Part 9 : RENCANA AWAL

200 41 46
                                    

WARNING! : Dimohon untuk tidak melakukan copy atau plagiat untuk menjaga karya asli milik penulis.


Bisa dibilang... Kelompokku termasuk kelompok yang mengambil keputusan dengan cepat.

Alex membuat rencana untuk malam hari nanti. Kami akan dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok menyusup ke lantai 1 melalui ventilasi udara, namun aku tidak tahu detail apa yang mereka lakukan.
Sebab aku masuk ke kelompok kedua, tugas kelompok kedua adalah pergi ke ruang yang ada tepat di sebelah kami.

Kami harus meyakinkan kelompok yang ada di sebelah kami untuk dapat jadi sekutu.

Sebenarnya aku tahu maksud lain Alex memilih kelompok itu, walaupun mereka dikenal sebagai salah satu kelompok yang menyeramkan karena berisi banyak preman, ketua kelompok mereka adalah seseorang yang sangat terkenal.

Walaupun aku belum pernah melihat siapa dia, menurut kabarnya ketua kelompok itu adalah mantan narapidana saat remaja yang haus darah. Ia juga dikenal dengan keahliannya karena mantan atlet taekwondo. Namun karena menjadi mantan narapidana, ia tak bisa lagi menjadi atlet dan kemudian gaya bertarungnya beralih menjadi tinju yang ia pelajari saat berada di penjara.

Di siang hari saat waktu makan tiba, kami beriringan menuju kantin lantai 2.
Di sini semua nampak biasa saja, seakan tak terjadi apa-apa.
Namun justru ketenangan ini yang membuatku gelisah.

Pasalnya, walaupun semuanya nampak tenang, justru ekspresi mereka tegang.
Tak seperti hari biasanya, dimana kantin merupakan tempat paling berisik dan sumber kegaduhan.
Kali ini semua begitu teratur.

Aku duduk bersama kelompokku. Kami mulai berdiskusi ringan sambil memerhatikan sekeliling.

Pembicaraan dibuka dengan Alex yang fokus pada salah satu kelompok yang sedang makan, mereka didominasi oleh para pria yang mirip seperti preman.

"Kalian lihat itu? Nanti malam kelompok kedua akan pergi ke ruang mereka, kita harus meyakinkan mereka untuk mau bersekutu."

Beberapa orang mengangguk, dan yang lainnya menyimak dengan serius.

Jujur saja, aku benar-benar tidak mengerti hal-hal semacam ini, aku hanya akan mengikuti alur tanpa membahayakan diriku.
Kalian pikir aku akan menang? Aku lebih percaya aku akan mati paling awal.

Setelah makan kami kembali menuju ruangan. Kami mendiskusikan lagi rencana yang akan kami jalankan malam nanti.

Pukul delapan malam, kelompok pertama segera pergi meninggalkan ruangan. Disusul aku dan kelompok kedua yang bersiap menuju ruangan sebelah.

Aku berjalan perlahan di belakang orang-orang, berusaha sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara. Lorong begitu sunyi dan gelap, aku hampir tidak percaya bahwa ini lorong yang sama dengan yang kulewati setiap hari.

Setelah mendapatkan ijin untuk masuk, kelompokku pun masuk ke dalam ruangan yang nampak gelap itu.

Suasana yang kurasakan benar-benar mencekam, seakan ada yang menatapku dari segala sisi. Jantungku berdegup kencang, rasa-rasanya aku akan mati sebelum berperang.

Aku mencoba mengangkat kepalaku, menatap wajah-wajah menyeramkan para preman itu.
Alex sedang berbicara dengan ketua kelompok mereka. Karena penasaran, aku mencoba untuk melihat semengerikan apa si ketua itu.

"Astaga!" Aku menahan suaraku, dengan kedua telapak tangan aku mencoba menutup mulutku.

Ketua kelompok yang dikabarkan sebagai orang yang bringas itu adalah orang yang menolongku saat aku dipukuli oleh para pembuli Anya.

Aku ingat jelas, karena tidak mungkin wajah seperti itu bisa dilupakan dengan cepat. Mata amber dan rambutnya yang putih.
Ia memakai pakaian serba hitam dan jaket kulit, kerah bagu tinggi hingga menutupi lehernya.
Dengan santai ia duduk di atas meja, membiarkan kakinya yang panjang menyentuh lantai.
Tatapan matanya begitu tajam dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Aku terus memandanginya, sampai tanpa sadar ia pun melihat ke arahku.
Aku dengan cepat bersembunyi di balik orang-orang.

"Jadi, tawaran apa yang akan kau berikan untuk kami?"
Suara yang sama dengan yang kudengar di malam itu, suaranya berat namun juga halus, terdengar rendah tapi begitu lembut.

"Kami bisa memberikan apa yang kalian butuhkan."
Alex menjawab ucapannya.

"Memberikan yang kami butuhkan?"
Pria itu terdiam sejenak, kemudian menengok ke arah anggota kelompoknya.

"Gadis! Berikan kami gadis!"

"Ya, sepertinya ada banyak perempuan di kelompoknya."

Para preman itu berseru keras, aku semakin merinding mendengarnya.

"Hey, berikan kami yang paling cantik! Kami akan bersekutu dengan kalian!"

Mereka tertawa, seakan ini adalah sebuah taruhan.

Tanpa sadar aku mundur beberapa langkah, tapi justru tersandung dan jatuh.
Semua mata tertuju padaku, tubuhku langsung terasa kaku dan suaraku hilang.

"Yang itu lumayan cantik."

"Dia tipeku."

Para preman bodoh itu langsung menyadari keberadaanku.
Hey, tipemu benar-benar buruk!

Aku menengok ke arah ketua kelompok itu, ia hanya menatapku saja. Ayolah! Kau tidak berniat menolongku lagi? Apa kau lupa aku?! Aku bahkan tidak melupakanmu, lho!

"Berikan gadis itu maka kami akan jadi sekutumu!"
Salah satu preman berbicara lagi.

Livia, kau benar-benar tamat!

Aku segera bangun, mencoba membantah. Mereka pikir aku ini barang?!

"Apa maksudmu?! Aku tidak mau!"

Aku menatap Alex, ia nampak berpikir cukup lama.

"Jangan mengulur waktu! Cepat serahkan gadis itu dan kembali ke tempatmu!"
Para preman itu nampak mulai tak sabar, dan aku mulai panik tak karuan.

Hey, ketua kelompok mereka apa cuma dijadikan pajangan?! Kenapa dari tadi cuma duduk mengamati?!
Alex, lakukan sesuatu!

"Hmm, baiklah. Kami setuju."
Alex memberikan jawaban yang mencengangkan.
Ia menyetujui tawaran mereka.

"Apa maksudmu, bodoh?! Kau mau memberikanku pada mereka?!"
Aku tidak terima dengan ucapannya itu.

"Maafkan aku, aku tidak punya pilihan lain. Kelompok kita akan aman jika berhasil bersekutu dengan mereka, apalagi kau tau di kelompok kita tidak banyak anak muda."
Alex menunduk dan menatapku.

"Pasti ada cara lain! Kenapa kau memutuskan sesuatu tanpa bicara denganku?!"

"Jadi aku harus bagaimana? Apa harus memberikan mereka gadis yang lain sedangkan yang mereka mau adalah kau?"

Alex sialan! Aku benar-benar marah sampai tak bisa berkata apa-apa.

"Ini semua demi kelompok kita, kau akan baik-baik saja di sini."
Alex mencoba meyakinkanku.

Aku langsung melayangkan satu tamparan di pipi kirinya.

Sedangkan para preman itu menganggap ini adalah tontonan yang seru.

Alex hanya terdiam, setelah diperintahkan untuk kembali bersama yang lain, ia langsung berjalan pergi. Mereka semua tak menatapku, entah karena merasa bersalah atau memang tidak peduli.

"Berhenti di sana! Aku akan membunuhmu kalau kau pergi, brengsek!"

To be continue..

_Terdapat banyak penulisan yang kurang tepat. Para pembaca dimohon maklum karna masih di fase belajar hehe<3

My Battleground Where stories live. Discover now