49. Important

6.9K 1.1K 589
                                    

"DOKTERRR!!"

"EL TENANG!" panik Dafa sambil menyuruh orang-orang di dekatnya menjauh. "MINGGIR WOY!!"

"DOKTERRR!" teriak El marah. Dia terus melangkah cepat sambil menggendong adiknya dengan wajah yang kalut. Bahkan beberapa orang di sekitar mereka tak sadar ikut merasakan kecemasan tersendiri saat melihat bagaimana gadis manis dan cantik terkulai lemas dengan darah bercucuran.

Mereka tak tega melihatnya.

Sedangkan beberapa bodyguard yang sudah memanggil dokter sejak awal pun, muncul dengan dokter-dokter tersebut.

El segera menaruh perlahan Syasha di atas brankar. Kemudian mereka kembali berjalan begitu cepat sampai Syasha di bawa memasuki ICU oleh para suster.

"Maaf tuan, anda tidak boleh masuk."

Mata El melotot marah. "Gue abangnya! Dia takut jarum suntik dan gue harus ada disampingnya sekarang!!"

Dafa semakin kalut. "El lo tenang! Syasha biar ditangani dulu sama dokternya," ujar Dafa yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari El. "Gue gak peduli."

Dokter di depan El segera menyahut lagi. "Maaf tuan tap--"

"GUE ABANGNYA BANGSAT!! DIA GAK BOLEH SAKIT SENDIRIAN!!"

Semua orang tersentak kaget. Kemarahan El benar-benar sangat menakutkan bagi mereka, suasananya begitu menegangkan, El bahkan tak segan memarahi dokter terkenal di Boston seperti itu, dan karena mereka lebih takut nyawa dan keselamatan bersama, kini akhirnya El diperbolehkan masuk.

El bergegas berlari mencari adiknya. Menatap kalut saat adiknya tengah dipasangkan alat-alat yang menurutnya terlalu berlebihan.

"Dia kesakitan, lo semua yang mati!" peringat El dingin mengagetkan suster-suster disana.

Mereka bergidik ngeri. Bahkan para dokter tak ada lagi yang berani kembali berbicara. Mereka fokus untuk menangani Syasha.

Suasananya lebih mencekam sejak El berdiri di belakang orang-orang yang kini sibuk menangani adiknya.

El hanya diam. Matanya memerah lantaran belum tidur semalaman. Raganya sangat lelah. Setelah pagi buta ini dia harus melakukan perjalanan panjang yang membuat kepalanya pusing karena khawatir hingga kini ia berdiri disamping adiknya disebuah rumah sakit ternama di kota Boston.

Ia ikut menyaksikan bagaimana adiknya berjuang dalam hidupnya sendiri.

Syasha tidak boleh terluka. Dia adik satu-satunya yang sangat ia sayang.

Adiknya harus segera membuka mata lalu kembali manja padanya. Semua alat-alat terpasang di tubuh adiknya pun tidak cocok untuk adiknya kenakan. Pasti adiknya keberatan memakai alat-alat itu.

Lebih baik adiknya terus memakai dress indahnya selutut, atau tidak, baju-baju kebesaran miliknya yang membuat adiknya bertambah menggemaskan.

"Silahkan duduk tuan," ujar suster karena merasa kasihan El terus berdiri kaku.

El tak melirik kemanapun saat suster itu mendekat. "Fokus adik gue aja, jangan anggap gue ada disini," ucap El dingin.

Suster itu mengangguk pasrah. Sebenarnya hanya para dokter saja yang kini bekerja, para suster disana hanya akan membantu bagian-bagian kecilnya saja.

Karena lagi pula, yang sejak tadi para suster herankan. Para dokter yang harusnya memiliki jam sibuk super padat kini berkumpul diruangan ICU untuk melakukan pengobatan langsung pada seorang gadis yang tidak mereka ketahui.

Tapi dari superioritas mereka pada gadis itu membuat mereka yakin bahwa yang mereka obati sekarang bukan orang sembarangan dari kalangan biasa.

Tak lama dokter-dokter itu mendekati El. "Tuan, adik anda butuh darah AB+ yang kebetulan dirumah sakit ini stoknya kosong."

Syasha (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang