44. Shut up

Mulai dari awal
                                    

"Tidur aja yuk!" ajak Dinda pada Yuni.

"Ini kalo gak ngebosenin, gue bisa-bisa gak tidur semalaman," sinis Yuni.

Dinda mengangguk. "Tidur aja makanya."

"Gue juga kak, udah ngantuk," sahut Manda yang mendengar percakapan mereka.

Dinda mengangguk. "Ayok."

Mereka berdiri, di ikuti Yuni dengan meninggalkan ruang tv dengan setengah hati.

"Duluan ya Sya," pamit Manda. Syasha hanya mengangguk pelan. Setelah mereka bertiga pergi, Syasha terus merapat pada tubuh abangnya, suhu di bukit Boston benar-benar sangat dingin.

Sudah tak terhitung dia mengusap kulitnya sendiri karena kedinginan.

"Mau tidur sama Abang?" tanya El dengan suara pelan.

Syasha yang bersandar di dada bidangnya, menggeleng, dia tidak ingin berpisah dengan Manda. Apalagi menjadi bahan ghibahan kakak kelasnya yang sering memandangnya iri.

"Syasha mau tidur bareng-bareng."

El mengangguk pelan. Syasha mulai menyaksikan Celo dan Dafi yang mulai bertanding, disisi mereka ada Fian yang sudah berbaring seraya menyemil makanan yang tersaji. Sedangkan Arga, memilih keluar untuk merokok.

Dewa dan Dafa, hanya bermain ponsel di sofa lantai.

"Ini kalo gue menang, gue dapet apa?" tanya Celo sambil serius bermain.

"Terserah."

Jawaban singkat namun banyak makna itu membuat Celo semakin bersemangat untuk mengalahkan suhunya games, Dafi tentu menanggapi santai, tidak terlalu berlebihan untuk menjadi pemenang. Karena dia percaya bahwa ia akan menang.

"Dingin banget kampret!" Fian mengeram didalam selimut tebal.

"Tidur Sono lo!" Dafa menyahut walau matanya masih mengarah pada ponsel.

"Dih najis, kek gadis aja tidur siang."

"Alah sia boyyy," cibir Dafa seraya menaruh ponselnya. "Lo lagi sekarat masih aja songong."

"Nyawa gue ada sembilan."

Dafa melempar bantal sofa ke arah Fian pelan.  "Gue tidur di kamar utama," ucapnya tiba-tiba yang membuat Fian menoleh cepat.

"Gue kan sakit, kamar itu khusus buat gue dong!"

Dafa melotot. "Apa-apaan anjir, emang kalo tidur disana langsung sembuh sakit lo?!" Dafa ngegas tak terima.

"Ya gak juga sih, tapi kan biar gue nyaman."

Dafa menggeleng keras. "Gak bisa, gue duluan."

Setelah itu, Syasha dan El jadi menyaksikan perdebatan antara Dafa dan Fian. Hingga beberapa menit, Arga datang melempar keduanya bantal sofa yang entah dapat dari mana.

BRUGH!

"ANJING ARGA!"

El memutar matanya malas, tangannya dengan sigap menutup telinga adiknya walau tahu usahanya percuma. Karena suara mereka sangat menggema didalam villanya.

"Tidur, Abang anterin." El menarik wajah adiknya agar menatapnya.

Syasha diam sejenak. Bingung. Pasalnya ia belum ngantuk sama sekali.

"Mau minum susu," pintanya tiba-tiba.

El yang baru ingat dengan rutinitas malam adiknya segera duduk lebih tegap membuat Syasha pun ikut terduduk dan tidak lagi bersandar.

"Daf," panggil El tiba-tiba.

Dafa yang masih adu mekanik dengan Fian dan Arga tak bisa mendengar. El mendengus, lalu mencoba sabar dengan memanggilnya lebih keras. Dan Dafa tidak mendengar. Hingga beberapa menit berlalu, Dafa tiba-tiba saja melempar bantal sofa ke arah Fian yang rebahan.

Syasha (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang