Part 22 [Pengakiran?]

50 40 26
                                    

Suara bising dari beberapa jangkring kini menemani kesunyian seorang cowok yang duduk di balkon kamar menatap langit malam yang gelap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara bising dari beberapa jangkring kini menemani kesunyian seorang cowok yang duduk di balkon kamar menatap langit malam yang gelap. Hari sudah menunjukan pukul tiga dini hari, tapi cowok itu masih belum merasakan ngantuk. Padahal nanti pagi dia akan pergi ke sekolah.

Pikirannya sangat kacau, kenapa dia tidak bisa berpikir jernih sekarang? Menggenggam gelang putih pemberiannya kepada sang gadis yang sudah mencuri hatinya. Namun, masih terkalahkan oleh orang lama yang kembali datang.

Di satu sisi Liam tidak ingin melepaskan Sekar, di sisi lain, ia juga tidak ingin kehilangan Runika untuk yang kedua kalinya. Kenapa dia harus dihadirkan dengan dua pilihan yang sangat sulit untuk ia putuskan.

Liam menjambak rambutnya frustrasi dan melempar gelang itu kesembarangan arah. Hasna yang baru membuka pintu kamar Liam pun jadi terkejut karena gelang itu mengarah padanya.

"Kamu kenapa, Nak?" tanya Hasna menghampiri Liam sembari memungut gelang itu.

"Mau tidur, tapi belum ngantuk," jawab Liam berbohong.

Hasna tersenyum dan mengelus punggung tangan Liam dengan penuh kasih sayang.

"Mama tau kamu berbohong, ini pasti ada apa-apanya kan?"

Liam terdiam, mau bagaimanapun ia membohongi Hasna, pasti sang ibu mengetahuinya.

"Selesaikan dengan baik-baik, jangan pernah memutuskan sesuatu saat kamu terbawa emosi. Karena itu akan mengakibatkan kehilangan dan penyesalan." Hasna langsung berdiri dan meletakan gelang itu di atas meja yang ada di sana.

"Jangan lupa buat istirahat, kalau gitu Mama pergi dulu," pamit Hasna pada Liam dan pergi keluar kamar.

Liam kembali merenung, mengingat semua kenangannya bersama kedua gadis yang sudah bermain dengan hatinya. Ia merogoh saku celana dan mengambil benda pipih itu, jemarinya menarik mengetik sesuatu pada nomor yang ditujunya. Alis tebalnya terangkat saat melihat dua garis abu-abu yang tercentang di sana. Buru-buru Liam mengambil jaket dan kunci motor untuk menemui seseorang yang sudah ia kirimkan pesan.

Saat sampai di garasi, Liam mendorong motornya menjauh dari halaman rumah, agar kedua orang tuanya tidak terganggu. Ia menghidupkan motor itu saat sudah sampai di depan pagar rumah dan membawanya pergi melaju membelah kesunyian malam.

Kelajuan motornya semakin cepat menembus dinginya udara dan kesunyian jalanan. Hingga motor itu berhenti di depan rumah yang sangat menyejukkan mata saat melihatnya, Liam langsung mematikan mesin motornya agar tidak mengganggu orang yang ada di dalam rumah dan tetangga sekitar.

Liam langsung berlari menuju samping rumah untuk menemui gadis itu. Matanya menajam saat melihat salah satu jendela kamar yang masih terlihat terang oleh cahaya lampu, langsung saja kakinya melangkah menghampiri dan melihat isi dari ruangan itu. Liam menelponnya agar dia membukakan jendela untuknya.

Tanpa menjawab panggilannya, gadis itu membukakan jendela kamarnya dan menatap Liam dengan tidak percaya. Kepalanya berputar menatap jam dinding yang menunjukan pukul empat subuh.

Heart Games [Selesai]Where stories live. Discover now