1. Samuel Diusir Keluarga

230 111 212
                                    

Brak!

"Apa-apaan kamu Samuel!" Bentak seorang bapak tua yang emosinya sudah meluap-luap kepada seorang putra semata wayangnya yang hanya menunduk di depannya.

"Sudah mondar-mandir ke clubbing, tawuran antar geng motor, sering kepergok ngerokok sama bolos diem-diem, balapan liar sampai Ayah sering ke kantor polisi buat urus kamu. Sekarang apa Sam? ... GAK NAIK KELAS!" Jelas Aditama dengan uratnya yang sudah keluar-keluar, itu semua karena ia kecewa berat dengan putranya itu.

Samuel hanya diam menunduk dan sudah menjadi resikonya jika dimarahi seperti ini. Lagian ini semua juga memang salahnya.

"Kamu itu anak tunggal, satu-satunya harapan keluarga ini, kamu mau bikin malu keluarga kita, iya? JAWAB SAM!"

Samuel berani mengangkat wajahnya ke Aditama dengan tatapan sinis. "Yang lebih malu-malu'in keluarga ya Papa terus lah, orang di TV diliput mulu lagi jalan sama artis A terus artis B."

"MULAI BERANI NGEJAWAB KAMU YA!"

"Ya 'kan papa yang nyuruh, yasudah Sam jawab aja," balas Samuel membela diri.

Samuel menghembuskan nafas, ia memang sering dibilang orang-orang adalah beban orang tua dan aib keluarga. Padahal papanya sendiri lah yang sering menghamburkan uangnya ke cewek-cewek lain. Mana lagi ia adalah anak dari seorang Crazy Rich yang sudah jelas diketahui banyak publik. Lalu ibunya? Hanya biasa saja selagi ia tidak di poligami atau diceraikan, juga selagi ayahnya masih bertanggung jawab penuh dan menomor satukan keluarga.

Aditama pun langsung duduk di sofa single nya itu dan menatap Samuel tajam. "Sepertinya keputusan papa sudah bulat kali ini... Papa ingin kamu naik kelas, tapi...

Mendengar itu membuat Samuel senang, apa kabar jika dirinya masih kelas 11 sedangkan teman-temannya malah naik kelas 12.

"... Tapi kalau kamu pindah sekolah di kampung eyang dan Mbah mu!"

Samuel melotot kaget, hatinya hancur, jantungnya rusak, nafasnya tak karuan. Ia merasa tidak terima dengan keputusan papanya satu ini. Tak bisa ia bayangkan jika tinggal di kampung mbahnya yang galaknya 3 kali lipat dari papanya, bisa mati muda kalau ia tinggal disana.

"Kok jadi Kampung eyang sih, pa! Sam gak bisa bayangin se-menderita apa kalo Sam tinggal satu rumah sama Mbah yang kalo marah langsung bawa golok. Gak-gak, Sam ogah!" Balasnya berusaha menolak.

"Dia itu Mbah kamu, Mbah kamu itu gak suka sama anak bandel kayak kamu gini. Mungkin dengan cara ini bisa membuat kamu jadi lebih baik dan nurut."

Wajah Samuel tampak memelas saat membayangkan kejadian yang menimpanya pada umur 10 tahun, dimana ia sedang bermain bola di halaman belakang rumahnya yang besar itu, saat bola di tendang, bola itu tak sengaja mengenai badan mobil, membuat sirinenya berbunyi, hal itu membuat si Mbah yang tertidur di kursi panjang dekat mobil langsung kaget sambil terbangun dan meneriaki Samuel dan mengejarnya dengan sebuah golok. Samuel benar-benar trauma akan hal itu.

"Pa ... Gini aja deh, Sam gak mau tinggal di kampung Mbah. Sam mau tetap tinggal di sini dan sekolah di sekolah Sam yang terjamin fasilitasnya. Sam janji, Sam bakal--

"Janji, janji, janji! Janji terus kamu ini dari dulu ya! Kapok abistu ngulang lagi, ngulang lagi. Omong kosong saja kamu Sam, gak ada hasilnya!" Sosor Aditama dengan ngegas. "Lagian kamu tahan kalau masih kelas 11 sedangkan Gatra, Dion, dan Eros juga Deluna pacarmu itu malah kelas 12! Hah?!" Lanjut Aditama merasa geregetan.

"Ya tinggal sogok kepala sekolahnya lah, Yah--

"Sogok-sogok! Dasar manja, sampai kapan kamu bergantung sama uang papa terus Samuel! Gak-gak, untuk kali ini papa gak mau ngeluarin duit untuk hal yang gak berguna, lebih baik papa kembali ke putusan tadi. Mulai besok lusa, kamu ke Jogja, paham?!"

SAMUEL : Si Anak Dari Kota (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz