Bab 27

27 7 27
                                    

Canting terlihat ragu. Dia tidak cukup percaya diri untuk jadi satu kelompok bersama mereka. Dibandingkan dengan Bito dan Ayung, jelas dia kalah jauh, baik itu tampang maupun kepopuleran. Dia merasa tidak punya kelebihan apa-apa. Dengan Deril juga, tetapi dia masih bisa merasa nyaman kalau bersama cowok satu itu.

"Ayolah, Can. Deril itu lumayan populer di sekolah kita, apalagi aku. Kami bisa gabungin para fans untuk segera subscribe di channel kita. Karena semua konten dikonsep berempat, pasti bakalan keren, kok." Ayung masih terus membujuk.

"Masing-masing dari kita punya kelebihan dan kekurangan. Di situlah gunanya tim. Kita bisa saling mengisi." Bito turut menambahkan.

"Udah, lo setuju aja. Sama gue ini." Deril menepuk pelan bahu Canting, membuat cewek itu langsung tersipu.

"Ya, sudah. Aku mau," jawab Canting malu-malu.

Ayung dan Bito langsung bersorak. Dua kepribadian ekstrover, kalau bertemu pasti seperti itu. Bito dominan di koleris, sementara Ayung sanguinis murni.

"Kasih waktu tiga hari, aku bakal siapin tim untuk cameraman dan lain-lain. Sekarang, kita harus save nomor HP masing-masing biar gampang koordinasinya. Der, aku minta nomor HP kamu. Yang lain aku udah punya." Ayung bergerak cepat.

Deril menyebutkan sederetan angka dan segera disimpan oleh Ayung dan Bito. Dua orang itu juga langsung mengirimkan pesan agar Deril bisa menyimpan nomor mereka. Jemari Ayung terus saja menari, membuat grup WA dan langsung memasukkan ketiga temannya itu.

"ABCD? Nama grupnya kok itu, Yung?" Bito tertawa geli.

"Sementara, sampai nemu nama yang lebih cocok buat kelompok kita. Kalian pada nyadar nggak sih, huruf depan nama kita itu berurutan. ABCD." Ayung tampak bersemangat.

"Eh, masa? Ayung, Bito, Canting, dan Deril. Eh, iya!" Bito tertawa lagi.

"Itu tandanya ... kita memang jodoh. Ayung sama Bito, Canting sama Deril. Hore!" Ayung bersorak riang.

"Aish! Ngadi-ngadi. Bagaimana kalau jodohnya silang?" protes Bito yang langsung memelotot ke arah Ayung.

"Silang? Kamu sama Deril dan aku sama Canting, gitu? Idih, ogah, ah! Nggak seru!" Ayung bergidik ngeri.

"Bukan! Dasar, Koala! Aku sama Canting, kamu sama Deril. Kan, kalian sama-sama gaul dan populer. Jadi, cocok!"

"Berisik! Pada alay!" tukas Deril.

"Kalau kalian masih ribut aja, gue nggak jadi ikutan," imbuh cowok itu lagi sambil berdiri.

"Eh, tunggu, Der! Iya, kami nggak bakal ribut lagi, kok." Ayung secara spontan langsung memegang tangan Deril. "Sekarang ... gimana kalau kita mulai cerita soal diri dan kehidupan kita masing-masing. Bahasa kerennya, nanti bakal ketemu benang merah tak kasat mata yang menghubungkan kita. Dari situ nama kelompok bisa diambil."

Deril kembali duduk. Dentum detak di rongga dadanya, mulai kehilangan ketukan. Keteraturan absolut yang selama ini bertahan secara alami, tiba-tiba saja musnah hanya karena sentuhan tangan seorang cewek. Deril sebenarnya sudah lama memendam rasa. Dia sering melirik ke arah Ayung ketika mereka sama-sama makan di kantin.

Canting tidak tahu bahwa lagu Deril yang telah dia buatkan lirik kemarin, sebenarnya terinspirasi dari sosok Ayung. Rasa itu demikian dalam hingga Canting bisa menerima sinyal dengan baik dan membuat syair tentang pengagum rahasia. Benar-benar pas dengan apa yang dipikirkan oleh sang pencipta lagunya.

"Aku duluan yang cerita, ya." Sebagai pemimpin yang baik, Ayung mendahului langkah. Sejurus kemudian, meluncurlah kisah hidup serta perasaan yang selama ini dia pendam. Bito sudah mendengar sebagian cerita saat mereka tadi makan siang. Versi kali ini lebih lengkap dari sebelumnya.

Impossible EscapeWhere stories live. Discover now