32. Problem Is Coming

Start from the beginning
                                    

***

Hari semakin sore. Luka dan Orion masih duduk ditepi laut. Debur ombak pelan menjadi saksi keheningan diantara mereka. Matahari berwarna orange perlahan ternggelam dibalik laut biru nan luas, seakan-akan laut menelan matahari itu. Begitu indah. Beberapa menit moment Luka dan Orion menatap sunset bersama berlalu hingga mereka memutuskan untuk pulang.

"Kenapa?" tanya Orion heran karena Luka memintanya berhenti.

"Aku turun di sini aja," ucap Luka.

"Udah malem." Orion menatap datar ke arah Luka.

"Gapapa, aku turun di sini aja. Lagian aku nggak pulang ke rumah, aku harus ke tempat kerja. Kamu pulang aja." Luka berbohong, ia sudah tidak bekerja lagi direstoran semenjak pindah ke mansion Angkasa, semuanya karena Angkasa, pria itu dengan sengaja menelpon manager tempat Luka bekerja agar memecat Luka.

"Oke. Gue balik." Orion melaju meninggalkan Luka di halte sendirian.

"Gue bakalan cari cara biar lo nurut sama gue."

Luka membuka tasnya. Ia melihat ponsel yang hanya tersisa baterai sebanyak 2%, terlihat ada tiga panggilan tak terjawab dari Angkasa.

"Mati aku."

"Gimana kalo Om Angkasa marah sama aku karena pulang malem."

Luka segera berlari menjauhi kawasan halte. Ia melihat ojek yang sedang mangkal dan meminta ojel tersebut mengantarkannya ke tempat tujuan. Sepuluh menit Luka tiba di depan mansion Angkasa. Ia melepaskan helm serta memberikan uang kepada Kang Ojek, tak lupa ia juga mengucapkan terima kasih sebelum berlari masuk ke dalam mansion.

"Dari mana kamu?" Angkasa meletakan cangkir kopinya ke atas meja. Ia berdiri mendekati Luka dengan tangan satunya di dalam saku celana. Angkasa menatap tajam gadis di depannya.

"Eum... itu ... tadi aku pergi sama temen." Luka menunduk sambil menjawab pelan hampir seperti bergumam.

"Sama teman? Setahu saya kamu tidak punya teman." Selidik Angkasa.

"Kamu tau jam berapa sekarang?"

Luka merasa aura mencekam di sekelilingnya. Setiap kalimat yang Angkasa katakan mampu membuatnya merasa terintimidasi. Bagaikan seorang istri yang ketahuan selingkuh Luka tak berani berkutik dari tempatnya berdiri barang satu inchi pun.

"Sepertinya saya terlalu lembut sama kamu, sehingga kamu mulai membangkang." Angkasa berbalik mengambil kotak hitam yang sedari sore ia pandang dengan senyum manisnya.

"NUNG!" teriak Angkasa.

"Iya Pak." Nung berlari ketika mendengar teriakan tuannya itu. Tidak biasanya majikannya berteriak marah saat memanggilnya.

"Ini, kamu buang dan bakar. Saya rasa seputusan saya membeli barang ini tidak ada gunanya." Angkasa marah bukan tanpa sebab. Ia sudah menunggu Luka dari sore bahkan menelpon gadis itu namun telponnya tidak diangkat. Ia marah, kesal, sekaligus khawatir jika Luka kenapa-napa. Ia juga cemburu melihat Luka pergi bersama putranya.

Angkasa dengan langkah tegap berbalik menuju lift, pergi ke atas. Luka baru berani mengangkat kepalanya setelah Angkasa pergi. "Non gapapa?" tanya Nung.

About Everything [END]Where stories live. Discover now