2. Where It All Started

157 33 260
                                    

🗣️❤️👩🏻‍💻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🗣️❤️👩🏻‍💻

Akibat insiden di mana aku tertidur di kelas pada saat jam pelajaran Bahasa Inggris, Ma'am Audi memberiku hukuman membuat rangkuman tentang materi if conditionals dan harus dipresentasikan di jam pelajaran berikutnya. Untungnya, aku tidak diberi hukuman yang lebih buruk. Temperamen Ma'am Audi yang begitu tenang sangat menyeramkan karena tidak bisa ditebak.

Namun, kesengsaraanku tidak hanya berhenti sampai di situ. Aku yang sedang duduk sendirian di lantai koridor depan kelasku sambil merenung dan menikmati es teh manis terenak sedunia, dikejutkan dengan kedatangan kedua sahabat tercintaku.

"Woi! Katanya lu habis diomelin sama Ma'am Audi, ya?" Seorang gadis dengan rambut pirang serta poninya yang seperti gorden menepuk bahuku dengan kencang.

"Tahu dari mana lu? Lagian gue nggak diomelin juga! Orang cuma dapat hukuman ngerangkum aja," balasku dengan ketus, karena masih kesal dituduh seenak jidat oleh si poni gorden ini.

"Gosipnya udah sampai ke anak IPS. Lagian itu mah sama aja diomelin! Ma'am Audi aja yang terlalu baik makanya dia nggak teriak-teriak," duga si poni gorden alias Lauza Sabeena yang merupakan sahabatku.

"Udah. Jangan bikin Olean tambah ngamuk, Lau," potong gadis berambut merah yang merupakan sahabatku yang lain. Nah, kalau Lauza itu menyebalkan dan suka berkata sarkastis, Rhea berbeda. Tutur kata dan sikap Rhea sangat baik dan pedulian!

"Harusnya jangan dibelain, Rhe. Lagian salah si Olean juga yang tidur di kelas, mana sampai teriak 'yes I will' pula! Ngimpi apa, sih, lu?" Pertanyaan Lauza membuatku tersipu dan tersenyum kala mengingat bagaimana romantisnya liburan bersama dengan laki-laki pujaan tercintaku.

"Nah, 'kan! Udah gila ini anak, Rhe! Ditanya malah senyum coba," ejek Lauza kepadaku. Aku yang kesal memukul kepalanya dengan pelan.

"Gue nggak gila! Mimpi gue tuh indah banget!" jawabku dengan begitu antusias. Seperti ada api yang berkobar-kobar di kedua bola mataku kala mengingat mimpi itu.

"Memang mimpi apa?" tanya Rhea yang juga tampak penasaran. Akhirnya, mengalirlah cerita perjalanan bersama pujaan tercintaku di kota New Orleans.

Setelah selesai bercerita dengan antusias dan menggebu-gebu, aku kembali menyeruput es teh manis di genggamanku untuk menyegarkan tenggorokan yang terasa kering akibat bicara terlalu banyak.

Respons dari kedua sahabatku pun sangat buruk! Mereka malah menertawakanku. Sial, kutarik perkataan tentang Rhea adalah pribadi yang baik, nyatanya ia bisa lebih menyebalkan daripada Lauza. Cara Rhea tertawa benar-benar mengejekku, tawanya itu bukan tawa yang besar dan menggelegar seperti tawa milik Lauza, tetapi jenis tawaan miris! Juga, ia menatapku dengan tatapan kasihan, memang apanya yang menyedihkan coba?

"Nggak usah ketawa, deh, lu berdua! Lagian apa salahnya sih berfantasi tentang idola? Ini juga bukan fantasi yang aneh, completely normal, kok!" dalihku yang berusaha menutupi rasa malu yang menyeruak ke permukaan.

The Rumor TaleWhere stories live. Discover now