedangkan Nia diluar menunggu di bangku yang ada didepan kamar milik Tama tersebut. Secara serempak kedua tangannya tiba tiba menempel pada kedua pipinya secara bersamaan. Pipinya memerah dan rasa malu pun menyerangnya secara tak terduga.

“Kyaaaaaaaaaaaaaa! Apa itu tadi! Woghhh aku hampir melihat laki laki secara telanjang! Kyaaaaaa itu memalukan! Apa apaan dia itu! Punya perut yang Six pack, dada yang kencang, postur tubuh yang sangat ideal, Aaaaaaaaaaaa Keren paraaaaaahhhh!”

Ia segera menampar kedua pipinya dengan keras setelah berbicara sedemikan memalukannya. Namun tak lama ia kembali mengulangi hal yang sama.

“Woy! Woyyyyyyyy! Sadar Nia! Sadar Nia! Kamu udah punya seseorang yang kamu sukai! Please Nia jangan buat diri kamu jelek gini deh! Aaaaaaaaaaaaaa perasaan apa ini! Shidou… moga aku gak ngehianatin kamu ya.”
“Nia-san! Udah selesai!”

Mendengar Tama memanggil dirinya, ia langsung membenahi raut wajah dan postur tubuh nya dan mulai berdiri untuk masuk kedalam kamar tersebut.

Jeglek! Ngiiiiikkkkkk…..

Suara Pintu terbuka dan alangkah terkejutnya Nia melihat wujud baru yang ada didepannya. Pakaian putih bersih yang tertutupi berbagai aksen dan aksesoris yang mencolok. Memakai kalung mirip tasbih dengan setiap mutiara nya berwarna putih dan cukup besar serta ditengahnya terdapat aksesoris mirip pedang yang cukup besar untuk menjadi pusat dari kalung tersebut. Memakai celana panjang berwarna ungu tua dengan sabuk berhiaskan liontin yang cukup besar berjumlahkan tiga buah berwarna emas. Sepatu yang cukup panjang hampir mencapai lutut dengan hiasan batu berwarna hijau disebelah kanan dan kiri sepatu tersebut, menutupi celana yang menjulur kebawah mata kakinya. Memiliki selendang berwarna ungu muda berjumlah 4, yang masing-masing nya berada di pundak menjulur hingga pinggang berjumlah 2 buah, 1 buah di pundak kirinya menjulur hingga jari tangan kirinya, dan satu lagi berada di pinggang dan berguna juga sebagai sabuk. Dan sebuah tanda berbentuk belah ketupat berwarna merah di dahinya

“Woaaaaahhhhhh Keren! KEREN BANGET TAMA! WUUUUUUUUUUUUU!”
“Aaaaaaa baju apaan ini? Nia-san kamu gak punya baju lainnya kah? Ini rasanya… sedikit memalukan!”

Nia kemudian datang menghampiri dan menepuk nepuk punggung Tama dengan keras.

“Ahahahaha gak papa, bajunya cocok buat kamu kok hehe!”
“Heha Hehe bapakmu mlence! Mana ada orang yang baru aja keluar dari rumah sakit pake baju cosplay kek gini!?”
“Ya Kamu kan hehe!”
Tama sekali lagi menunjukkan ekspresi tidak mengenakan kepada Nia, sedangkan Nia memukul kepalanya sambil menjulurkan lidahnya
“Tehe!”


Nia secara spontan mengambil sesuatu yang ada didalam tas miliknya. Mengobrak abrik setiap sisi yang ada untuk mencari sesuatu yang dirasa sangat penting untuknya. Tak lama ia telah mengambil sesuatu ditangan dari tangan kanannya.

“Jeng jeng jeng….. silahkan Tama-chi!”

Nia kemudian menyerahkan benda tersebut kepada Tama dengan bahagia nya. Tama semakin bingung dengan jalan pikir Nia. Ia merasa selama ini dia hanya dimanfaatkan untuk objek percobaan oleh Nia itu sendiri tanpa sadar. Ia mulai mengerutkan keningnya saking tidak paham nya dengan keinginan Nia saat ini.

“Anu… Nia-san!”
“HMMM! HMMM!? APA!?”
“Ini topeng kan?”
“YAP INI TOPENG, TERUS KENAPA HEHE?”
“Jangan jangan kau mau aku mengenakannya?”
“BETUL! BETUL SEKALI TAMA-CHI! SA SA TOLONG DIPAKE!”
“He? Bukannya ini topeng nya Xiao?”
“UWOOOOGGGGHHHHH Tama-chi kamu tau Xiao?”
“Yah begitulah aku juga punya Xiao di akun Bensin Impact ku!”
“UWOOOOOGGGHHHH TAMA-CHI EMANG DABEST!” sambil memegang kedua telapak tangan Tama

Suasana semakin gaduh, Nia sebegitu semangat nya mengetahui bahwa Tama juga memainkan salah satu game kesukaannya yaitu Benshin Impact. Orang orang yang melewati ruangan tersebut mulai terganggu dengan suara gaduh itu. Sampai salah seorang Suster disitu mulai mendobrak kamar tersebut dan mulai menasihati mereka.

“Oi! Tolong kalian berdua diam! Kalian tidak tau apa kalau ini rumah sakit!?
“Ah… Kami Minta maaf!”
“Ayo Tama-chi kita pulang!”
Lalu Nia menarik tangan Tama dan menariknya sekuat tenaga keluar ruangan.

Mereka berdua spontan menoleh kepada suster tersebut dan segera membungkuk kan badannya menunjukkan tanda minta maaf mereka. Mereka berdua lalu segera mengemasi barang bawaan mereka dan keluar dari ruangan tersebut dan rumah sakit tersebut. Namun secara tidak mereka sadari, suster yang mereka lewati dengan  tidak  bersalah mulai tersenyum sangat lebar. Dan saat Tama berpas pasan dengan suster tersebut dalam keadaan ditarik oleh Nia, suster itu mengeluarkan senyuman yang tidak mengenakkan dan secara harfiah itu menakutkan.

“Akhirnya aku menemukan mu lho… Tama Darling! Ahahahaha!”

Topeng yang sebenarnya Nia berikan adalah topeng yang sama dengan karakter game yang sama sama mereka mainkan yaitu Xiao. Topeng tersebut berbentuk muka layaknya iblis, memiliki 2 tanduk berwarna hitam, dan keseluruhan warna didominasi oleh warna hijau tua serta dengan corak hitam dan kuning yang menghiasi topeng tersebut.


∆∆∆


10 menit telah berlalu. Nia dan Tama sama sama berjalan menyusuri jalan menuju apartemeh milik Nia. Tama merasa bingung mengapa Nia tidak mau memanggil taksi atau setidaknya naik bus untuk perjalanan pulang. Sepanjang jalan orang orang terus memperhatikan Tama dengan seksama. Tama merasa sangat malu dengan apa yang kenakan saat ini, mengenakan baju Cosplay ditengah jalan tanpa ada konteks yang jelas bukanlah hal yang mudah untuk tidak merasa malu. Ditambah ada juga yang menertawakan dia.

Sedang kan Nia masih memeluk tangan Tama semenjak ia keluar dari rumah sakit. Ia merasa sangat malu dalam dua aspek yang berbeda. Menahan rasa malu yang disebabkan oleh kesalahpahaman tentang baju yang ia pakai. Memang Cosplay adalah hal lumrah di dalam industri Jepang, namun bercosplay tanpa ada konteks acara dan tujuan yang jelas hanya akan mengundang tanda tanya besar mengapa ia bercosplay. Satu lagi ia sedang menahan rasa malu yang luar biasa, tangannya secara terus menerus berada dalam lingkup dada seorang wanita. Itu bukanlah hal yang mudah, karena Tama sendiri memang tidak pernah ada yang suka dengannya.

Selang beberapa menit mereka berjalan, kini Nia tiba tiba berhenti didepan sebuah Supermarket. Ia mendadak berhenti dengan cepatnya dan melepaskan segera pelukannya. Dengan mata yang serius ia segera melayangkan pertanyaan kepada Tama.

“Tama-chi!”
“HAI! Kenapa Nia san kok berhenti?”
“Hari ini kau mau makan apa?”
“Eh… kenapa kamu tiba tiba tanya begitu?!”
“Kamu dengarkan apa yang baru aja aku bilang?! Kamu mau makan apa!?”
(Hai = dalam bahasa jepang berarti “iya” atau meng iyakan)

Tiba tiba Nia secara mengejutkan menoleh kearah Tama dengan tatapan mata yang sangat tajam. Tama yang kaget spontan memberitahu makanan yang ingin ia makan hari ini.

“Hiiii! Aaaaaa itu! Itu lho apa! Aghhhhh! Ah iya KARE! Iya iya aku mau makan kare!”
“Kare ya….”
“Okeeeeee siap! Kamu tunggu disina ya jangan kemana mana, kalau kau mencoba lari akan kubunuh kau!”

Tama saat itu hanya meng iyakan apa yang Nia katakan kepadanya. Ia mulai berkeringat, badan nya menggigil. Orang orang terus memperhatikannya secara seksama dan mulai membicarakan nya secara diam diam. Mentalnya mulai teruji saat ini, seseorang yang bisa dikatakan nolep ini harus berdiri di jalanan yang ramai sambil bercosplay.

“Anjing! Anjing! Ini kenapa jadi kek gini! Aghhhh malu bet! Woy Author babi! Yang jelas dikit napa?! Lu gak tau apa perasaan karakter lu disini?! Seenaknya aja kek gitu sama karakter sendiri yang ngambil referensi dari diri sendiri!”
“Author anjing! Author babi!”

Beberapa menit kemudian Tama sudah mulai terbiasa dengan apa yang ia alami. Ia sudah mulai bodoamat dan tidak peduli lagi dengan posisinya saat ini. Nia yang masih belum keluar juga membuat Tama bosan diluar sendirian. Ia terus menguap karena tidak bisa tidur tadi malam. Namun secara mengejutkan Tama merasakan hal aneh sedang terjadi disekitarnya. Ia merasakan sinyal aneh, ditambah lagi hanya ia yang merasakan keanehan itu.

“Apa apaan perasaan ini?! Kenapa tiba tiba ada sesuatu yang terasa familiar sedang terjadi? Aneh….. perasaan ku kenapa jadi gak enak gini ya?!”

Tama yang mulai resah dengan sinyal tersebut mulai berlari menyusuri jalan, meninggalkan Nia yang sedang berbelanja. Ia terus berlari menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan sesuatu yang sedang terjadi. Tak lama ia menemukan sebuah taman yang terkunci, ia merasakan sinyal itu semakin kuat dari arah taman itu. Tanpa pikir panjang ia segera menyebrang jalan dan segera menuju taman tersebut.

“Sial kenapa harus diwaktu seperti ini!? Ini juga kenapa aku bergerak otomatis mencari tu sinyal. Emang nya apa hubungannya sama aku? Aghhhhhhhhh absurd amat kejadian hari ini.”

Saat ia hampir mencapai taman, tanpa sadar waktu seakan melambat dengan segala kekuatannya. Tepat didepan matanya disuguhkan pemandangan yang membuatnya merinding. Disana ia melihat seorang anak kecil dengan boneka tangan yang ada ditangan kirinya sedang terhempas dan akan ditusuk oleh seorang perempuan berambut pirang lengkap dengan baju tempurnya.

Melihat fenomena tersebut, Tama merasa jantung nya berdebar debar melihat kejadian yang akan terjadi. Matanya sudah membuka sebegitu lebarnya, secara mendadak badannya terasa terbakar secara cepat. Membuka pola baru di mata kirinya, membentuk pola pentagonal yang berubah menjadi bintang sempurna di mata kirinya.

