Bab 31

16 6 3
                                    

Selama beberapa hari Bito sibuk dengan project dia sendiri, membuat cover dari lagu Deril. Dia dibantu guru pianonya yang dengan sabar mengawal rekaman hingga proses editing selesai. Bukan hal sulit bagi Bito untuk berkarya secara profesional karena dia punya banyak uang. Dikerjakan satu minggu sekali sesuai jadwal les piano, project pribadi itu akhirnya kelar juga, hampir bersamaan dengan project bersama.

Di sela-sela waktu, Bito tetap mengerjakan animasi untuk project bersama dengan tiga teman yang lain. Selebihnya, Ayung lebih dominan mengawasi dan mengerjakan semua prosesnya. Rekaman Deril dan suara Canting, jelas tidak butuh waktu lama. Proses editing dikerjakan di studio yang sama dengan yang dipakai Bito untuk project pribadinya. Jadi, lebih mudah berkoordinasi.

Bito memang harus bekerja keras setiap malam. Setelah memastikan kalau orang tuanya sudah tidur, baru dia berani menyalakan laptop dan mulai utak-atik, membuat animasi. Kegiatan yang sangat menyenangkan meskipun cukup melelahkan. Dia harus memangkas tiga jam jatah tidurnya setiap hari. Namun, semua itu terbalaskan dengan hasil yang sangat memuaskan.

"Keren! Perfect banget ini!" Mata Ayung berbinar-binar. Mereka tengah melihat hasil utuh karya bersama setelah polesan akhir di laptop Deril.

"Gue juga puas banget sama video klip kita ini. Lo cantik banget, Yung," puji Deril sembari menatap Ayung, tepat di sebelah kanan.

"Ambil saja, Bro! Jangan kasih kendor!" Bito menyemangati sambil tertawa. Dia juga puas dengan hasil karya mereka itu. Meski pemula, tidak terlalu memalukan. Lagi pula, ada campur tangan beberapa orang yang sudah profesional dalam proses pembuatannya.

"Apaan, sih! Deril, jatah kamu itu Canting. A sama B, C sama D!" protes Ayung yang langsung pindah duduk, tidak mau lagi di dekat Deril.

"Aish! Mainstream banget itu. A sama C, B sama D. Oke, Bro?" Bito langsung membantah.

Sementara tiga teman saling bercanda, Canting malah diam saja. Mungkin mereka bisa tertawa, bahkan menertawakan perasaan sendiri. Namun, tidak bagi cewek sesensitif Canting. Dia tidak mau sebercanda itu dengan hatinya. Hati yang selama ini dia jaga, hanya untuk satu nama.

"Eh, Can, gimana menurut lo? Bagus nggak?" Deril selalu perhatian dan bersikap lembut kepada Canting, bahkan jauh lebih lembut daripada ke Ayung. Canting itu seperti adiknya sendiri meski usia mereka tidak jauh berbeda.

"Bagus. Aku suka. Sangat suka." Canting menjawab sambil tersenyum. Tatapannya tetap terarah ke layar laptop. Mana berani dia menoleh ke arah Deril. Selama ini dia hanya berani mencuri pandang, tidak mau berpapasan tatap.

"Ekspresi kita juga semuanya pas. Nggak berlebihan sama sekali," ucap Bito yang matanya kembali terpaku ke layar laptop.

Empat anggota Impossible Escape muncul secara bergantian, meski sebagian hanya sepintas lewat. Tentu saja, Ayung sebagai model utama di video klip itu yang paling mendominasi. Pada akhirnya, tidak ada model lain di video klip itu selain empat personil Impossible Escape. Menurut sang sutradara, toh tidak banyak adegan sulit. Jadi, cukup mereka berempat saja. Perkara setting pun tidak mengambil tempat lain. Cukup rumah tua itu saja, sesuai realitanya. Bangunan itulah yang menyatukan mereka. Di sanalah, Impossible Escape terlahir.

Mereka juga tidak perlu jadi orang lain atau memerankan sosok yang berbeda. Cukup jadi diri sendiri dengan kebiasaan serta keunikan masing-masing. Ayung yang ceria dan penuh percaya diri. Sosok canting yang tertutup dan terkesan malu-malu. Deril yang cool, cuek, tetapi sangat menggoda. Lantas, ada Bito yang terlihat smart, cute, dengan wajah khas oriental, favorit remaja zaman now!

"Kenapa harus pakai model lain kalau kalian saja sudah lebih dari cukup untuk menaklukkan para penggemar?" kata sang sutradara waktu itu.

Ayung harus berjuang mati-matian demi mengubah penampilan Canting agar bisa lebih sedap direkam kamera. Wajah Canting yang tidak pernah diurus, tampak berminyak dan berkilau di depan kamera. Belum lagi rambut lepeknya, terkesan kumal, seperti berminggu-minggu tidak dicuci.

Project bersama telah membuat hubungan mereka makin lama makin dekat. Mereka saling mengisi dan berbagi informasi. Tidak hanya hal yang berkaitan dengan karya. Apa saja. Berdandan, misalnya. Canting belajar banyak dari Ayung tentang cara merawat diri.

"Mau di-upload sekarang?" Deril melempar pandangan ke Ayung.

"Boleh," jawab Ayung singkat, lalu kembali mendekat.

"Bentar, gue atur dulu." Tangan Deril dengan lincah menekan mouse. Sesaat kemudian .... "Siap!"

"Bismillah, ya Allah," ucap Ayung sambil menutup mata.

"Eh, ada syaiton berdoa. Jarang-jarang lho ini," ledek Bito sambil terkekeh-kekeh.

"Cinta!" teriak Ayung manja.

"Ssst! Ini momen penting, lho. Kok, kalian malah berantem. Berisik! Jadi nggak, nih?" Deril berteriak marah.

"Santuy, Bro. Cool, calm, and confidence. Cus, ladubkan!" Bito mengacak rambut Deril, membuat cowok itu makin kesal. Ladubkan merupakan bahasa gaul khas Kota Malang, berasal dari kata budal atau berangkat, yang dibaca terbalik.

"Lo mau mati kapan? Sekarang apa nanti?" ancam Deril sambil memelotot.

"Aku belum kawin, Bro. Nanti dululah." Bito tertawa ngakak. Beberapa minggu mengenal Deril, dia sudah cukup paham kalau cowok itu cuma garang di luarnya saja.

"Buruan upload! Habis itu aku promo di medsos sama ngabarin teman-teman," desak Ayung.

"Siap! Satu ... dua ... tiga!" Deril menekan tombol publish.

Detik berikutnya, mereka sudah sibuk menyebarkan link kanal Impossible Escape kepada teman-teman dan diunggah ke semua media sosial yang mereka punya. Dari awal memang sudah sepakat untuk gencar promo ke siapa pun yang mereka kenal. Beban berat sebenarnya untuk cewek pendiam dan tidak punya teman seperti Canting. Namun, dia juga tetap berupaya.

Tidak sulit bagi Deril dan Ayung yang sudah punya banyak follower di media sosial untuk menggiring penggemar mereka menuju kanal Impossible Escape. Hanya dalam hitungan menit, yang menekan tombol subscribe terus bertambah. Komentar-komentar baru juga terus masuk, memuji konten pertama mereka. Ayung langsung mengambil alih laptop dari tangan Deril dan mulai membalas semua komentar dengan antusias.

"Apa nggak sebaiknya kita balas komen mereka dari akun pribadi? Ya, setidaknya biar ada interaksi antara pemirsa dengan masing-masing dari kita. Bagaimana?" Bito memberikan usulan.

"Ide bagus. Tapi, admin Impossible Escape juga tetap harus muncul dan nanggepin. Kalau nggak, nanti dikira akun ini nggak diurus," jawab Ayung.

"Sip. Aku meluncur, balas komen mereka pakai HP." Bito langsung menarikan jemari di ponselnya sendiri.

"Aku juga." Canting tidak mau ketinggalan. Kalau hanya membalas komentar, dia juga bisa.

Komentar terus masuk, bertubi-tubi. Ada yang memuji lagunya, ada yang terkesima dengan liriknya, sebagian lagi malah terjerat pembacaan puisi di awal video klip. Lebih lucu lagi ketika beberapa orang malah menyoroti ketampanan serta kecantikan para model kontennya. Sebentar lagi, akun pribadi Bito dan Canting di media sosial, juga pasti diserbu penggemar. Siap-siap saja!      

 Siap-siap saja!      

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Impossible EscapeWhere stories live. Discover now