El menatap datar dokter tersebut. "Ambil darah gue sebanyak mungkin!"

Mereka mengangguk, lalu salah satu suster disana menyuruh El untuk berbaring dibrankar lain. Disamping Syasha yang kini tetap setia memejamkan matanya.

Saat dimana pengambilan darah dilakukan, mata El terus memandangi adiknya yang tampak cantik disana. El berharap semua baik-baik saja. Adiknya tidak diperbolehkan untuk merasakan sakit sejenis apapun itu.

Adiknya harus terus bahagia, dan terus tersenyum dengan bibir merah mudanya, bukan bibir pucat seperti itu.

El tak suka.

"Jangan takut, sayang," lirih El sambil menggenggam tangan adiknya yang dingin. "Abang temenin terus disini."

El tak ingin mengalihkan pandangannya dari wajah pucat Syasha, dia tetap menampilkan wajah datar dan dingin. Ia masih sangat marah dengan para teman adiknya yang membiarkan adiknya seperti ini.

Manda, Yuni, dan Dinda.

Tiga nama yang jelas-jelas ia tulis dalam ingatannya. Mereka ada disana malam itu. Dengan berdalih mati lampu mereka justru meninggalkan adiknya sendiri.

Adiknya yang selalu ia jaga selalu takut dengan gelap.

Dan beraninya, mereka meninggalkan adiknya sendiri.

Sial!

El tak pernah memaafkan mereka bertiga.

***

Tak lama, pintu tebal kamar ICU itu terbuka menampilkan El yang keluar dengan tubuh yang berantakan.

Teman-teman El yang ada diluar sontak berdiri dengan terkejut. El berjalan menghampiri bodyguard lalu mengambil beberapa barangnya yang ia tinggal terlalu lama.

"Belum sampai?" tanya El datar.

"Setengah jam lagi tuan, mereka sedang ada di utara Boston."

El mengangguk. Saat akan kembali memasuki ruangan adiknya, El berhenti berjalan saat Dafa kembali menghadangnya.

Dafi, Celo, Fian, Arga, dan Dewa juga menghadang jalan El dari samping.

"Tunggu El." Dafa berujar hati-hati.

"Kenapa?" tanya El dingin.

"Lo gak bisa kasih hukuman langsung sama mereka. Mereka belum dinyatakan salah."

Mata El menyorot marah saat ucapan yang Dafa lontarkan barusan. "Jangan memerintah gue," tekan El sangat tajam.

"Mereka pengen minta maaf didepan, dan lo harus dengerin penjelasan mereka dulu," ujar Dafa lagi. Dia hanya ingin semua segera selesai, bukan karena tak tahu kondisi. Tapi tiga perempuan yang kini sedang bodyguard El tahan membuat mereka dirundung kecemasan juga.

Dafa dan Dafi sangat mengenal sikap El gimana saat ada yang menyakiti adiknya sendiri, ia akan membalasnya dengan balasan yang lebih.

Tapi masalahnya, mereka belum tahu bahwa siapa yang benar-benar salah disini. Yang mereka takutkan, akan terjadi kesalahpahaman yang akan membuat orang-orang tak bersalah justru kena imbasnya.

"Panggil mereka," putus El.

Akhirnya Dafa dan yang lain bernafas lega, mereka menunggu para bodyguard membawa tiga gadis tersangka untuk kecelakaan dalam villa ini.

Dan saat mereka sedang hening-heningnya, mereka akhirnya mendengar suara tangisan kencang dari Manda.

Gadis itu memang tak berhenti menangis setelah melihat tubuh sahabatnya tergeletak di lantai. Syasha yang baru berbagi kebahagiaan di puncak tahun baru.

Syasha (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now