Chapter 8: Onee-san

233 15 3
                                    

Chapter 8: Onee-san

Di dalam kesunyian yang sepi, duduk seorang wanita karir dengan bahan belanjaan disampingnya. Menutup wajah cantiknya dengan kedua telapak tangan wanita itu. Menghela nafas panjang dengan wajah yang tidak baik baik saja. Memikirkan persoalan yang ia tak mampu memikirkan nya dengan akal sehat.

“Ini tidak mungkin benar kan?! Aghhhhhh aku pusing!”
“Bagaimana dia bisa se santai itu setelah ditabrak sebuah truk! Aghhhh!”
“Tapi apa mungkin?! Apa mungkin dia Seirei? Aku tak begitu ingat, tapi aku seperti ingat sesuatu tentangnya! Aaaaaaaaaa kenapa tambah pusing gini sih!”

“Seirei = Roh”

Tak lama setelah raungan kekesalan itu, dokter yang menangani Tama kini keluar dari ruang IGD. Onee-san kemudian berdiri dengan cepat, wajahnya menampakkan kekhawatiran terhadap kondisi Tama saat ini.

“Anu... Apa Onee-san ini keluarga dari anak ini?”
“Ah... Iya saya kakaknya!”
“Begini Onee-san, adik Onee-san ini korban kecelakaan bukan?”
“Ah iya dokter.”
“Tapi kenapa hanya sayatan sayatan kecil yang tertinggal di tubuhnya?! Aku sudah menangani ratusan kasus kecelakaan seperti ini, tapi aku tak pernah menemukan korban yang tertabrak begitu hebat hanya meninggalkan darah dan luka sayatan kecil. Sebenarnya adik Onee-san ini apa?!”

Onee-san yang mendengar keterangan dokter langsung syok kaget bukan main dengan pernyataan tak terduga itu. Onee-san seketika terdiam untuk sementara waktu, wajahnya tampak keraguan yang sedang ia rasakan.

“Aaaa Onee-san? Kamu baik baik saja kan?”

Onee-san pun kembali tersadar dari renungan nya, kembali memasang wajah ceria nya untuk menghindari keadaan buruk untuk terjadi.

“Uh Ah gak papa kok dok! Hehe!”
“Syukurlah.”
“Aa dokter! Apa saya boleh masuk kedalam?”
“Oh! Tentu silahkan.”

Setelah permintaan izin tersebut, Onee-san kemudian masuk kedalam ruang IGD tersebut untuk menjenguk nya.

∆∆∆

Sementara itu didalam ruangan, berbaring seorang pemuda dengan infus ditangan kirinya. Sedikit perban serta jahitan menghiasi tubuh pemuda tersebut. Meletakkan tangan kanannya di posisi dahi miliknya. Menghela nafas panjang sambil menatap lampu yang ada diatasnya dengan banyak pikiran yang menyerangnya.

“Ah... Kenapa aku harus ada disini! Kenapa dari kemaren ada aja hal aneh terjadi padaku!”
“Syukurlah aku hanya diperban dan dijahit, tidak harus memakai alat itu. Bahaya banget kalau mereka memasangnya padaku, bisa bisa burungku tak terkontrol!”
“Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa ada Onee-san yang mau membantuku?! Ini biasanya adalah penculikan yang sering kulihat di TV, tapi kenapa aku merasa dia tak berbohong dengan apa yang dia ucapkan ya... Aghhhhhh!”
“Aku tak tau lagi apa yang menunggu ku didepan. Perkembangan diriku juga tidak menentu, kemaren kuat banget pas lawan si El El ah apalah itu. Dia beruntung aku lengah saat itu, tapi entah kenapa perutku ini merasakan hal yang tidak enak baru baru ini. Apa ada hubungannya dengan aku jatuh di depan Kafe itu?! Ah....”

*Tok tok tok! Ngi......k!”

Terdengar suara ketukan pintu seketika, pintu tersebut lalu terbuka dengan perlahan dengan kekuatan yang tidak seberapa. Tama seketika bangun dari tidurnya dan memasuki mode duduk untuk melihat siapa yang datang. Setelah pintu terbuka, seorang wanita berambut Abu abu masuk dengan membawa tas belanjaan miliknya. Mendekat dengan cepat, menangis tanpa sebab itulah yang terjadi.

“SHOUNEN........... HUAAAAAAAAAA!!!”

Seketika orang tersebut memeluk Tama dengan erat sambil meneteskan air matanya. Mengatakan seluruh keluh kesah nya tanpa halangan, membuat Tama seketika bingung apa yang terjadi.

“Shounen! Aku sangat khawatir padamu! Mengapa kau bertindak nekat seperti itu!”
“Eh.... Anu...!”
“Kau tau tidak seberapa khawatir diriku! Aku hampir tidak bisa memaafkan diriku sendiri jika kau kenapa napa?!”
“Onee-san?”
“(Onee-san kenapa sih? Keknya dia baru kenal aku, tapi kenapa dia sangat khawatir padaku yang notaben nya aku orang asing baginya? Aneh...)

Suasana absurd tersebut kini berubah menjadi kisah tangis sang Onee-san didalam ruangan tersebut. Tama yang merasa iba, memeluk Onee-san dengan perlahan sambil menenangkan nya.

Beberapa saat kemudian Suasana kembali tenang, Onee-san pun mulai mengangkat tubuhnya sendiri. Setelah semua itu berlalu, hanya rasa canggung yang menghiasi ruangan itu. Tama tak mampu menahan rasa malunya hingga wajahnya memerah memancarkan rasa malu nya. Sedangkan Onee-san mulai menghapus linang air mata nya dengan kedua buah tangan miliknya. Karena rasa canggung luar biasa, Tama mulai menundukkan kepalanya sambil bertanya kepada Onee-san yang tengah duduk disampingnya.

“Ne Onee-san!”

Onee-san yang mendengar suara anak itu memanggilnya, sontak ia panik dan mulai bertingkah sedikit aneh di depan anak itu.

“Ah! Kenapa Shounen?! Apa kamu butuh sesuatu?! Apa ada yang sakit?! Atau kamu lapar?! Ne katakan pada Onee-san ini! Aku tidak mau kamu kenapa napa!”

Tama yang kebingungan hanya bisa memasang wajah bingungnya didepan semua kejadian tiba tiba ini.

“Tidak tidak! Aku tidak apa apa kok Onee-san. Tapi aku hanya ingin bertanya sesuatu.”
“Bertanya sesuatu?!”

Onee-san sekarang mulai diam dan mulai mendengarkan semua yang ingin ditanyakan oleh anak didepannya. Memasang wajah serius membuat Tama sedikit enggan untuk menanyakan kembali. Namun itu tidak menyurutkan semangat miliknya untuk mengetahui kebenaran dibalik semua ini.

“Onee-san ini sebenarnya siapa?! Kenapa Onee-san sangat baik kepadaku padahal aku ini orang asing bagimu.  Apalagi kamu sangat khawatir denganku, siapa kamu sebenarnya?! Apakah kamu salah satu dari pembunuh ber armor itu?!”

Onee-san seketika terkejut bukan main, matanya terbuka sangat lebar mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut anak itu. Keringat nya mulai mengucur kebawah dahinya, kepalanya mulai menunduk seakan kehabisan kata untuk melanjutkan pembicaraan ini.

“Aaaa... Onee-san?! Apa kamu sedang tidak sehat?!”
“Ah tidak tidak!”

Saat ditanya lagi seperti itu, ia tetap memalingkan wajahnya dari anak itu. Merasa sangat terpukul mendengar Pembunuhan Ber Armor itu. Perlahan ia mulai memandang kembali kearah anak itu, menarik nafas panjang untuk menyelaraskan semua emosi miliknya menjadi satu.

“Benar! Aku sangat khawatir padamu. Aku juga tidak tau mengapa demikian, namun sejak bertemu denganmu aku merasa kamu adalah sebuah harapan. Aku tak tau mengapa, tapi berada di sisimu saja membuat ku sangat nyaman. Aku juga tidak memahami situasi ini. Aku merasa aku sudah mengetahui akan seperti ini, tapi aku tidak tau mengapa aku mengetahui nya.”

Tama yang mendengarnya hanya bisa terpaku dengan semua cerita itu. Dibenaknya ia menambahkan sebuah pernyataan kembali pada saat itu. Apa yang membuat seseorang bisa nyaman dengan dirinya. Ia mulai tidak memahami kembali kondisi dirinya. Walaupun ia adalah seorang roh, ia tetap merasa semua ini hanyalah angan angan yang sebelumnya ia pernah pikirkan.

Onee-san kemudian melanjutkan pembicaraan yang sempat berhenti akibat pemikiran yang begitu tidak tenang. Ia masih ragu ragu sambil gemetaran untuk menceritakan fakta tentang Pembunuh Ber Armor itu. Menghela nafas panjang kembali dan memantap kan pandangannya, sekarang ia siap untuk menceritakannya.

“Tentang Pembunuh Ber Armor itu, sebenarnya mereka adalah organisasi yang bergerak dibawah naungan seseorang. Aku benci menceritakan ini karena mereka pernah menangkap dan menyiksa diriku selama 5 tahun”
“Apa?! 5 tahun?!”

Tama tampak kaget dengan penjelasan tersebut. Ia semakin penasaran tentang organisasi tersebut dan apa tujuan mereka. Onee-san melanjutkan ceritanya.

“Seperti yang kau lihat, mereka menyerang dengan peralatan tempur. Mereka bisa menjadi musuh paling menakutkan bagi dirimu. Mereka tak akan segan menyiksa dirimu sampai mereka puas. Tujuan utama mereka adalah menangkap para Roh dan memusnahkannya. Omong omong kamu bertemu bertemu mereka dengan ciri ciri seperti apa?”
“Hmmm ciri ciri ya? Aku ketemu 2 orang, semua berambut pirang, yang satu dengan armor yang cukup besar, kalau tidak salah namanya Ellen siapa gitu. Yang satu lagi hampir mirip seperti yang satunya, namanya Artemesia bell bell ah pokoknya itu.”

Onee-san kembali terkaget dengan pernyataan itu, ia kembali membuat tubuhnya basah kuyup dengan keringat yang cukup banyak dengan wajah yang cukup pucat. Ia kemudian tiba tiba memegang kedua pundak Tama dengan cepat dan erat, dibarengi kepanikan yang tak tertahankan.

“Oi! Shounen! Apa kamu tau siapa mereka ha?!!”

Tama yang kaget hanya menggeleng kan kepalanya tanda ia tidak mengetahui hal tersebut, namun secara bersamaan kaget dengan sikap Onee-san yang tiba tiba memegang kedua pundak nya dengan erat dengan ekspresi pucat seperti itu.

“Mereka.... Mereka adalah para eksekutif organisasi itu! Ellen yang dikenal sebagai penyihir terkuat umat manusia. Dan satunya Artemisia, dia digadang gadang menjadi tangan kanan dan no 2 terkuat setelah Ellen!”
Tama mencoba menenangkan Onee-san dengan memegang pundak Onee-san kembali, dengan tersenyum lebar menampakkan sisi manis dirinya.

“Tenang Onee-san... Tenang... Aku merasa mereka masih biasa saja saat bertarung?!”
“Ha? Apa maksudmu biasa saja?”

Sebenarnya Tama ingin sekali membicarakan perihal tentang dirunya, namun ada yang tidak srek di dalam hati kecil nya. Kemudian ia hanya menjawab nya dengan tenang dan sedikit bercanda.

“Ahahahaha enggak kok enggak enggak. Aku hanya bercanda Onee-san, Onee-san ini mudah sekali digoda ya hehe.”
“Ah kamu ini! Buat Onee-san takut aja”
“Tapi Onee-san! Aku ingin membicarakan ini denganmu!”

Tatapan matanya seketika menajam kearah mata Onee-san. Ini pertama kalinya ia sangat berani menatap orang lain, karena saat ia di sekolah lama dan lingkungan rumahnya, ia sangat tidak sanggup menatap mata seseorang saat diajak berbicara. Perasaan malu dan hati kecilnya tidak mampu menahan semua intimidasi dari seseorang saat ia berbicara.

“Ne Onee-san! Apakah Onee-san termasuk dalam kategori seseorang yang dipanggil dengan sebutan “Roh”?”

Kepanikan, Keresahan, Kegelisahan, itulah perasaan yang kini tengah dirasakan Onee-san setelah mendengar pertanyaan itu. Ia tak menyangka bahwa sosok di depannya tau bahwa ada sesosok individu selain manusia di dunia ini. Jelas ia gemetaran dan berkeringat sangat banyak akibat pertanyaan itu.

Sementara itu tatapan Tama kini semakin tajam melihat kearah Onee-san yang seperti gelisah dihadapannya. Aura intimidasi terus dirasakan oleh Onee-san dari tatapan itu, mengikat paru parunya sehingga ia kini sulit untuk bernafas. Namun tidak berlangsung lama Tama menghela nafasnya untuk memecah tekanan mental tersebut.

“Hah..... Kalau kamu tidak mau mengatakannya tidak apa apa Onee-san. Aku tidak memaksa mu mengatakan itu, namun setidaknya kamu bisa memperkenalkan dirimu. Aku sangat penasaran siapa dirimu dan kenapa kau sampai mau berterus terang tentang Pembunuh Ber Armor itu.”

Onee-san mulai tenang dengan situasi yang ada, pernafasan nya kini mulai teratur kembali. Namun bukan berarti ia lepas dari rasa panik yang menyerangnya barusan. Ia berusaha mengendalikan dirinya untuk bisa berbicara dengan tenang kembali.

“Fiuh… Okelah jika kamu ingin tahu! Aku sebenarnya adalah seorang seniman Manga yang cukup popular, Namaku adalah Honjou Nia! Aku sebenarnya menolong dan baik terhadapmu adalah karena kejadian tadi malam. Saat aku pulang berpesta dari temanku, aku sedang mabuk saat itu. Saat aku pulang dan masuk ke kamar ku, aku melihat se cercah cahaya yang tiba tiba terbang di atas ranjangku. Entah itu adalah imajinasi ku karena aku sedang mabuk atau itu adalah sebuah wangsit. Disana tertulis (Setelah kota terbelah menjadi 2, akan ada seorang laki laki yang turun di depan sebuah kafe. Selamatkanlah dia! Dia adalah harapan sekaligus pemusnah bagi umat manusia).”
“Maka dari itu aku sangat berusaha melindungi mu walaupun aku tak mengerti itu halusinasi atau apa. Namun setelah aku bertemu dengan mu, aku menjadi paham tentang sosok yang ada di dalam cahaya itu. Aku tak tau mengapa kamu rasanya seperti dia, namun dirimu juga memiliki aura yang sangat hangat sehingga orang lain bisa sangat nyaman saat berada disamping mu.”

Mendengar penjelasan paham itu Tama menganggukkan kepala tanda ia paham situasi yang terjadi selama ini. Dengan kepercayaan dirinya kini ia yang memperkenalkan dirinya.

“Ah… aku paham sekarang. Maka dari itu Nia-san salam kenal! Nama saya adalah Tachibana Pratama! Tolong kerja sama nya!”

Ekspresi Nia seketika berubah menjadi tenang, senyum masam kini terpancar dari wajahnya. Kekhawatiran yang sebelumnya mendiami tubuh nya, kini telah hilang karena semua yang ia tahan kini telah ia lampiaskan.

