🌾Ekstra part🌾

7.6K 362 14
                                    

Happy Reading;))
•••

“Kenapa diam aja, Syah? Ada yang sakit atau kamu mau sesuatu? Bilang sama a'a sayang, a'a bingung kalau kamu diam gini?” tanya Gus Hanan. Ia bingung ketika mendapati Aisyah diam saja sedari tadi, ia takut kalau terjadi sesuatu pada Aisyah.

“Aku nggak papa, a'. Cuman masih nggak nyangka aja, dulu aku yang bilang kalau kamu itu cuman kebagian golongan darah doang, sekarang malah berbalik. Mungkin sekarang aku yang cuman kebagian golongan darah atau nggak sama sekali,” celetuk Aisyah.

Gus Hanan bernafas lega, ia kira ada masalah serius yang membuat istri cantiknya itu diam, ternyata hanya perkara anak-anaknya yang mirip dengan Gus Hanan bukan dengan dirinya. “Gitu doang sampai kebawa pikiran kamu, Syah? Mirip atau nggaknya sama kamu, dia tetap anak kamu. Anak kita,” imbuh Gus Hanan.

“Tapi tetap aja aku nggak terima, a'. Kamu capeknya dikit doang, nggak sama kayak aku. Aku yang ngandung mereka, kemana-mana sama mereka itu aku. Selalu jagain mereka itu aku, kenapa harus mirip sama kamu semua. Seenggaknya satu kek mirip sama aku, inimah cuman golongan darah doang ini yang sama.” Aisyah sangat tak terima ketika bayi kembar mungilnya mewarisi wajah Gus Hanan semuanya, bahkan dirinya tak kebagian apapun. Mungkin hanya golongan darah nantinya.

“Sayang, denger ya. Mirip atau nggaknya mereka sama kamu, kamu tetap Ibunya. Kamu yang ngelahirin mereka, kamu yang bawa mereka untuk melihat dunia ini. Itu nggak perlu kamu permasalahin, Allah membalikkan ucapan kamu waktu itu, gimana rasanya?”

Aisyah menatap tajam suaminya, kalau bukan karena dirinya baru selesai melahirkan. Ia pastikan akan membalas ucapa suaminya itu, disaat seperti ini ia masih sempat untuk mengejek dirinya.

“Lihat deh, Syah. Azka mirip sama aku, bahkan kalau udah dewasa dia jadi duplikat aku. Idungnya juga mancung banget, ngalahin Ummanya.” Aisyah tak mendengar, ia memperhatikan putrinya yang berada di sampingnya kanannya.

“Kia juga bibirnya mirip sama aku,” ucap Aisyah memperhatikan bibir mungil bayi itu. Memang benar, hanya bibirnya saja yang mirip dengan Aisyah selain itu mirip ayahnya.

“Bibir doang bangga,” ledek Gus Hanan.

“Nak, kalau nanti udah besar jangan kayak Abah ya. Nanti Umma bisa mati muda jadinya,” ucap Aisyah pada Kia yang masih terlelap.

“Kelak kalau mereka dewasa memang nggak akan kayak Abahnya tapi akan lebih baik lagi dari Abah dan Ummanya. Harus jadi kebanggaan keluarga, semoga jadi anak yang sholeh dan sholehah yang bisa mengantarkan kedua orang tuanya menuju surga.” Aisyah tersenyum menatap wajah teduh anaknya.

“Makasih a',” ucap Aisyah.

Gus Hanan menoleh, Azka sudah berada di dalam gendongannya. “Buat apa? A'a yang harusnya makasih sama kamu. Terima kasih karena sudah membawa mereka kedunia, terima kasih karena sudah melengkapi keluarga kecil kita. Terima kasih karena sudah tetap disamping a'a apapun masalah yang kamu hadapi.”

Mata Aisyah terasa memanas, kesedihan yang dulu sempat ia rasa kini sudah Allah gantikan dengan kebahagiaan. Dulu dia memang bersedih atas kepergian anak pertama tapi sekarang ia sudah bisa ikhlas, sekarang Allah sudah menggantikan dengan kebahagiaan lainnya. Allah mengambil satu dan menggantinya dua sekaligus, dibalik kesedihan pasti Allah sedang merencanakan sesuatu yang indah.

“A'a harus janji buat tetap sama Aisyah dan anak-anak, kita harus selalu bersama untuk melihat mereka tumbuh dewasa nantinya,” ucap Aisyah.

“Pasti, a'a akan tetap disini sama kalian. A'a nggak akan kemana-mana. Kalian itu hidup a'a.” Aisyah tersenyum.

Aisyah benar-benar bersyukur dengan apa yang Allah kasih sekarang. Ia sebenarnya tak menyangka jika akan memiliki dua nyawa yang bersarang dalam rahimnya. Ia tak bisa untuk berhenti bersyukur akan hal itu.

•••

“Aduh, cucu oma cantik banget deh,” ucap Afra. Disaat bersamaan, Tita juga melahirkan anak pertamanya. Seolah sudah menjadi takdir, ucapan Devina dulu yang ingin menjodohkan cucunya dengan cucunya Afra kini semakin besar kemungkinan menjadi kenyataan.

Anak pertama Abidzar dan Tita berjenis kelamin perempuan sedangkan kedua anak Gus Hanan berbeda jenis kelamin, otomatis putranya yang akan dijodohkan dengan anaknya Abi.

“Jadi keinget Devina. Sekarang cucu kita sudah lahir, Dev. Andai kamu masih di sini, kamu pasti akan menjadi orang yang paling bahagia ketika melihat mereka,” ucap Afra sendu.

“Mas Abi tadi kemana, Mih?” tanya Tita. Afra mengusap air matanya yang sedikit mengalir ketika melihat Tita baru saja keluar dari kamar mandi dibantu oleh beberapa susternya.

“Tadi katanya mau ke kamar Aisyah sebentar, anaknya Aisyah kembar loh sayang,” ucap Afra tersenyum.

“Oh ya, beruntung banget sih Aisyah. Jadi pengen ke sana juga, mau lihat keponakan kembar,” celetuk Tita.

“Udah nanti aja, kamu sekarang istirahat dulu. Dirumah juga ketemu, kamu harus sembuh dulu baru kita pulang sama baby-nya,” nasehat Afra.

“Iya Mih.”

•••

Setelah tiga hari dirawat dirumah sakit pasca melahirkan, akhirnya Aisyah sudah diizinkan pulang oleh pihak rumah sakitnya. Dan kini, mereka tengah berada dirumah orang tuanya Aisyah. Umi dan Abinya Gus Hanan belum bisa datang untuk melihat kedua cucunya karena masih ada urusan di pesantren.

Tita juga sudah pulang, mereka sekarang berkumpul dirumah yang sama. Betapa ramainya rumah Yusuf dan Hafshah sekarang, memiliki dua menantu dan ketiga cucunya.

“Gimana Gus, jadi nggak Anak kita dijodohin?” tanya Abi sengaja menggoda Gus Hanan yang tengah menggendong Azka, putra pertamanya.

“Tidak masalah tapi kita juga tidak bisa memaksa jika anaknya nggak saling setuju. Jangan sampai cerita orang tuanya yang dinikahkan secara rahasia terulang sampai anaknya, belum tentu respon mereka sama seperti Ibunya dulu,” jelas Gus Hanan.

Aisyah yang mendengar itu hanya bisa tersenyum tipis, dirinya jadi teringat dulu. Memalukan sekali baginya jika kembali mengingat masa lalunya.

“Aku setuju sama Gus Hanan, kita tidak bisa memaksa jika keduanya sama-sama tidak mau. Biarkan semuanya mengalir sesuai jalan takdir, apapun yang terjadi di masa depan. Itu sudah Allah gariskan untuk takdir mereka,” timpal Tita yang sibuk dengan putrinya.

“Aku ikut mana baiknya aja,” imbuh Aisyah. Ia berkali-kali mencium Kia yang tengah terlelap dalam tidurnya.

“Jangan digituin, Syah. Nanti anaknya bangun loh,” tegur Hafshah.

“Abisnya gemas Bunda,” jawab Aisyah terkekeh pelan.

“Kalau kamu bukan Ibunya, udah Bunda jauhin Kia dari kamu sejak awal dia lahir. Suka takut Bunda kalau Kia sama kamu,” ucap Hafshah.

“Nenek jahat banget ya, masa iya Kia mau dijauhin dari Umma. Nanti Kia nangis loh kalau jauh sama Umma, iya nggak sayang?” Aisyah menoel pipi bayi itu karena terlalu gemas baginya.

Gus Hanan yang melihat kelakuan istrinya hanya bisa mengulas senyum, ia kemudian kembali fokus pada Azka yang juga terlelap dalam gendongannya.

‘Terima kasih ya Allah karena sudah menghadirkan mereka dalam hidup hambamu ini’

•••
Buat yang minta tambahan part kemarin, ini sudah Author tambahin ya.

Jangan lupa buat vote dan komen;))

Agak gaje sih ya tapi nggak papa;))

Ada yang mau baca sequelnya?

See you Again?

H A N A N  &  A I S Y A H  [END]Where stories live. Discover now