44. Shut up

6.1K 936 207
                                    

"Jadi, kita tiga hari?"

Yuni memecahkan keheningan.

"Kalo mau dua hari sih lo pulang sendiri."

"Gue nanya anjir," ngegas Yuni sambil menoleh kebelakang, tepatnya ke arah Dafa.

"Ya tiga hari lah! Lo mau kita cuman ngerasain satu hari disini? Gue sih kaga, capek gue, mending seninnya ijin aja."

Yuni tersenyum lebar. "Bagus deh."

Celo mencomot snack berisi keripik pedas kesukaannya. "Seharusnya, emang nggak mendadak gini berangkatnya," celetuknya.

"Gak lagi gue," keluh Fian yang sejak tadi tengah di urut Arga.

"Lo cuman lagi sakit aja," ujar Dafa.

"Tapi emang capek kalo mendadak," sahut Arga.

"Iya, badan gue remuk."

Syasha yang melihat pun merasa kesihan, Fian memang sedang tak enak badan sejak pagi tadi. Syasha ikut menemani mereka latihan, berkali-kali Fian tak bisa bermain dengan sempurna. Wajahnya lebih pucat dari biasanya.

"Kakak ke dokter aja," saran Syasha.

Fian melirik karena tubuhnya yang menunduk. "Nggak Sya, emang gini kalo kecapean, nanti juga sembuh abis minum air anget."

Selain tubuh Fian yang sakit, memang cuaca disana terlampau dingin, apalagi saat dimalam hari seperti sekarang. Bahkan mereka semua hampir tak ingin mandi sore saat merasakan air di kerannya.

"Nonton yuk!" ajak Yuni tiba-tiba.

Semua menoleh, cewek itu memang sibuk nyemil bersama Dinda disaat yang lain sibuk memperhatikan Fian yang sakit.

"Nonton apa?" tanya Celo.

"Horor gak sih?"

Syasha sontak menggeleng. "Takut." Tiba-tiba kepala Syasha di elus dengan lembut, dia mendongak dan menatap sang pelaku yang kini tengah menatapnya datar. Siapa lagi kalo bukan abangnya El?

"Iya jangan, kasian Syasha," ujar Dafa.

Yuni berdecak tanpa suara. "Ya tinggal gak usah liat."

"Nggak lah! Harus bareng-bareng." Dafa kembali menyahut.

Yuni memutar bola matanya malas.

"Film action aja!" saran Dinda ikut-ikutan.

Namun, kali ini El yang menolak tegas. Dia tidak pernah suka adiknya melihat aksi membahayakan karena bisa membuat efek negatif untuknya.

Lagi-lagi atensi tertuju pada Syahsa. Padahal mereka belum dua puluh empat jam bersama, namun kesabaran Yuni selalu di uji hanya karena Syasha yang selalu menjadi sumber utama mereka melakukan sesuatu. Apa-apa harus yang cewek itu bisa!

"Main ps aja yang bener. Gue mau tanding lagi sama Dafi."

Dafi yang tengah sibuk dengan ponselnya, hanya diam tak menanggapi.

"Mau kan Daf?" tanya Celo.

Dafi mengangguk singkat.

"Ini kalo ada yang jual pita suara, gue beli deh buat elo kalo gak Dewa."

Mereka tertawa, sedangkan Celo mendengus malas.

"Ini kalo gue ingat-ingat mereka belum buka mulut samsek anjir!"

Mereka masih tertawa. Apalagi Dafa yang tahu tabiat saudaranya.

Hanya Dinda yang membisu. Tepatnya mendengarkan Yuni yang sejak tadi menggerutu tentang Syasha.  Dia mengumpati semua orang tanpa di ketahui, Dinda hanya jadi pendengar yang baik untuk temannya.

Syasha (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang