26.

30.1K 2.3K 168
                                    

"Bisakah kau lepaskan pelukanmu, Maia?" Brianna berucap pada sahabatnya yang sejak sepuluh menit lalu memeluknya sambil berurai airmata. "Dua orang dibelakangmu sudah bosan menunggu, Maia." Brianna melirik dua pria bertubuh tegap, memakai baju serba hitam, yang merupakan orang suruhan Zayn untuk menjemput dan mengantar Maia sampai tujuan.

Maia pun perlahan melepaskan Brianna dan menghapus airmatanya. "Aku ingin kau ikut, Bri."

"I'd love to, Maia. Tapi aku tidak bisa membolos terus. Aku janji, setelah ujian, aku langsung ke London, okay?"

"Aku ingin kau ada saat aku melahirkan, Brianna.."

"Aku janji aku pasti ada disana." Brianna tersenyum meyakinkan Maia. "Dan ini.. Jangan lupa kau bawa." Brianna meraih sesuatu dari dalam backpacknya, sebuah buku catatan kecil.

"Apa ini, Bri?"

"Aku sudah mencatat nomor telpon penting di London. Kau tidak akan tahu apa maksud Zayn berbuat ini secara tiba-tiba kan? I mean, jika dia berbuat tidak menyenangkan lagi, kau hanya tinggal hubungi nomor yang ada disini."

"Kau luar biasa, Brianna.." Maia memeluk Brianna sekali lagi.

"It's just because I love you and him.." Brianna menunjuk perut Maia yang makin hari makin membesar. "Kuantar kau ke mobil.." Brianna menggandeng tangan Maia menuju mobil limo yang dibawa oleh dua orang suruhan Zayn tadi. "Sesampainya disana, langsung hubungi aku. Aku akan menunggu.."

"Pasti, Brianna.."

"Take care, Maia.."

"You, too. Jangan bertengkar terus dengan Michael, ya?"

"I can't promise you that.." Brianna menutup pintu mobil dan membiarkan mobil itu pergi. Maia melambaikan tangan dari arah jendela dan Brianna pun membalasnya.

Ini untuk pertamakalinya Maia bepergian jauh tanpa Brianna. Sepanjang perjalanan menuju bandara, Maia mengingat-ingat kenangan manisnya bersama Brianna. Walaupun memiliki sifat berkebalikan, Maia dan Brianna tidak bisa dipisahkan.

Maia : I love you.
Brianna : I know! <3

Tiga puluh menit kemudian, Maia tiba di bandara dan langsung menuju pesawat jet pribadi yang sudah Zayn siapkan. Maia terkesima saat memasuki jet tersebut, walaupun hanya berkapasitas 10 orang, jet ini sangat nyaman. Selain dua security tadi, Maia akan terbang ke London bersama dua ahli medis, untuk menjaga kesehatan Maia tetap stabil selama perjalanan, dan dua pramugari yang melayani penumpang.

"Fasten your seatbelt, Miss. Kita akan berangkat sebentar lagi.." Ujar salah satu pramugari sambil tersenyum.

'Mari kita terbang menemui Daddy, sayang. Kamu jangan rewel ya..'

***

"Shafaa? What the hell are you doing?" Zayn baru bangun dari tidurnya dan turun ke lantai satu kaget melihat adiknya sibuk menempel-nempel sesuatu bertuliskan 'no smoking' hampir di setiap ruangan di rumahnya.

"Kau lupa bahwa hari ini Maia akan tiba. Ini artinya seluruh ruangan di rumah ini harus bebas dari asap rokok. Karena rokok akan memberi dampak buruk bagi ibu dan janinnya." Shafaa menoleh ke arah Zayn sambil nyengir.

"Lalu? Dimana aku bisa merokok? Damn, Shafaa! Ini kan rumahku!"

"Ya kau cari tempat lain.. Lebih baik jika kau hentikan kebiasaanmu itu."

Zayn menghela napasnya melihat kelakuan adiknya. "Kau menyebalkan, Shafaa.." Zayn pun duduk di kursi makan dan melahap menu sarapannya. "Kau tidak kuliah?"

"Tidak. Aku membolos demi menyambut Maia." Jawab Shafaa enteng sambil terus sibuk dengan isolasi untuk menempel kertasnya.

"Aku lelah mencari uang dan kau bolos?"

"Hari ini tidak ada jadwal kuliah, hanya mengumpulkan tugas. Dan aku sudah menitipkannya pada Frankie." Shafaa lalu melirik jam tangan di lengan kirinya. "Berapa jam lagi Maia akan sampai, Zayn?"

"Mungkin sekitar 2 jam lagi."

Shafaa pun mendekati Zayn dan duduk di sebelahnya. "Mm.. Zayn.. Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Spill it, Shafaa."

"Apa kau akan menikahi Maia?"

Zayn terdiam sejenak. "Untuk sekarang mungkin tidak. Janjiku padanya hanya menemaninya sampai persalinan. Dan mungkin dia akan tinggal disini sebentar sampai kondisinya pulih."

"Lalu anakmu?"

"Ayolah Shafaa. Aku tidak akan lupa mengirim uang untuk anakku, sebagai ayah yang bertanggung jawab." Zayn mengacak-acak rambut Shafaa. "Lagipula aku pikir aku bukan pria yang tepat untuk Maia. Tidak mungkin menikah jika tidak saling jatuh cinta, Shafaa."

"Baiklah, Zayn."

Hari ini Zayn hanya ada jadwal take vocal malam nanti. Dia menunggu kehadiran Maia sambil menonton DVD sementara Shafaa sibuk di dapur memasak banyak makanan menyambut Maia. Bahkan Shafaa membeli buku resep khusus yang berisi aneka penganan untuk ibu hamil.

Tepat dua jam lima belas menit kemudian, bel rumah Zayn berbunyi. Shafaa adalah orang pertama yang bergegas membukakan pintu, mengetahui bahwa tamu yang akan hadir hari ini adalah Maia.

"Maia?" Sapa Shafaa.

"Shafaa Malik?" Tanya Maia balik.

Shafaa langsung memeluk Maia dengan erat sementara dua security membawa barang Maia masuk, lalu minta izin untuk pergi. "How was the flight?"

"Melelahkan, Shafaa." Shafaa menggandeng tangan Maia masuk ke dalam rumah. "Zayn ada?"

Lalu tiba-tiba sesosok pria muncul dari arah ruang tengah. "Kau mencariku?"

"Hai, Zayn.." Maia menyapa Zayn dengan kaku. Melihat pria ini selalu membuat Maia trauma atas perlakuannya selama ini.

"Welcome to London, Maia.." Tanpa ragu, Zayn memeluk Maia erat. Maia yang awalnya kaget, balas memeluk Zayn sambil tersenyum. Setelah itu, Zayn melepaskan pelukannya dan merendahkan tubuhnya agar telinganya bisa menyentuh perut buncit Maia. "Dia menendang-nendang, Maia!" Maia hanya tersenyum simpul. "Apa ini artinya dia senang bertemu denganku?"

"Iya, Zayn.."

Zayn kembali menegakkan tubuhnya dan tersenyum pada Maia. "Kuantar kau ke kamarmu ya. Shafaa, siapkan makanan!" Shafaa mengerucutkan bibirnya dan menuju dapur, sementara Zayn berjalan di depan Maia ke lantai dua, letak kamar Maia.

Kamar Maia terletak di ujung koridor lantai dua. Di depannya adalah kamar Zayn dan kamar Shafaa disebelahnya. "Here it is.." Ucap Zayn sambil membuka pintu kamar.

Maia melihat sekeliling dengan takjub. Kamarnya sudah dilengkapi aneka kebutuhan bayi yang membuat Maia tersenyum lebar. "Zayn ini bagus sekali.."

"Kau suka?"

"Tentu saja!"

"Wallpaper bola ini pilihan Louis, boks bayi itu pilihan Liam, aneka mainan di sudut sana, pilihan Niall.. Dan ini.." Zayn menarik tangan Maia menuju lemari berwarna putih lalu membuka pintunya. "Aneka baju dan sepatu ini pilihan Harry.."

"Terimakasih banyak, Zayn.." Maia menatap Zayn lalu disambut senyuman.

"Baiklah. Kau mandi dan berganti pakaian lalu kita makan dibawah, ya?" Maia mengangguk. "You can call me or Shafaa anytime if you need something."

"Alright, Zayn. Thank you so much."

'Daddy mu berubah, sayang. Kau senang akan kamar barumu di rumah Daddy?'

WORDS ✖️ ZAYN MALIKWhere stories live. Discover now