PART 17 : PEMBUNUH GILA

211 61 107
                                    

WARNING! : Dimohon untuk tidak melakukan copy atau plagiat untuk menjaga karya asli milik penulis.


Suasana hatiku cukup baik hari ini, mendengar bahwa alat penyadap yang dibuat oleh Taki telah selesai.
Yang perlu kami lakukan sekarang adalah memasangnya pada salah satu robot penjaga.

"Satu-satunya yang punya akses ke tempat orang-orang itu hanyalah robot penjaga, aku mengamatinya sejak awal, robot yang sering digunakan untuk menyampaikan pemberitahuan adalah robot dengan lampu mata berwarna biru," ucap Taki dengan tangan yang asyik mengotak-atik alatnya.

"Bukankah semuanya robot penjaga? Kita bisa pasangkan pada mereka juga," sahut Zennie.

Taki langsung membantahnya, "tidak bisa, alat kita terbatas lagipula apa kalian menyadari satu kejanggalan di tempat ini?"

"Apa?" Ucapku dan Lucan bersamaan.

"Setiap kali persediaan makanan di kantin menipis, selalu ada robot yang mengisinya di malam hari. Mayat orang-orang yang mati juga, apa pernah kalian bayangkan kenapa mayat-mayat itu tidak membusuk dan tercium di gedung tertutup ini?" sambung Taki.

"Itu yang membuatku penasaran, setiap terjadi pembunuhan, tak lama kemudian mayat-mayat itu selalu menghilang, seakan sengaja untuk disingkirkan," aku membalas.

"Benar, seakan mereka memiliki tugasnya masing-masing, dan aku yakin dari pengamatanku bahwa mereka mengawasi kita bukan melalui cctv saja tapi lebih kepada para robot. Merekalah mata dan telinga orang-orang itu."

Kami mengangguk, penjelasan Taki cukup masuk akal.
Jika begitu, kami perlu mengecoh robot bermata biru untuk bisa memasang alat penyadap ini. Aku akan keluar dari sini bagaimanapun caranya.

"Serahkan padaku!"

Aku, Lucan dan Taki menengok bersamaan. Apa? Zennie mengajukan diri? Pemandangan yang tidak biasa.

"Kenapa? Kita tinggal cari robot biru lalu aku akan mengalihkan perhatiannya, sisanya kalian yang lakukan!"

"Baiklah, tapi jangan sampai kau tertembak oleh robot itu, semua robot punya senjata yang disimpan di balik tubuh logam mereka, bahkan untuk robot menyuplai makanan." Taki mulai berkemas, menyiapkan alatnya.

Kami kembali menyusun rencana dan bergegas keluar beriringan.

"Jangan terlalu jauh dari kami, aku mendapatkan pesan di grup kelompok yang lama, katanya ada orang gila yang membunuh siapapun orang yang ia temui." Lucan mengingatkanku yang berjalan di depan mereka.

Lucan menyambung ucapannya, "katanya jika korban sendirian, ia akan langsung menyerang dan menikamnya bertubi-tubi lalu memberikan tanda dengan besi panas pada tubuh mayat itu."

"Lucan, sudah berapa kali aku beritahu jangan percaya hoax yang dikirimkan dari grup apapun, kau ini benar-benar," Zennie menyela.

"Aku yakin ini bukan hoax," ujar Lucan.

"Kau juga bilang begitu tiga tahun lalu saat menerima pesan di grup bakti sosial tentang kiamat yang terjadi satu minggu lagi!"

"Ah, kenapa diingat lagi?"

Aku berusaha tidak menggubris pertengkaran dua orang ini, tapi tak kusangka Lucan yang seperti itu ternyata suka memperhatikan grup gosip, lucu sekali.

Belum sampai lima menit kami membahasnya, jeritan seorang gadis terdengar memekakan telinga.
Kami berempat segera mendatangi sumber suara, seorang gadis terlihat ketakutan dan menangis.

"Tolong! Ada orang gila yang membunuh pacarku! Siapapun tolong aku!"

Aku memperhatikan mayat di hadapan kami, seorang pria yang terlihat sudah kehabisan darah. Tubuhnya benar-benar rusak akibat tikaman benda tajam yang nampak lebih dari sepuluh kali, baju yang ia gunakan seakan sengaja dirobek.
Aku memperhatikan lebih seksama, ada luka bakar pada dadanya, luka yang memiliki pola aneh.

My Battleground Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang