17. Curing

33 7 28
                                    

🗣️❤️👩🏻‍💻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🗣️❤️👩🏻‍💻

Nyle menatapku dengan tenang. Rasa malu masih mengelilingi tubuhku. Bisa-bisanya aku meledak di hadapan Nyle! Ia pasti berpikir aku seorang maniak yang sangat emosional.

"Masih mau marah?" tanya Nyle setelah membiarkan hening menyelimuti kami selama beberapa detik.

Spontan aku mengangguk, tetapi aku langsung sadar dengan aksiku dan menggeleng secepat mungkin. Sudah tadi meluapkan emosi di depan Nyle, perasaanku masih saja ingin marah-marah. Ya, walau sudah sedikit lebih lega, sih.

"Kalau masih mau marah-marah, lari aja keliling parkiran." Nyle memberi saran sambil menunjuk trek parkiran yang dapat kulewati bila ingin berlari.

"Nggak, ah. Males," jawabku dengan cepat. Kaum rebahan di kasur sepertiku disuruh lari di parkiran siang bolong begini? Mana mau! Setiap jam olahraga saja, aku tetap malas-malasan dan tidak pernah serius berlari.

"Lari!" perintah Nyle secara tiba-tiba. Aku langsung menatapnya dengan wajah bingung? Ini dia kenapa? Kesambet apa Nyle sampai tiba-tiba mengeluarkan nada galak begitu?

Melihat diriku yang tidak bergerak dan hanya menatap Nyle dengan dahi berkerut membuat Nyle memegang pergelangan tanganku dan langsung menarikku untuk berlari.

Ditarik secara paksa oleh Nyle seperti ini membuat kakiku harus bergerak kalau tidak mau jatuh ke aspal yang sudah pasti akan membuat lecet kaki bila terjatuh.

Sambil berlari, aku berteriak karena suara gesekan antara aspal dengan sepatu kami dan embusan napas dari kami berdua yang begitu keras, "Nyle! Ini ngapain, sih? Stop, dong!" 

Namun, Nyle dengan kejam hanya mengabaikan teriakanku dan tetap menarik pergelangan tanganku untuk berlari. Kami berlari mengitari parkiran yang berbentuk persegi panjang. Memang tidak sebesar parkiran utama, tetapi tetap berhasil membuatku kelelahan.

Keringat bercucuran dengan deras di dahiku. Ada yang sampai jatuh ke bulu mata bagian atasku, membuat pandangku sedikit terganggu. Dengan cepat, aku segera mengusap keringat tersebut dengan tangan kananku yang tidak ditarik Nyle.

Ah, sudah bisa dipastikan kalau seragamku basah total. Untung seragam sekolahku didesain menggunakan rompi, sehingga bila terjadi sesuatu pada seragam putih di dalam rompi, tidak akan terlihat. Ya, walau kekurangannya, memakai rompi menambah suhu dan keringat dalam tubuh. Apalagi saat berlari di bawah teriknya sinar matahari pada siang hari seperti ini.

Entah sudah berapa putaran, aku tidak bisa menghitung karena otakku sibuk memastikan agar kakiku terus bergerak dan tidak terjatuh memalukan di samping Nyle. Sudah cukup aku mempermalukan diri sendiri di hadapan Nyle berulang kali, yang kali ini tidak boleh sampai mempermalukanku lagi.

Akhirnya Nyle berhenti. Ia menatapku yang sedang mencoba mengatur napasku dengan menunduk dan menumpukan kedua tanganku di paha.

Ia kembali mengambil pergelangan tangan kiriku dan mulai berjalan pelan. Sepintas, aku sempat berpikir ia akan menarikku untuk kembali berlari, tetapi ternyata ia menarikku untuk berjalan. Aku paham, ini adalah proses pendinginan yang biasa guru olahragaku suruh kami lakukan setelah menyuruh murid-muridnya berlari keliling lapangan.

The Rumor TaleWhere stories live. Discover now