2. Tinggal Dengan Mbah Golok

162 76 80
                                    

Tepat di pagi buta seperti ini, Samuel sudah bersiap-siap untuk pindah ke Yogyakarta, ia akan berangkat bersama dengan supir pribadinya dan Ratna. Papanya tidak ikut karena sibuk dan ada pekerjaan lain yang menurutnya jauh lebih penting.

Samuel mengangkat barang-barang yang akan dibawanya ke Yogyakarta dan dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Setelah menutup pintu bagasi, Samuel menatap ketiga sahabatnya yang menginap semalaman di rumah Samuel untuk perpisahan mereka.

"Jangan lupain kami ya, Sam," ujar Eros sambil menangis karena ia memang cengeng.

Gatra menepuk bahu Eros seraya menguatkan. "Lebay, lo, kayak udah ditinggal selamanya aja!"

Dion tertawa pelan. "Iya, Ros, lagian pasti Sam juga sering-sering main kesini. Iya 'kan, Sam?" Tanyanya ke Samuel.

Samuel hanya mengangguk dengan penuh yakin. "Pasti. Makasih udah jadi sahabat terbaik gue selama ini, ya."

Dion mengangguk sambil tersenyum. "Yoi, sampai kapan pun kita memang tetap sahabatan, Sam. Hati-hati ya lo disana."

"Pasti lo disana kangen sama sahabat bobrok kayak kita-kita, iya gak, Sam?" Sahut Gatra membuat Samuel tertawa pelan.

"Disana kalo ada sohib baru, jangan lupa sama kawan lama. Terus kalo ada cewek cakep, jangan lupa send
Fotonya ke gue," timpal Eros membuat Dion menoyor kepalanya.

Samuel terkekeh pelan melihat tingkah dari sahabat-sahabatnya yang mungkin akan selalu ia rindukan di kemudian hari. "Gue berangkat ya."

"Iya, Sam. Disana jangan lupa sholat, ngaji, tadarus, ngerjain pr, bantu beresin rumah--

"Aduh-aduh... Eros, Eros. Gak usah lo ingetin gitu lah, lo sendiri aja pendosa. Lagian kayak gak tau Sam aja," potong Gatra.

"Yasudah lah, ini kapan gue mau berangkatnya ini? Itu pak Tarman udah misuh-misuh di dalam mobil nungguin kita ngobrol," ucap Samuel sambil menoleh ke arah pintu mobil.

Mereka bertiga tertawa. "Kalo udah nyampe kabarin kita, Sam!" Teriak Dion saat Samuel hendak membuka pintu mobilnya.

"Santai, gue titip Deluna ya, kalo ada apa-apa."

"SIAP!" jawab mereka kompak. Saat itu juga mobil yang ditumpangi Samuel keluar dari gerbang. Mereka semua melambaikan tangannya ke arah mobil yang sudah pergi meninggalkan lokasi.

Saat itu juga mereka bertiga pulang ke rumah masing-masing dengan motornya.

***

Hari menjalang sore, Sam yang di sepanjang jalan hanya tertidur langsung terperanjat bangun karena dikagetkan dengan mobil yang asik bergoyang-goyang membuat tubuhnya terguncang kesana-kemari.
Samuel mengusap wajahnya dan melihat sekeliling yang penuh dengan persawahan.

"Pak, ini kita dimana?" Tanya Samuel ke Pak Tarman yang menyetir.

"Udah masuk perkampungan Langit Biru, Den."

"Ini jalananan kayaknya agak rusak ya, pak," kesal Samuel yang masih merasakan mobil berguncang.

"Iya, Den. Udah lama gak di perbaiki."

Ratna menoleh menatap Samuel sambil tersenyum. "Sam, liat ke kiri kamu, itu yang akan jadi sekolah baru kamu nanti."

Samuel pun menoleh ke arah kirinya, seketika ia langsung sesak nafas melihat sekolah itu walau hanya sekilas. "Astagfirullah... S-serius ah, Ma. Jangan bercanda!"

"Ya serius lah, Sam. Memangnya mau sekolah mana lagi? Cuman sekolah itu saja satu-satunya yang ada di kampung ini."

Samuel mengusap wajahnya kasar sambil menghembuskan nafasnya gusar, sadar akan reaksi anaknya membuat Ratna menepuk bahunya pelan. "Mungkin itu berbeda jauh dengan sekolah kamu yang sebelumnya, tapi masuk sana setahun gak apa-apa lah, Sam. Sekalian nambah pengalaman cerita baru."

SAMUEL : Si Anak Dari Kota (END)Where stories live. Discover now