32. Problem Is Coming

Start from the beginning
                                    

"Gapapa Bik."

"Sayang banget kalau dibuang. Ini juga perhiasannya pasti mahal." Nung menatap cokelat serta kotak perhiasan yang ia pegang.

"Non tau gak. Bapak dari sore nungguin Non. Buat ngasih cokelat sama perhiasan ini, tapi Non nggak pulang-pulang."

"Coba Non pikirin, siapa yang nggak marah udah dibelikan cokelat, ditunggu sampe malem tapi orang yang ditunggu tak kunjung datang. Bapak pasti kecewa." Penjelasan Nung membuat Luka merasa semakin bersalah.

"Ini Non." Nung memberikan cokelat serta perhiasan itu ke tangan Luka. "Bibik nggak bisa buang karena mahal. Bibik denger dari bodyguard Pak Angkasa harganya 21 miliar." Luka melotot mendengar harga cokelat yang ia pegang. Pantas saja jika Angkasa marah kepadanya.

"Saya permisi Non, mau nyiapin makan malam."

***

Angkasa memegang gelas wine. Ia sedang berdiri di depan kaca yang mengarah ke pemandangan malam di kota. Tangannya dengan pelan menggoyangkan gelas wine meneguknya perlahan, menikmati rasa pahit dan manis bersamaan.

Tok tok tok

"Om, aku masuk ya." Luka memutar knop pintu, ia melihat kondisi kamar Angkasa yang remang-remang namun Luka tetap bisa melihat punggung tegap Pria itu di depan sana. Luka meletakkan cokelat serta perhiasan ke atas meja lalu melangkah mendekati Angkasa.

"Keluar." Tinggal tiga langkah lagi Luka akan sampai di samping Angkasa namun suara bariton milik Angkasa membuat Luka membeku ditempat.

"Om. Ak-aku aku minta maaf." Setelah mengumpulkan keberanian Luka akhirnya berani berucap.

"Aku tau aku salah. Aku pulang telat. Aku nggak cek hp. Aku minta maaf. Aku nggak bermaksud buat Om nungguin aku selama itu, aku tau Om pasti kesel."

Ketika Luka berhenti berbicara hanya terdengar suara dentingan es batu dari dalam gelas wine yang Angkasa pegang.

"Makasih Om udah beliin aku cokelat, tapi aku ngerasa itu terlalu mahal buat aku."

"Lalu, apakah saya harus membeli cokelat murahan untukmu?" Akhirnya Angkasa berbicara juga.

"Bu-bukan gitu maksud aku."

"Tapi... itu terlalu mahal. Om harusnya nggak usah ngeluarin uang sebanyak itu cuma buat aku."

"Suka-suka saya yang punya uang saya."

Luka mulai jengkel. Niatnya ke sini untuk meminta maaf agar suasana hati Angkasa tidak marah lagi, namun kenapa sekarang ia yang merasa ingin marah.

"Ya udah terserah. Pokoknya aku minta maaf sama Om." Luka berbalik ingin keluar dari kamar Angkasa namun sepasang tangan kekar melingkar dipinggangnya.

"Mau ke mana?" Suara Angkasa terdengar seperti rengekan.

"Mau ke kamar."

"Kamu gak akan saya maafin."

"Kok gitu?"

Angkasa melepaskan pelukannya, ia dengan pelan membalik tubuh Luka agar mereka bisa berhadapan, saling memandang satu sama lain. "Saya bakalan maafin kamu, tapi dengan satu syarat."

Luka memicing curiga. "Jangan berpikiran mesum dengan otak kecilmu itu." Angkasa menjitak kening Luka pelan membuat sang empunya refleks memegang keningnya sambil memanyunkan bibir beberapa centi ke depan.

"Aku nggak mikir mesum," elak Luka.

"Ya udah apa syaratnya?"

"Saya minta maaf soal tempo hari." Angkasa mengatakannya secepat kilat.

Luka diam mendengarkan ucapan Angkasa dengan baik. "Saya nggak akan nyi-"

Luka cepat-cepat membungkam mulut Angkasa sebelum Angkasa merapungkan kalimatnya. Ia merasa ada telinga yang sedang mendengarkan percakapan mereka. Luka mendekat ke arah pintu dan segera membukanya. Orang yang berada di depan pintu kaget ketika pintu dibuka begitu pun dengan Luka ia tak kalah kaget bahkan matanya sampai melotot ketika mengetahui Orion ada di sini.

"Orion." Kaget Luka.

"Lo. Kenapa lo bisa di sini?" tanya Orion penuh selidik, sebenarnya Orion juga kaget mengetahui Luka berada di mansion Papanya.

"Oh... gue ngerti sekarang. Jadi ini alasan lo nggak mau dianter sampe rumah, lo bilang lo pergi ke tempat kerja, lo bohongin gue ternyata lo sekarang tinggal di mansion Bokap gue."

"Di bayar berapa?" tanya Orion menelisik tubuh Luka dari atas sampai bawah. Pertanyaan Orion seketika menusuk hati Luka. Perih. Apa Orion pikir dirinya serendah itu?

"ORION!" tegur Angkasa menatap tajam putranya.

"Apa!" tantang Orion membalas tatapan Papanya.

"Tadi Papa bilang Apa? Papa nggak bakal nyi, nyi apa?" Orion bertanya penuh selidik.

"Maksud Om eh maksud Papa kamu dia nggak bakal nyita barang aku," sela Luka.

"Gue nggak nanya lo!" ketus Orion

"Orion ... aku bisa jelasin-"

"Jelasin kalo lo ngejual tubuh sama Papa gue? Kalo lo kekurangan duit bilang, gue bisa kasih berapa pun yang lo mau." Sinis Orion menatap Luka, perkataan Orion dengan telak menyatiki perasaan Luka ia menatap Orion tak percaya bahwa cowok itu akan berpikir ia menjual tubuhnya.

"Ada apa kamu kemari?" potong Angkasa menatap Orion.

"Apa saya perlu izin untuk datang ke sini?"

"Bukan begitu maksud Papa, Orion." Angkasa berucap pelan menanggapi sikap Orion.

"Ayo bicara di bawah," ajak Angkasa.

"Gak perlu!" Orion beralih menatap Luka dengan tatapan dinginnya. "Gue tunggu penjelasan lo di sekolah besok."

"Den, gak makan malam dulu," panggil Ning ketika Orion berjalan keluar dari mansion. Orion megabaikan panggilan Ning.

 Orion megabaikan panggilan Ning

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tim Papanya spam 🌹→

Tim Anaknya spam🌷→

Tim Temennya spam🌻→

Spam next di sini→

1k komen untuk update selanjutnya🔥

Saya jadi bingung, Luka mau dipasangkan sama siapa? Coba komen sama siapa cocoknya→

About Everything [END]Where stories live. Discover now