Tanpa disadari Tama disana sudah menggendong anak kecil itu dan meluncur untuk menghindari tusukan yang akan terjadi. Sedangkan perempuan tadi terus menerjang kedepan dan menimbulkan sedikit ledakan ditanah, menghamburkan banyak pasir dan tanah disekitarnya. Tama secara reflek langsung melihat keadaan anak itu.

“Ne ne kamu gak papa?”

Anak tersebut yang hampir menangis lalu menatap matanya dan mulai berbicara sembari menahan rasa tangisnya.

“Iya! Hiks saya tidak papa! Terimakasih Onii-san”
“Hooooo siapa yang berani menganggu mangsaku?!”

Wanita itu seketika bangkit dari gumpalan tanah yang menutupi nya. Melayang kan beberapa tebasan untuk menghilangkan setiap asap dan debu yang menutupi pandangan nya. Tama yang mendengarnya itupun seketika terkejut dan mulai timbul rasa takut. Di dalam satu sisi badannya bergerak secara acak untuk menyelamatkan gadis kecil itu, namun disisi lain ia masih tidak berani untuk bertempur dengan kekuatan barunya. Dengan mengumpulkan segala keberanian ia menurunkan gadis tersebut lalu mulai memakai topeng yang diberikan oleh Nia tadi dan berbalik badan.

“Oi oi! Bukan nya tidak etik menikam seorang anak kecil di taman kek gini?”
“Memang nya kamu siapa?! Apa urusanmu mencampuri urusan pribadiku!? Aku tidak segan membunuh mu jika kamu macam macam dan mengganggu rencana ku!”
“Woy woy chill bro chill!”
“(Anjing ni orang ternyata orang yang sama dengan waktu itu. Perempuan yang ngaku ngaku penyihir terkuat. Aduh mampus aku, gini amat author nya ngejebak MC nya).”

Tama spontan merasa kaget dengan perempuan yang ia hadapi sekarang ini. Ellen Mira Mathers, seorang penyihir yang mengaku penyihir terkuat dari organisasi DEM. Entah apa yang terjadi ini merupakan hal yang sangat berbahaya bagi dirinya. Dirinya yang baru saja memulai kehidupan sebagai Roh tidak lah semudah itu. Walaupun ia nampak kuat dengan segala stat yang ada, namun jika ia tidak bisa mengontrol nya sama saja.

“Oi Kau!”
“Saya?” sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Oi! Jangan bercanda denganku!” sambil menodongkan pedangnya.
“Bro! Kamu  gak bisa sante napa? Ada jalur negosiasi kan? Kamu gitu amat, apa sih permasalahannya, santai bro gak usah main kasar gitu. Apalagi ni adik lucu kan sambil boneka ihhhhh lucu bro!”

Disisi lain urat urat di kepala Ellen bertambah sangat banyak dengan cepat. Mendengarkan celotehan dari orang yang tidak ia kenal dan mengganggu rencana miliknya. Ia sudah siap dengan kuda kudanya sambil memegang erat pedanganya.

“Sudah kubilang kan jangan ganggu urusanku, baik baik oke siap jika itu mau mu, akan ku kirim kau dan dia ke neraka sekarang juga!”

Ellen dengan cepat melaju ke arah Tama yang sedang melindungi gadis itu. Tama yang mulai panik karena ia akan diserang tiba tiba berhasil mengeluarkan pedangnya secara kebetulan. Ia menangkis dan menahan serangan cepat milik Ellen tersebut.

“Hoho… jadi kau juga seorang Roh ya, bagus lah aku dapat 2 mangsa dalam satu pertempuran hehe!”
“(Sial dia tau kalau aku Roh, duh gimana ini!)”

