Chapter 4 - Lamaran

12.9K 1.2K 37
                                    

Di rumah Adnan beberapa tante dan sepupunya sibuk menyiapkan hantaran yang akan dibawa ke rumah Bella besok.

Adnan menuruni anak tangga sembari memutar kunci mobilnya di jari tengahnya.

"Nan mau ke mana kamu?" Teriak Aminda saat melihat anaknya tampak rapih.

"Mau ketemu Kai sebentar, kenapa sih?" Adnan menghentikan langkahnya tepat di anak tangga paling bawah lalu menoleh ke arah mamanya.

"Hantaran untuk pernikahan kamu beli sekarang atau nanti sama Bella? Jangan nanti-nanti terus Nan nanti waktunya mepet," omel Aminda. Ini sudah ketiga kalinya wanita itu mengingatkan anaknya tentang hantaran pernikahan, Aminda tidak ingin jika nanti Adnan baru sibuk beli buat hantaran.

Adnan mendesah sebal, "iya Mah, iya. Nanti biar aku sama Bella yang beli sendiri, biar dia yang langsung pilih."

"Awas kamu Adnan!"

"Iya Mamah sayang. Aku berangkat dulu," ucapnya sebelum melenggang pergi.

Mobil sedan putih milik Adnan melesak ke jalan ibu kota malam ini, terkadang kalau sendirian dalam sepi seperti ini pikiran Adnan berkelana jauh tidak pada tempatnya.

Adnan memarkirkan mobilnya di depan restoran tradisional miliknya yang terletak di tengah kota, pria itu turun dari mobilnya sembari memperhatikan parkiran yang hampir penuh.

"Woi," teriak Kau yang baru saja memarkirkan motornya.

Adnan menoleh lalu melangkah menuju motor Kai parkir. "Gue pikir lo yang bakalan sampai duluan," cetus Adnan.

"Gimana gue mau sampai duluan kalau lo bawa mobilnya kayak orang kesetanan," ujar Kai.

"Lo lihat gue?" Tanya Adnan penasaran.

"Gue ngikutin lo dari belakang."

Adnan mengangguk pelan, "yaudah, ayo masuk."

Keduanya masuk ke dalam, karyawan disana menyambut keduanya dengan ramah, Kai duduk duluan di meja yang kosong sedangkan Adnan masuk ke area dapur dan ruang karyawan mengecek kinerja mereka.

"Malam Pak Adnan," salah kasir sembari tersenyum lebar, Adnan membalasnya dengan anggukan kecil dan senyum tipis.

Saat melangkahkan kakinya ke arah dapur terdengar suara tawa yang menggelegar, namun saat Adnan menampakkan diri beberapa karyawan tersebut menghentikan tawanya padahal Adnan tidak mempermasalahkan hal itu.

"Kenapa berhenti?" Tanya Adnan.

"Eh.... Enggak papa Pak," ucap salah satu waiters sembari menundukkan kepalanya.

"Bagaimana hari ini?" Tanya Adnan.

"Lumayan ramai Pak, dari pagi parkiran selalu hampir penuh," balas salah satu dari mereka.

"Bagus lah," balas Adnan.

Sepulang dari New York Adnan langsung mengembangkan bakatnya terhadap kuliner, restoran ini lah yang pertama-tama pria itu bangun sebelum beberapa cabang di luar daerah. Meskipun punya banyak cabang restoran tetapi jangan pernah berpikir Adnan pria yang bisa memasak, pria itu hanya pintar berkomentar dan mencicipi tetapi tidak pintar mempraktikkan langsung.

"Dan sini lo," ucap Adnan membuat koki tersebut mematikan kompornya lalu menghampiri Adnan, semua karyawan yang berada di dapur berdiri di hadapan Adnan dengan raut tegang.

"Udah dengar kabar tentang saya belum?" Tanya Adnan, semuanya kompak menggeleng.

Adnan menarik sudut bibirnya, "saya besok lamaran, jadi saya undang kalian semua."

Marriage, Not DatingWhere stories live. Discover now