50. Pengajian🌾

4K 322 28
                                    

Happy Reading;))
•••

“Jadi ini pesantren milik orang tua suami lo?” tanya Alia menatap takjub bangunan di depannya itu.

Umi Sarah mengadakan pengajian untuk tujuh bulanan kandungan Aisyah. Aisyah mengajak Alia ikut serta, dari dulu ia ingin mengajak kedua sahabatnya itu tapi belum ada yang terwujud. Nah, sekarang baru bisa walaupun tanpa Elina.

“Gue jadi kangen sama Elina deh, dari dulu gue pengen ngajak lo berdua ke sini tapi yang gitu? Belum ada waktunya,” ungkap Aisyah.

“Udah jangan sedih lagi, kalau kangen jangan lupa buat selalu kirim do'a, dia nggak butuh air mata kita. Dia hanya butuh do'a, semoga kelak kita bisa dipersatukan di surga-nya Allah. Jadi kita bisa selalu barengan,” ucap Alia.

“Iya, aamiin.”

“Eh, suami lo tadi kemana sih? Masa kita ditinggal di sini?” tanya Alia mulai celingak-celinguk mencari keberadaan Gus Hanan. Baru saja turun dari mobil, laki-laki itu sudah meninggalkan keduanya di sini.

“Udah, ada gue. Kita nggak bakal nyasar juga, ayokk!!”

“Ah, iya ya. Gue lupa, ayoklah. Hati-hati bumilku,” ucap Alia menuntun Aisyah berjalan.

“Lebay deh, gue bisa jalan sendiri juga. Ngapain pake acara tuntun segala sih,” kekeh Aisyah.

“Udah nggak papa, gue itu lagi jagain ponakan gue bukan lo,” gemas Alia.

“Serah lo deh, Al.” Aisyah pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Alia.

•••

“Umi, ada yang bisa Aisyah bantu nggak? Bosen nih kalau duduk diem gini mulu, Aisyah juga mau gerak,” adunya pada Umi Sarah.

Karena pengajian diadakan sore hari, jadi siangnya sedang bersiap-siap. Dari tadi Aisyah tidak diizinkan untuk bergerak sedikitpun, hanya duduk diam saja bahkan saat ia ingin mengambil minum didapur pun dilarang. Malah, Ning Haura yang mengambilkan minum untuknya.

Banyak teman-teman Umi Sarah maupun Abi Ahmad yang diundang ke acara pengajian ini. Pengajian ini diadakan sebagai rasa syukur atas kehamilan Aisyah, juga untuk mendoakan semoga dia dan bayinya baik-baik saja sampai lahiran.

“Udah diem di situ aja,” timpal Alia cepat. Ia menahan Aisyah agar tidak bergerak kemana-mana.

“Nggak mau, mau bantuin kalian aja,” rengeknya.

“Idih lebay banget suaranya,” kekeh Alia.

“Suka-suka guelah, kenapa lo yang repot. Ingat ya, nggak akan gue kenalin sama ustadz Farhan nanti,” ancam Aisyah.

“Eh, jangan dong. Masa gitu aja ngambek, gue juga mau kayak lo. Masa lo udah otw punya anak, gue masih jomblo. Mau juga gue nikah muda,” bujuk Alia.

“Nggak!! Biar lo jomblo karatan,” tawa Aisyah.

“Jahat banget lo ama sahabat sendiri, masa iya gue jadi penonton hidup lo doang, gue juga mau kali jadi salah satu pemainnya,” papar Alia.

“Iya deh, gue cuman bercanda kok,” sela Aisyah cepat. Alia tersenyum manis, ia lalu memeluk tubuh Aisyah walaupun sedikit kesulitan karena terhalang oleh perutnya.

“Tapi benerkan kalau ustadz Farhan masih sendiri, nanti gue keburu suka tahu-tahunya dia punya istri lagi. Itu namanya gue nyakitin diri sendiri,” celetuk Alia.

“Gue juga kurang tahu sih, Al. Tapi yang gue denger dari Gus Hanan, dia itu emang masih sendiri dan kebetulan katanya lagi nyari calon istri. Bisa kali lo daftar,” goda Aisyah.

H A N A N  &  A I S Y A H  [END]Where stories live. Discover now