22. Bullying Again

14.4K 1.9K 1.2K
                                    

Di sebuah mansion mewah terlihat seorang pria baru saja menuruni tangga menuju lantai dasar, setelan jas dark blue licin begitu sempurna membalut tubuh seksinya dan ia selipkan pula satu tangannya ke dalam saku celana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah mansion mewah terlihat seorang pria baru saja menuruni tangga menuju lantai dasar, setelan jas dark blue licin begitu sempurna membalut tubuh seksinya dan ia selipkan pula satu tangannya ke dalam saku celana.

"Selamat pagi, Pak," sapa sang pelayan.

Angkasa melihat sekilas sembari mengangguk singkat dan tersenyum tipis kepada pelayan itu. Langkahnya lebar menuju meja makan, kemudian duduk di sana dan segera memakan sarapan yang telah dibuat untuknya.

Seorang pelayan datang mendekat lantas menyerahkan iPad pria itu dengan sikap hormat yang langsung disambut oleh Angkasa. Angkasa menghidupkan benda tersebut untuk memeriksa pekerjaannya.

Suara bel berhasil menghentikan pergerakkan Angkasa untuk sesaat sebelum akhirnya pria itu meletakkan iPad-nya ke atas meja.

"Sebentar Pak biar saya periksa." Sang pelayan segera beranjak dari tempatnya untuk melihat siapakah yang datang sepagi ini?

"Eh, Non, mau ketemu, Pak Angkasa?"

"Iya, Bi," balas Luka seadanya. Karena memang tujuannya ingin bertemu Angkasa.

Sang pelayan mempersilakan Luka masuk serta membawanya menemui Angkasa di ruang makan. "Pak, ini ada Nona yang kemarin. Kalau begitu saya ke belakang dulu," pamit sang Pelayan.

Luka menatap sebentar kepergian sang Pelayan lalu beralih menatap Angkasa yang sedang santai mengunyah roti. "Ada apa?" tanya Angkasa tanpa mengalihkan pandangan dari ipadnya.

"Om. Um, uang sekolah aku harus dibayar hari ini." Luka berucap pelan seraya melirik pria itu, lantas menundukkan kepalanya.

"Bukannya seminggu lagi?" tanya Angkasa sedikit heran.

"Aku juga nggak tau, tiba-tiba pagi ini aku mendapat pesan dari pihak sekolah harus dibayar hari ini," terang Luka jujur.

Angkasa diam sejenak, sebenarnya ia penasaran kenapa pihak sekolah mendesak Luka untuk segera membayar? Seakan-akan disengaja agar Luka tidak mampu membayar lalu dikeluarkan.

"Hm, akan saya bayar," jawab Angkasa santai.

Wajah Luka langsung berseri. "Makasih, Om." Luka sangat senang, sungguh.

"Kalau gitu aku permisi."

"Siapa yang menyuruh kamu pergi? Duduk," perintah Angkasa.

"Temani saya sarapan," sambungnya.

Luka tidak menolak ia duduk dikursi sesuai perintah Angkasa, Luka menatap nasi goreng di atas meja makan serta beberapa sandwitch yang terlihat enak. "Kamu sudah sarapan?" tanya Angkasa. Luka menggeleng pelan.

About Everything [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang