Bab 33

17 5 29
                                    

Deril langsung mematung. Dia tidak menyangka kalau akan mendapat lemparan balasan secepat itu. Ibarat orang bermain sepak bola, dia tiba-tiba diberi operan lambung, tanpa persiapan sebelumnya. Tentu saja gelagapan.

"Eh, anu ...." Hanya itu yang bisa dia ucapkan.

"Ana anu inu," ledek Ayung sambil tertawa.

"Cinta itu nggak bisa dipaksa, juga nggak bisa direncana. Ibarat hujan, dia akan jatuh terbawa angin yang memanjakannya. Membuainya dalam pelukan hingga takdir kemudian menentukan, dia akan jatuh di mana dan kepada siapa." Canting ikut nimbrung.

"Tapi, bukannya kita juga bisa milih, ya? Kan, kita berhak untuk berteduh atau malah hujan-hujanan." Bito membalas perumpamaan Canting, membuat semua orang termenung.

"Kalaupun nggak bisa milih jatuh cinta sama siapa, setidaknya kita masih bisa milih dicintai oleh siapa, kok," imbuh Bito lagi.

"Bukan bisa milih dicintai sama siapa. Lebih tepatnya ... nerima cinta siapa." Ayung menyerobot. Dia tidak rela kalau Bito dan Canting dibiarkan saling berbalas kalimat.

"Hujan bisa berarti berkah, juga bisa penyakit. Jika cinta memang serupa hujan, maka dia adalah paket lengkap. Mampu membuat bahagia, juga mampu menghadirkan luka," ucap Canting pelan. Cewek itu menunduk, meresapi kalimatnya sendiri.

"Nggak ada hujan, ya nggak bakal ada kehidupan. Hujan tetap dibutuhkan meski kadang bikin kita sakit. Setidaknya, hujan tetap membawa harapan," sambung Bito lagi.

Persis, seperti itulah cinta. Hadir maupun perginya, sama-sama bisa menorehkan luka. Banyak manusia yang terluka ketika hidup bersama cintanya. Tidak jarang pula yang hati carut-marut karena ditinggalkan. Namun, manusia tetap punya harapan hidup selagi masih ada cinta di hatinya. Entah itu cinta kepada keluarga, diri sendiri maupun Tuhan. Cinta tidak melulu soal pasangan, kan?

"Balik ke pertanyaanku tadi. Der, kamu kenapa suka sama aku? Mending kamu suka sama Canting aja." Celetukan Ayung berhasil mengembalikan kesadaran semua orang yang tadi sempat terlena hanya karena membahas hujan dan cinta.

"Kek lo bilang tadi, cinta itu nggak butuh alasan. Kalau ditanya kenapa gue sukanya sama lo, gue juga nggak tahu. Bahkan, mulai kapan gue suka sama lo, gue juga nggak ingat. Yang jelas ... udah lama." Deril menjawab dengan sedikit gugup. Ternyata, ini jauh lebih menegangkan daripada naik ke atas panggung, ditonton ribuan orang sekalipun.

"Deril suka aku. Padahal, aku sukanya sama Bito. Bito suka Canting, tapi Canting suka sama Deril. Kita kayak kentut security lagi muterin kompleks." Ayung menertawakan keadaan mereka.

"Tunggu dulu! Canting suka sama gue? Beneran, Can?" Deril terperangah. Dia menatap tidak percaya ke arah Canting yang kini wajahnya sudah merah padam. Mimik muka serta rona itu sudah cukup untuk menjawab pertanyaan Deril.

"Gila, ya. Kok, kita bisa kek gini." Deril tertawa miris.

"Harus ada dua orang yang mengalah dan berbalik arah kalau mau masalah ini selesai. Canting, kamu berubah arah ke aku. Ayung, kamu ubah arahmu ke Deril. Perempuan itu kan makmum bagi laki-laki. Jadi, kalian harus nurut sama aku dan Deril." Bito berujar tanpa dosa.

"Enak aja. Kalian para cowok yang kudu ngalah sama kami. Kalian yang ubah arah! Cowok kan lebih pinter soal atur perasaan. Nggak kayak cewek yang gampang baperan," protes Ayung.

"Justru karena gamoang baperan itu, kalian bakal lebih mudah untuk balik arah. Kamu pasti bakal baper kena suara sama lagunya Deril. Gitu juga sama Canting. Dia pasti bakalan baper kena suara pianoku," sanggah Bito, penuh percaya diri.

"Udah! Jangan berantem. Kita bahas yang lain aja. Situasi kita sekarang tuh udah kek makan buah simalakama. Yang jelas, gue cuman anggap Canting itu sebagai adik gue. Nggak lebih dan nggak bakalan lebih." Deril berusaha melerai dan menyudahi perdebatan soal perasaan. Namun, tanpa disadari, tetap saja dia membahasnya.

"Katanya bahas yang lain, tapi kamu sendiri malah bahas lagi. Gimana, sih?" Bito tertawa ringan.

"Project yang aku kerjakan, mau di-upload kapan? Sekarang?" imbuhnya.

"Terserah Bu Ketua aja," jawab Deril cepat.

"Ibu negara maksudmu? Cie ...." Bito tidak akan membuang kesempatan untuk meledek. Dia selalu terkekeh-kekeh ketika melihat gaya Deril yang salah tingkah. Lucu. Tidak cocok dengan penampilan Deril yang sangat gaul dan terkesan cowok banget. Ternyata, mental dia langsung mengerut kalau soal Ayung, seperti kerupuk direndam ke kuah soto, kebiasaan Bito.

"Berisik lo!" Deril berdecak kesal.

"Iya, nih! Berisik banget!" Ayung ikutan geram.

"Cie, yang kompak, cie ...." Bito tertawa makin keras.

"Bit, kamu publish sekarang aja konten buatan kamu. Minggu depan giliran Canting. Habis itu, baru aku dan terakhir Deril." Ayung berusaha mengalihkan perhatian.

"Siap, Bu Ketua!" Bito menempelkan tangan di pelipis kanan, seperti prajurit memberi hormat.

"Canting, Deril?"

"Iya, Yung," jawab Canting pelan. Hatinya masih terluka, melihat Bito terus saja menjodohkan Deril dengan Ayung.

"Iya," jawab Deril singkat.

Kanal mereka sudah makin ramai dikunjungi penggemar. Tidak boleh terlalu lama ditelantarkan, tanpa muncul konten baru. Penggemar bisa kabur nantinya. Hal itu yang selalu ditekankan oleh Ayung kepada timnya. Paling lambat sepuluh hari, harus ada yang baru lagi. Itu kalau memang ingin kanal Impossible Escape terus tumbuh subur, seperti jamur di musim penghujan.

"Terus, kenapa kamu diam aja, Bit? Ayo, buruan di-publish!" Ayung yang duduk di sebelah Bito, langsung memukul pelan lengan cowok itu.

"Oke." Bito langsung membuka laptopnya sendiri. Hari ini dia bolos les lagi. Guru privat matematika yang sekarang jadi korbannya. Kalau tidak begini, mana mungkin dia bisa berkumpul bersama tim di rumah tua. Seperti biasa, dia kirimkan ponselnya ke rumah guru les melalui kurir. Dengan demikian, catatan perjalanan dia aman.

"Done!" Bito menjentikkan jari ketika selesai mengunggah videonya di kanal you tube mereka.

"Kita lihat reaksi para penggemar habis ini. Semoga saja mereka suka dan nggak bosan karena lagunya masih sama dengan yang pertama," ucap Canting.

"Aduh, Can! Kamu ini pesimis banget, sih. Lagu Bito itu beda banget sama yang dinyanyiin Deril kemarin." Ayung langsung protes.

"Cover. Bukan lagu Bito! Ralat!" Deril tidak terima kalau itu dianggap lagu Bito.

"Iya, co ... ver!" Ayung berdecak kesal. Dia tidak ingin Bito patah semangat setelah mendengar ucapan Canting tadi. Dia yakin kalau para penggemar pasti akan suka dengan konten baru mereka. Dua lagu itu benar-benar terdengar berbeda. Jadi, orang tidak akan bosan mendengarnya meski diputar berurutan.

"Kita lihat saja nanti. Biar waktu yang menjawab," kata Bito menengahi.

"Lihat!" teriak Ayung sembari menatap ke layar ponsel.

Tidak hanya like yang terus bertambah, tetapi jumlah subscriber kanal mereka juga terus naik setelah Bito mengunggah videonya. Banjir komentar tidak terbendung lagi. Kebanyakan dari mereka memuji wajah menggemaskan Bito. Tentu saja hal itu membuatnya bahagia. Dia yang selama ini di-bully karena tampang cantik serta bentuk tubuh tinggi langsing, kini malah menuai puji, juga puja dari banyak orang. Setiap karya akan selalu punya penikmatnya. Begitu pun dengan karya Sang Pencipta.          

          

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Impossible EscapeWhere stories live. Discover now