49. Terjepit Situasi

807 78 2
                                    

Malam semakin larut. Walau belum menyentuh angka dua belas, namun sudah seharusnya orang-orang menikmati istirahat mereka yang nyaman berupa tidur yang nyenyak. Yang pada kenyataannya, ada banyak alasan yang bisa menunda sejenak waktu istirahat tersebut. Termasuk dengan yang terjadi di satu kamar pasangan suami istri itu. Ketika dalam diam, Ryan memeluk Vanessa.

"Sa ...."

Lembut Ryan memanggil Vanessa. Seraya tangannya yang kemudian mengusap punggung cewek itu, sekali. Dan untuk itu, ia mendapati tarikan napas Vanessa. Lalu samar suaranya menyahut.

"Ya?"

Sudah terlalu lama dari kejadian di dapur tadi, Ryan pikir sekarang Vanessa sudah sedikit tenang. Maka ia pun mencoba peruntungannya. Siapa tau kali ini ia ingin mengatakannya.

"Kenapa kamu marah sore ini?" tanya Ryan pelan. "Kalau bukan sama aku, terus kamu marah sama siapa?"

Pertanyaan Ryan membuat Vanessa menarik napas dalam-dalam. Memejamkan matanya sejenak dan mengembuskannya perlahan. Matanya mengerjap saat melihat warna polos kaus yang Ryan kenakan, tepat di dadanya itu.

Diam sejenak, Vanessa tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Alih-alih membiarkan benaknya untuk mundur ke belakang sejenak. Di saat ia mendapati kenyataan bahwa nilai Ryan yang anjlok di salah satu dosen ketika seminar hasilnya, lalu isi pesan Abid pada Ryan yang tidak sengaja ia baca, dan kemudian ditutup oleh pembicarannya dengan Emi tadi di kampus. Menuruti emosinya, yang nyaris benar-benar berhasil menutupi akal sehatnya, ingin sekali Vanessa mendatangi seseorang. Demi melayangkan klarifikasi pada yang bersangkutan. Untuk semua yang terjadi belakangan ini. Tapi ....

Vanessa memejamkan matanya kembali. Berusaha menarik napas sedalam mungkin. Berusaha untuk tetap waras. Demi melihat baik buruk dari tindakan yang mungkin akan ia lakukan.

Jangan, Sa, jangan.

Vanessa tau bahwa bila ia melakukannya, meminta penjelasan untuk semua yang telah terjadi, buruk kemungkinannya adalah sidang Ryan yang bisa saja menjadi lebih mengerikan ketimbang seminar hasilnya. Bukannya membantu Ryan, ia justru bisa semakin mempersulit cowok itu.

Lalu Vanessa pun membayangkan bila ia sekarang mengumumkan dengan blak-blakan hubungannya agar tidak ada lagi yang memandang sebelah mata pada Ryan. Yang terjadi mungkin justru sebaliknya. Orang bisa saja semakin meremehkan cowok itu. Dengan mengaitkan kelancaran studinya berkat hubungannya dengan dirinya.

Vanessa menggeleng samar. Ia tidak ingin hal itu terjadi pada Ryan. Hingga ia pun merasa harus menenangkan diri. Ia tidak boleh gegabah. Ia tidak boleh bertindak dengan emosi yang hasilnya justru semakin memperparah keadaan yang ada.

Menghadapi Nathan langsung atau pun mengumumkan hubungannya dengan Ryan saat ini, jelas adalah dua hal paling bodoh. Vanessa mencamkan hal itu di benaknya.

Itu bodoh, Sa.

Itu bodoh!

Dan jangan sampe tindakan bodoh kamu buat Ryan yang kena imbasnya.

Hingga pemikiran itu pun menyadarkan Vanessa. Bahwa terlepas dari dirinya yang belum membuktikan bahwa Nathanlah yang melaporkan Ryan, ia pun tidak seharusnya jujur pada cowok itu mengenai apa yang terjadi hari ini. Bukan karena apa-apa. Tapi, walau memang pada akhirnya Ryan tidak dipanggil oleh Tim Kode Etik dan Disiplin Mahasiswa Dosen, Vanessa yakin hal tersebut akan membebani pikiran Ryan. Maka Vanessa memutuskan untuk tidak mengatakan kebenarannya.

Mendapati gelengan Vanessa, Ryan hanya bisa membuang napasnya sekilas. Memang, dari awal ia sudah tidak berharap.

"Ya udah sih. Kalau nggak mau cerita ya ... nggak apa-apa. Padahal ...."

[Masih] Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Where stories live. Discover now