Dengan cepat Ellen menghempaskan pedangnya, membuka sebuah celah dengan dari hasil hempasannya. Entah apa yang terjadi Tama mampu mengikuti gerakan cepat milik Ellen. Dengan skill bawaan yang bangkit dari pertemuannya dengan Cio di alam bawah sadar. Pertempuran pun dimulai, Ellen segera melancarkan segala serangan miliknya untuk menyarang Tama. Tama hanya berbatahan dan menahan segala serangan milik Ellen. Ellen mundur untuk sementara, memasang kuda kuda yang mantab dan menarik pedangnya untuk membuat ancang ancang.

Wush…

Ia melesat dengan cepat, tanah di sekitarnya ikut hancur dari hentakan kedua kakinya. Melesat dengan memusatkan seluruh kekuatannya di ujung pedangnya, secara tidak sadar pedangnya sudah berada hampir menusuk jantung milik Tama disana. Tak tinggal diam Tama dengan refleknya menjatuhkan diri sendiri, membentuk sikap seperti kayang untuk menghindari serangan itu. Walaupun itu terdengar konyol untuk dilakukan namaun ia entah keberuntungan atau reflek nya yang begitu bagus mampu menhindari nya.

Pada saat itu juga Ellen sangat terkejut karena lawannya mampu menghindari serangannya, namun ia juga kaget mengapa musuh mengambil posisi yang sangat berbahaya. Saking herannya fokusnya sedikit goyah dan membuat peluang untuk Tama melancarkan serangan. Karena posisi Ellen melayang diatas tubuh Tama, memungkinkan banyak celah yang terbuka saat itu juga.

“WOH! Posisi ini kan……”


∆∆∆


Kilas balik dimulai, saat itu Tama sedang menonton anime dengan santai di kamarnya. Menggunakan headset, duduk di atas keramik yang dingin, dan fokus menonton di monitor PC miliknya.

“Woah Keren Coy!”
“GERMAN SUPLEX!”
“Yatta! Watashi dekiru! Ne ne Otonashi-kun, watashi dekiru yo URRRRAAAAA!”
“Hai Hai! Sugi wa?”


∆∆∆


“Ah iya! German Suplex! Oke oke pertama kunci perut lawan dengan kedua tangan mu!”

Tama kemudian segera menangkap perut Ellen dengan kedua tangannya.

“Kedua! Peluk erat dengan kuncian yang kamu buat!”

Tama selanjutnya dengan polosnya malah masuk kedalam posisi memeluk seseorang. Memang itu bukan cara yang pasti namun itulah yang terjadi. Saat itu juga tanpa sengaja saking semangatnya, kepalanya menabrak dada milik Ellen. Jelas Ellen sangat malu dengan apa yang rasakan dalam kurun waktu sekian detik. Bukannya senang, Tama malah kesakitan karena menabrak armor yang menutupi payudara milik Ellen dan bukannya bagian lembut nya.

Tung*

“(ANJING! GAK LUCU NABRAK ARMOR COK! OPPAI…. TIDAAAAAAAKKKK!)”

Serangan itu juga tepat mengenai jauh di dalam hati Tama yang hampir mendapatkan sensasi luar biasa dihempit oleh dua gunung yang menjulang tinggi di permukaan dada seorang perempuan.

“(AGHHHHH! TIGA! BANTING MUSUH KEBELAKANG DENGAN KERAS! GEEEERRRRRMMMMAAAAANNNNN SUPLEEEEEEEEEEEXXXXXXXXXX!)”
Duar*

Hantaman keras dirasakan oleh Ellen saat itu juga. Setelah merasakan kesalnya menabrak armor yang menutupi payudara, Tama dengan kesalnya membanting Ellen dengan sekuat tenaga. Dan tanpa disadari tanah di seluruh taman ikut retak dan remuk oleh hantaman German Suplex itu.

Ellen yang terbanting dengan sangat keras juga ikut pingsan karena ketidak fokusannya dalam bertempur. Armor yang di perut nya tidak seutuhnya menutupi perutnya. Maka dari itu sentuhan tangan Tama yang hangat langsung menghilangkan fokusnya karena geli dan reflek perempuannya.

Date A Live X: The Male of Spirit - FanFictionHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin