Bab 30

19 7 13
                                    

Bito memainkan lagu Deril dengan versi dia sendiri. Ada beberapa improvisasi nada dan polesan gaya bernyanyi yang jauh berbeda. Kalau Deril menyanyikan lagu itu ala anak band dengan suara sedikit serak, Bito justru menonjolkan suara lembut dan ringan untuk didengar. Jadi, semacam lagu pengantar tidur.

"Wah, hebat. Mama suka banget sama lagu yang kamu nyanyikan barusan. Tapi, itu lagunya siapa, ya? Kok, Mama sepertinya baru dengar, Sayang." Carla memuji sambil bertepuk tangan. Dia menarik salah satu kursi di ruang makan agar bisa duduk di samping piano.

"Itu lagu ciptaan teman Bito di sekolah, Ma. Bito suka banget sama lagunya. Jadi, tadi coba bikin dengan versi yang agak berbeda. Keren, kan?" Bito tersenyum lebar.

"Keren banget. Sebatas suka sama lagu, nggak masalah, sih. Tapi, jangan jadi pemusik." Carla mengingatkan anaknya.

"Kenapa, Ma? Kan, jadi pemusik itu halal, bahkan bisa kaya dari sana." Bito mencomot satu lumpur bakar, lalu menggigitnya.

"Cuma sedikit yang sukses di dunia musik. Itu pun nggak akan bertahan lama. Kalaupun hidup mereka terlihat glamour, semua itu karena mereka punya usaha. Bukan dari bermusiknya. Musik, begitu juga dengan cabang seni yang lain, lebih layak dijadikan sekadar hobi dan sarana berekspresi. Kalau untuk jadi profesi, berat!"

"Apa pun ... yang dilakukan ... dengan sepenuh hati," ucap Bito sambil mengunyah, "pasti hasilnya maksimal, Ma."

"Maksimal secara kualitas, iya. Tapi, belum tentu maksimal secara ini." Carla menggesek-gesekkan ujung ibu jari dengan telunjuk. Uang, maksud dia.

"Hidup itu nggak melulu soal uang, Ma," protes Bito.

"Iya, tapi hidup selalu perlu uang, Sayang. Kamu tadi beli lumpur bakar pakai apa? Uang, kan?"

"Bito balik ke kamar, Ma." Cowok itu berdiri, lalu mengantongi ponselnya. Di mata orang dewasa, yang paling penting di dunia ini adalah uang. Tidak ada yang lain. Jadi, percuma saja berdebat dengan mereka.

"Duiiit saja pikirannya." Bito menggerutu di kamarnya.

[Aku punya kejutan buat kalian.] Untuk menghilangkan kesal, Bito mengirimkan rekaman ketika bermain piano tadi ke grup WA yang kini sudah berubah nama menjadi Impossible Escape.

Centang dua berubah jadi biru. Itu artinya, semua anggota grup sudah membaca pesan Bito. Dia menunggu reaksi dari ketiga temannya tentang versi lain dari lagu Deril. Satu menit ... dua ....

[Gila! Ini keren banget, Bit. Ternyata, lo pinter juga main piano. Suara lo juga keren!] Deril jadi orang pertama yang memberikan reaksi.

[Ah, cintaku .... Aku meleleh dengarnya. Pasti kamu nyanyiin itu buat aku, kan? Duh, jangan jadi pengagum rahasia. Jadi pengagum nyata dan untuk selamanya aja, Cinta! I love you. Saranghaeyo. Ich liebe dich. Wo ai ini. Je t'aime.] Ayung langsung menuliskan rentetan kata cinta dalam berbagai bahasa. Dia lepas kendali, lupa dengan janjinya untuk bersikap biasa saja. Suara Bito telah melelehkan rantai yang sedari tadi membelenggu.

[Bito, ini keren banget, lho. Eh, bagaimana kalau kita bikin versi Bito ini juga buat kanal kita sebagai project kedua? Menurutku, versi Deril pakai model Ayung sama temannya. Lebih pas. Yang versi Bito ini, pakai full animasi. Bito bisa bikin adegan yang bikin baper.] Canting juga ikut menanggapi.

Ah, syukurlah. Yang penting kamu suka, Can, ucap Bito di dalam hati.

[Nggak bisa! Yang dinyanyiin sama Bito ini jauh lebih romantis dan lembut. Jadi, lebih cocok aku sendiri yang tampil di sana!] Secepat kilat, Ayung langsung membantah.

Canting terkekeh-kekeh di dalam hati. Dia lupa kalau Ayung begitu terobsesi sama Bito. Tidak mungkin cewek itu mau melepas begitu saja kesempatan yang ada.

"Apa versi gue kurang romantis, Yung?" Deril menatap ke arah Ayung. Mereka bertiga masih duduk santai di rumah tua.

"Romantis, sih. Tapi ... ini beda buat aku. Soalnya, yang nyanyi kan Bito, Der," jawab Ayung, tanpa rasa bersalah sama sekali. Dia tidak tahu kalau jawaban barusan telah menancapkan sembilu tajam ke hati Deril.

"Oh, gitu ...." Deril langsung tersenyum kecut sambil manggut-manggut. Dia paham sekarang. Hati cewek gebetannya itu ternyata sudah ada yang punya.

[Nggak! Aku mau video klipnya full animasi buatan sendiri. Anggap saja ini project-ku untuk kanal kita. Kan, project bersama yang pertama saja. Yang ini, aku garap sendiri semuanya.] Bito buru-buru menanggapi.

"Tuh, kan!" Ayung berseru kesal. "Bito selalu gini, deh."

"Sabar, Yung. Pelan-pelan kalau mau dapetin Bito." Canting tersenyum tipis melihat sifat manja Ayung.

"Lho, kalian belum jadian?" Ada binar di mata Deril. Letupan kecil yang coba dia sembunyikan dari siapa pun.

"Segera!" Ayung menjawab ketus.

Masih ada kesempatan buat gue. MInta tolong Canting, ah, batin Deril.

[Canting juga harus kasih puisi, sama seperti di versi Deril, ya.] Bito mengirimkan pesan lagi.

"Enak aja!" Ayung langsung cemberut.

[No! Kan, ini PROJECT KAMU SENDIRI!] Ayung sengaja membalas dengan huruf balok sebagai penegasan.

Melihat ada kesempatan untuk mengutak-atik hubungan antara Ayung, Canting, dan Bito, Deril langsung menerobos masuk.

[Versi Bito jauh lebih kalem daripada punya gue. Jadi, keknya emang lebih cocok buat dipasangin sama puisinya Canting. Gue setuju banget sama pemikiran Bito. Please, deh. Kita profesional aja menilainya, ya. Jangan bawa-bawa emosi pribadi.] Di akhir kalimat, Deril menambahkan stiker wajah kuning tersenyum dan dua jari tangan yang terangkat, membentuk huruf V. Dia yakin kalau semua orang di grup itu pasti paham apa yang dia maksud.

Deril memindai sekilas ekspresi Ayung yang langsung berubah setelah membaca pesan di grup barusan. Dia tidak bermaksud untuk melukai hati cewek pujaan hati. Dia hanya ingin Ayung segera berhenti salah mencintai. Sudah jelas kalau Bito lebih suka sama Canting, bukan Ayung. Deril tidak ingin melihat Ayung makin terluka. Toh, masih ada dia yang siap menerima cintanya.

[Aku terserah Canting aja.] Ayung menjawab pasrah.

Seutas senyum langsung terbit di wajah tampan Deril. Begitu juga dengan Bito di seberang sana. Namun, tidak dengan Canting.

[Project itu kan project tunggal Bito. Dia bikin cover dari lagunya Deril. Jadi, aku nggak mau ikut campur.] Setelah menulis pesan tersebut, Canting menyalin kalimat Bito sebelumnya. [Yang ini, aku garap sendiri semuanya.]

Deril langsung beralih menatap Canting di sebelahnya. Cewek itu menunduk dalam-dalam. Dia belum siap kalau Deril sampai tahu tentang perasaannya. Dia masih menunggu bantuan Ayung untuk bisa jadian sama Deril. Itu pun kalau Deril juga suka sama dia. Kalau tidak ....

[Sori, Bro. Berarti ... lo garap sendiri project itu, ya. Tapi, kalau lo mau brainstorming, kasih tahu kita.]

]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Impossible EscapeWhere stories live. Discover now