“Yes! Salam kenal juga aaaaaaaaa aku harus memanggilmu apa?”
“Kamu bisa memanggilku Tama hehe”
“Kalau begitu Tama-chi! Bagaimana?”
“Ah begitu juga boleh”

Hubungan mereka berdua kini tiba tiba menjadi sangat erat. Keharmonisan kini tercipta di antara mereka, Namun dilain sisi kini Pembunuh ber armor itu kini sedang mengejar seseorang anak kecil dengan boneka di tangan kirinya.
“Yes! Salam kenal juga aaaaaaaaa aku harus memanggilmu apa?”
“Kamu bisa memanggilku Tama hehe”
“Kalau begitu Tama-chi! Bagaimana?”
“Ah begitu juga boleh”

Hubungan mereka berdua kini tiba tiba menjadi sangat erat. Keharmonisan kini tercipta di antara mereka.



∆∆∆


Namun dilain sisi kini Pembunuh ber armor itu kini sedang mengejar seseorang anak kecil dengan boneka di tangan kirinya. Berlari menelusuri gang sempit di tengah kota yang cukup sepi waktu itu. Gadis kecil tersebut tampak terengah engah dan pucat saat ia berlari. Dari belakang dirinya, rentetan peluru laser terus berdatangan mengincar tubuhnya yang manis. Perempuan berambut blonde, dilengkapi armor yang cukup besar dengan satu bilang pedang ditangannya terus mengejar gadis itu sembari menembaki nya dengan pistol di tangan kiri nya.

“Tolong! Siapa saja tolong akuuuu.....!”

Teriakan yang keras keluar spontan dengan arah ia berlari. Namun tak ada seorangpun yang mendengar panggilan itu.

“Hah! Percuma kau berteriak sekuat tenaga! Kau berada di dalam jangkauan Wilayah ku, kau takkan bisa lolos kali ini!”

Serangan tembakan itu semakin banyak mengarah pada dirinya. Mengetahui dirinya sangat terancam, seketika ia mampu mengeluarkan aliran es dari tangan kirinya dan membuat sebuah pelindung dibelakang badannya. Semua tembakan tersebut kini tak bisa menembus dinding pelindung yang dibuat gadis itu.

“Cih! Merepotkan!”

Tanpa basa basi wanita berambut blonde itu menebas dinding kaca yang ada di hadapannya. Dinding pelindung tersebut terbelah menjadi dua akibat serangan itu. Kini jalan kembali terbuka untuk dirinya, namun didepannya kini telah bersinar cahaya yang cukup terang. Ini menandakan akhir dari lika liku pengejaran didalam gang sempit itu.

Setelah keluar dari gang tersebut mereka berdua sama sama terdampar di sebuah taman yang cukup luas. Taman yang dihiasi pohon yang rindang, tempat bermain anak anak, serta pasir yang memanjakan kaki. Secara tidak sadar kini mereka berdua telah menjalin kontak mata, berhadapan di antara ujung dengan ujung. Tersenyum jahat, berkeringat, panik, menatap tajam, ini lah yang dirasakan masing masing kandidat.

Wanita berambut blonde itu lalu mengangkat pedangnya dan dipangku diatas pundak kanan seraya tersenyum dengan puas.

“Hah...... Akhirnya aku memojokkan mu! Tidak ada tempat lagi untuk mu berlari dasar bajingan kecil!”

Gadis kecil itu merasakan goncangan yang luar biasa. Detak jantungnya tak beraturan, keringat mengucur dimana mana, serta tangan kiri nya mengeluarkan hawa dingin akibat serangan sebelumnya.

“Bagaimana ini...? Tempat ini tidak bagus jika aku harus berduel dengannya! Menjaga jarak sangat lah sulit, bagaimana ini....?”

Ketegangan terus berlanjut, kekacauan dan konflik yang timbul Antara 2 individu yang berbeda.

Date A Live X: The Male of Spirit - FanFictionHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin