33. Ini Baru Namanya Belajar

726 75 1
                                    

"Selamat pagi Ibu Dr. Ir. Fatma Agustina, M.Sc. selaku dosen pembimbing utama saya. Selamat pagi Bapak Razidan Syahreza, SP., M.Sc. selaku dosen pembimbing pendamping saya. Juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Purwoko Teguh Santoso, M.Sc. dan Bapak Nathan Hadiyaksa, SP., M.Sc., selaku dosen penguji saya. Terima kasih sudah berkenan untuk hadir. Dan terutama untuk pada teman-teman mahasiswa sekalian yang menyempatkan waktunya untuk datang di seminar hasil saya, Rizki Andryan Wicaksana NIM A1A017017, dengan judul Pengaruh Konsentarasi ZPT dalam Pertumbuhan Stek Cabai."

Menarik udara dalam-dalam, Ryan kemudian mengembuskan napasnya sepanjang mungkin. Lalu ia menoleh ke belakang. Pada Vanessa yang tampak mengulum senyum. Menahan geli, namun juga takjub melihat Ryan yang kala itu sedang berlatih di depan cermin lemari pakaian mereka.

"Wih! Aku udah gemetaran aja, Sa."

Ryan mendekap dada kirinya, merasakan bagaimana debar di dalam sana teramat riuh. Bahkan di saat ia baru berlatih saja ia sudah gugup, bagaimana nanti ketika di hari H? Dalam hati, Ryan berdoa agar ia bisa tetap tenang.

"Aku nggak tau kalau kamu juga latihan kayak gini," komentar Vanessa tersenyum geli. "Aku pikir bakal spontanitas gitu."

Berkacak pinggang dengan kedua tangannya, Ryan tampak mesem-mesem. "Spontanitas apaan? Aku ini cuma mahasiswa biasa, Sa. Bukan setipe orang penting yang sering ngasih seminar di depan umum. Ya ... artinya aku harus latihan dong. Timbang aku ada salah ngomong atau apa ntar kan? Ck. Harga diri aku dipertaruhkan. Hahahaha."

Vanessa turut tertawa. "Jadi, kamu butuh bantuan apa dari aku?"

"Ah, itu ...." Ryan beranjak ke meja belajarnya, membuka satu berkas presentasi yang sudah ia buat. "Aku bakal presentasi, ntar coba tanyain deh ya."

"Oh, oke oke."

"Sekalian liatin kurangnya aku di mana."

Memberikan sekali anggukan kepalanya, Vanessa menyamankan posisi duduknya di atas tempat tidur. Dengan memeluk satu bantal dan ditemani oleh sepiring kiwi. Ehm ... Vanessa layaknya saat itu tengah menonton pertunjukan opera ketimbang melihat mahasiswa yang sedang berlatih seminar. Hihihihi.

Selesai Ryan memberikan presentasi, Vanessa pun melakukan apa yang diminta oleh cowok itu. Memberikan beberapa pertanyaan. Yang sebagian bisa dijawab mudah oleh Ryan dan sebagian lagi dijawab setelah Ryan mengambil beberapa detik waktunya untuk berpikir. Begitulah yang terjadi sepanjang malam. Setidaknya, Ryan mencoba berlatih sebanyak tiga kali. Itu pun tidak termasuk dengan latihan-latihan kecil lainnya.

Membuang napas panjang, Ryan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ada setitik keringat yang terbit di pelipisnya. Mendorong Vanessa untuk menyisihkan garpu kecil di tangannya dan ia mengelap tangannya dengan sehelai tisu. Kemudian ia mengusap peluh itu.

Ryan menoleh pada Vanessa. "Gila. Lidah aku rasanya pegal," ujarnya. "Tes tes tes. Ehm ... tes."

"Nggak usah terlalu diforsir, Yan. Santai aja. Ntar kamu malah sakit lagi."

"Ehm ... iya sih. Tapi, sumpah. Aku nggak mau ada yang salah ntar pas seminar."

"Tenang sih tenang. Masih ada berapa hari lagi. Pelan-pelan aja."

Ryan mengangguk. "Oke oke. Besok-besok aku bakal lebih tenang dan lebih pelan kok. Kamu nggak usah khawatir."

"Eh?" Dahi Vanessa mengerut, matanya menyipir. "Maksud kamu apa heh?"

"Hahahaha," gelak Ryan seraya mengangkat tangannya. Mencubit sekilas ujung hidung Vanessa. "Kamu mikirin apa coba?"

"Kamu itu coba, ngomongin apa?"

"Ehm ... aku ngomongin soal latihan seminar kok." Mata mengedip-ngedip, Ryan memasang wajah tanpa dosa. "Emangnya apalagi yang aku omongin kalau bukan soal latihan seminar?"

[Masih] Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Où les histoires vivent. Découvrez maintenant