Extra chapter - Dikza dan Dikta

11.3K 704 29
                                    


Sejak usia si kembar menginjak tiga tahun setengah sifat dari keduanya mulai terlihat, kembar identik tak menjadikan mereka dekat, si adek yang dulu dipanggil Earlh kita dipanggil Dikta, sedangkan si kakak yang dulunya dipanggil Earth kini dipanggil Dikza karena nenek mereka tak suka dengan nama panggilan mereka yang katanya susah untuk disebut.

Dikza tak suka berada disisi Dikta, sedangkan Dikta suka mengganggu sang kakak hingga perkelahian tak bisa dihindari. Saat usia si kembar genap empat tahun Dikza semakin menjadi anak yang dingin dan tak banyak bicara, berbanding terbalik dengan Dikta yang aktif dan juga jahil.

Bella kadang kelimpungan dibuat si adek, Dikta aktif dan selalu punya banyak ide untuk bermain. Seperti sore ini si kembar sedang bermain mobil-mobilan dengan lintasannya, mainan yang dibelikan Adnan semalam sebagai ole-ole dari Surabaya usai mengecek cabang restoran disana.

Darah menyebalkan Adnan turun pada Dikta, bahkan Adnan terkadang tak kuat dengan sisi menyebalkan pada anaknya itu, tapi apa boleh buat karena dulu dirinya juga begitu bahkan mungkin masih sampai sekarang.

Melihat Dikza bersenang-senang dengan mobilan warna merah membuat Dikta tak tenang jika melihatnya, si adek lantas beranjak lalu menarik mobilan si kakak tiba-tiba membuat si kakak terhuyung.

"Astagfirullah, Adek!" Tegur Bella lalu menghampiri Dikza kemudian menggendong si kakak.

Dikta menutup mulutnya lalu terkikik melihat kakaknya itu jatuh, namun saat melihat si kakak digendong Bella si adek langsung meradang, anak kecil itu merengek hingga menangis ingin digendong juga.

"Turunin Ikza, Ma" pinta Dikza tepat saat Dikta menangis.

"Mama, Ikta mau endong juga," rengeknya.

Bella tak ingin menurunkan Dikza jadilah ibu muda itu menggendong kedua anaknya, padahal Dikza sudah minta diturunkan. Setelah digendong barulah Dikta berhenti menangis dan merengek, si adek langsung tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang ompong akibat terlalu banyak mengonsumsi makanan manis.

"Kakak Ikza," panggilnya membuat si kakak menoleh lalu dengan jahilnya Dikta menjulurkan lidahnya. Dikza yang emosinya mulai terpancing menendang Dikta kuat-kuat, karena mereka berdua digendong Bella jadilah perut Bella juga kena tendangan si kakak.

Mana lantas menurunkan si kembar dari gendongannya lalu meringis memegangi perutnya, Dikza memegangi pundak mamanya lalu menunduk menatap mamanya dengan raut khawatir, "Mama, Mama ndak papa?" Tanyanya memastikan.

Dikta sejujurnya merasakan sakit juga dipahanya akibat tendangan Dikza, namun rasa sakitnya tak lagi dirasakan karena khawatir dengan sang mama.

"Mah, maafin Kakak," ucapnya merasa bersalah.

Dikta menarik tangan Dikza dari pundak Bella lalu mendorong sang kakak agar menjauh dari Mama Bella, "karena kamu! Kakak Ikza jahat! Kakak Ikza jahat! Kakak Ikza tendang Adek sama Mama," teriak si adek mendramatisi, bahkan anak lelaki itu sudah menangis sembari memeluk sang mama.

Bella mendongak seraya menggeleng pelan, "Mama nggak papa kok sayang, Dikza sini Nak, Mama nggak papa kok mungkin si Adek kaget karena Kak Dikza kayak gitu," ucap Bella sembari melebarkan tangannya agar Dikza melangkah untuk memeluknya.

"Ndak Mama, Kakak Ikza jahat sama kita," lagi-lagi Dikta menimpali dengan suara tangisnya.

Mata Dikza mulai berkaca-kaca setelah Dikta semakin memojokkan dirinya, lalu beberapa menit kemudian tangisnya pecah, si kakak nangis bersimpuh dilantai karena merasa bersalah. Melihat Dikza menangis Dikta semakin menambah volume tangisnya, si adek tak mau kalah hingga tangis si kembar mendominasi halaman belakang yang sudah diubah Adnan menjadi tempat bermain.

Marriage, Not DatingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang