PART 2 : PERSIAPAN

521 59 35
                                    

WARNING! : Dimohon untuk tidak melakukan copy atau plagiat untuk menjaga karya asli milik penulis.


Esoknya, aku mulai menyiapkan segala berkas yang diperlukan. Tentu saja aku juga meminta izin kepada orang tuaku. Awalnya aku ragu akan mendapatkan izin, mengingat aku tak pernah sekalipun pergi jauh sendiri.
Tapi setelah mendengar kata Iris Teknologi, mereka langsung mengizinkan.

"Kalau sudah berkaitan dengan Iris Teknologi, berarti tidak diragukan lagi," begitulah kata mereka.

Setelah berkasku terkirim, beberapa hari kemudian aku mendapatkan email masuk bahwa aku terdaftar di universitas dan bisa berangkat untuk seleksi dan tes, aku sangat senang!

Oh, ya, ada seorang operator yang menghubungiku, dia seorang pria dengan suara berat.
Sangat sopan dan baik, dia bersedia menjelaskan semua yang aku tanyakan seputar universitas itu. Ia juga memberitahu bahwa aku akan berangkat ke lokasi universitas bersama pendaftar lainnya di satu pesawat yang disediakan oleh mereka.

Seminggu kemudian, tepat hari dimana aku akan pergi meninggalkan rumah ini.
Berat memang, masuk ke dunia baru yang belum ku kenal. Tapi, aku harus bisa menyesuaikan diri.
Aku berangkat ke bandara seorang diri, tentu saja karena orang tuaku sibuk bekerja.

Aku menaiki transportasi umum, bus listrik yang memang dijadwalkan pergi ke bandara hari ini.
Dari buku sejarah yang pernah kubaca, dulu semua kendaraan menggunakan bahan bakar bensin dan solar. Tapi aku belum pernah melihat bentuk dari bensin itu, karena semua kendaraan dan transportasi disini menggunakan tenaga listrik, ada beberapa juga yang menggunakan tenaga air.
Jika di Ekstrogav, mereka bahkan sudah menggunakan tenaga surya pada kendaraannya. Ekstrogav mampu menciptakan tenaga surya tanpa menimbulkan efek rumah kaca.

Saat sedang masuk ke dalam bus dengan koperku, seorang pria tak sengaja menabrakku.

Brukk..

"Ah, maaf, aku tidak sengaja, aku sedang buru-buru sekarang," ucap seorang pria berkacamata bulat dengan tinggi sekitar 175 cm, kulit zaitun dengan bintik di wajahnya dan postur tubuh yang ramping, tatapan matanya sayu dan rambut cokelat terang, nyaris merah yang berantakan, ia berusaha membantuku berdiri.

"Eh, iya, tidak masalah."

Sesaat kemudian, entah hanya perasaanku saja, aku merasa dia menatapku beberapa saat. Namun, setelah itu ia langsung pergi meninggalkan bus dengan tergesa-gesa.
Aku kemudian duduk di salah satu kursi di dekat jendela, menatap keluar jendela sambil membayangkan apa yang akan aku temui di tempat baru itu.

Tak butuh waktu lama untuk sampai ke bandara, hanya sekitar 30 menit bus sudah sampai di halte.
Setelah sampai di sana, ada seorang pria berumur sekitar 30 tahun dengan pakaian rapi dan jaz hitam menunggu di pintu.
Setelah melihatku pria tersebut berjalan mendekat ke arahku.

"Nona Livia Zephyr?" ucapnya dengan suara berat khas pria dewasa.

Aku tertegun sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Eh, benar. Anda siapa?"

"Saya ditugaskan untuk menjemput para pendaftar. Jika sudah siap, kita akan segera berangkat," ucapnya lagi, masih dengan ekspresi datar.

"Oh, baiklah, saya sudah siap."

"Mari ikut saya."

Pria yang tidak aku tahu namanya itu kemudian berjalan tepat di depanku, sementara aku mengikuti langkah kakinya perlahan.
Suasana yang sangat canggung menyelimutiku, tapi bagaimana mungkin aku bisa mengajak pria ini bicara? Aku terlihat seperti dijemput bodyguard di mata orang-orang sekitar. Atau jangan-jangan aku malah terlihat seperti bos mafia? Haha jangan bercanda.

My Battleground Where stories live. Discover now