102. I Think Always About What I Should Do

6 3 0
                                    

Pagi harinya, keadaan di meja makan yang terasa hangat, dan lengkap

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Pagi harinya, keadaan di meja makan yang terasa hangat, dan lengkap. Namun, tidak dengan suasana di antara mereka, yang saling terdiam sambil menikmati sarapan.

Hingga, salah satu dari mereka membuka suara, untuk menghilangkan keheningan. "Mah, besok bisa menghadiri acara empat puluh harinya kak Haruto, di rumah ayah?"

Perempuan yang duduk di depan Bella, meletakkan sendok dan garpu ke piring dengan kasar. "Mamah, sibuk. Jadi, nggak bisa menghadiri acara itu."

Kening Bella berkerut, ia menaruh roti lapisnya kembali di atas piring. "Kenapa Mamah nggak pernah ada waktu buat kak Haruto? Bahkan, sampai kak Haruto meninggal pun Mamah masih belum bisa meluangkan waktu, buat ke pemakamannya."

"Bella, kamu harus tau posisi Mamah sekarang. Mamah, nggak cuman ibu rumah tangga di keluarga ini, tapi Mamah juga udah bekerja di perusahaanya papah kamu."

"Bella, acara empat puluh harian itu nggak terlalu penting. Lagian, kalo Mamah kamu ada waktu pasti ...." Perkataan seorang laki-laki yang duduk di sampingnya, terpotong oleh Bella.

"Nggak penting kata papah?" Bella mengangguk, kemudian menatap Maya sebagai mamah kandungnya itu.

"Kalo pun Mamah ada waktu, pasti Mamah gunakan buat shopping ke mall sama temen-temen Mamah itu. Apa Mamah pernah ada waktu buat kak Haruto? Buat dateng ke pemakamannya aja, Mamah nggak sempet 'kan waktu itu?"

Maya menghela napas panjang, mencoba meraih tangan Bella yang tergeletak di atas meja. Namun, lebih dulu dialihkan oleh Bella. "Hari itu Mamah benar-benar sibuk di kantor, banyak klien yang mengajak meeting secara mendadak. Jadi, Mamah nggak bisa dateng ke pemakaman kakak kamu."

"Bella, nggak memaksa Mamah buat dateng kok. Bella cuman kasih tau itu ke Mamah, supaya Mamah inget sama kak Haruto. Bagaimana pun, dia kakak kandung Bella, dan masih jadi anak Mamah!" tandas Bella berdiri dari duduknya, lalu melirik Kevin yang merunduk diam.

"Bella, berangkat sekolah dulu." Tas yang berada di kursi sebelah, diambil Bella dan segera ke luar rumah.

"Kevin, juga berangkat dulu," susulnya mengejar Bella yang masih berdiri di depan gerbang, sedang kebingungan mencari kendaraan untuk menuju ke sekolah.

"Lo ke sekolah naik apa?" tanya Kevin, karena supir pribadi di rumah itu hanya dikhususkan untuk Gunawan; ayah kandung Kevin.

"Ayo, gue anter," ajak Kevin meraih pergelangan tangan Bella.

"Gue bisa naik bus ke sekolah, Kak!" tolak Bella melepaskan tangannya, dari genggaman Kevin. Lantas, Bella berbalik dan melangkah pergi.

Buru-buru Kevin menaiki sepeda motor sportnya, untuk menyusul kepergian Bella. Tin! Suara klakson motor itu, telah menggugah lamunan Bella di sepanjang jalan menuju ke halte bus, yang terletak sangat jauh dari rumahnya.

"Lo jangan bodoh, Bell. Mau jalan berapa kilometer lagi buat naik bus, hah?!" Kevin memelankan laju motornya, supaya dapat mengikuti langkah Bella.

Kemudian, motor itu berhenti. Tangan Kevin lagi-lagi menyergah Bella, hingga kedua kaki itu diam di tempat. Lalu, Kevin turun dari motornya setelah menstandarkan motor itu. Dengan posisi masih menggunakan helm full face, dan tubuhnya yang dibalut jaket kulit hitam. "Gue minta maaf, ya."

DIFFERENT to be SPECIAL || TREASURE [ REVISI ]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin