42. Tumpukan Alasan

725 71 1
                                    

Belakangan ini sepertinya Vanessa merasa lebih letih dari biasanya. Lantaran beban pekerjaannya yang terasa semakin meningkat di tiap harinya. Dari menghadiri seminar mahasiswa, bimbingan, dan persiapan untuk ujian akhir semester. Hingga membuat Vanessa berpikir bahwa kepalanya akan meledak dalam waktu dekat. Walau sih pada kenyataannya ia tentu saja tidak ingin mengalami itu. Karena ketika ia membuka pintu kamar, ada pemandangan yang membuat ia seakan mendapatkan tenaga dadakan.

"Eh, kamu udah balik?"

Ryan bertanya pada Vanessa kala itu. Tepat ketika ia melangkah masuk ke kamar. Menaruh tas kerjanya di atas meja kerjanya, yang tepat bersebelahan dengan meja belajar Ryan. Terlihat beberapa buku terbuka di sana.

Vanessa mengangguk. "Hari ini kamu lagi belajar apa?" balasnya bertanya seraya melongok. Melihat pada buku yang membuka itu. Membaca judulnya. "Fisiologi Tanaman."

"Iya," jawab Ryan seraya menaruh pena di tangannya. Ia merenggangkan sejenak tubuhnya yang terasa kaku, lantaran sudah duduk dalam waktu yang tidak sebentar. "Ini pasti ntar ditanyain pas sidang."

Yang dikatakan oleh Ryan memang benar dan Vanessa menyadari hal itu sepenuhnya. Terutama dengan kenyataan bahwa yang namanya sidang bukan berarti hanya mengenai penelitian saja yang ditanyakan. Alih-alih juga dengan hal lainnya yang dianggap berkaitan. Bahkan tak jarang dosen pun dengan iseng menanyakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada kaitannya sama sekali dengan penelitian.

"Malam ini kamu mau makan apa? Atau sore ini kamu ada mau ngemil?"

Menanyakan hal itu seraya beranjak, Vanessa yang kemudian menuju ke meja riasnya demi melepaskan sanggulan di rambutnya tidak memerhatikan sikap Ryan kala itu. Yang ketika Vanessa meninggalkan mejanya, Ryan langsung memutar tubuh. Mengikuti cewek itu dengan pandangan matanya. Seraya menarik napas dalam-dalam.

Kemudian Ryan bangkit. Di saat Vanessa menarik jepit rambutnya. Membiarkan helai-helainya yang halus nan wangi untuk terurai.

"Atau kamu mau kita del---"

Ucapan Vanessa terhenti. Tergantikan oleh kesiap kaget ketika mendapati ada sepasang tangan yang tiba-tiba saja merengkuh tubuhnya dari belakang. Diikuti oleh mendaratnya satu wajah di pundaknya.

"Ryan ...."

Tubuh Vanessa bereaksi. Bahkan ketika ia tidak melihat, ia seperti mengetahui. Bahwa saat itu Ryan tengah memejamkan matanya. Lantas menghirup udara dalam-dalam, menghirup aromanya. Ia tersenyum seraya mengelus tangan Ryan.

"Kenapa?" tanya Vanessa. "Udah ngerasa capek belajarnya?"

Ada sedikit gurau di pertanyaan yang Vanessa lontarkan. Tapi, alih-alih tertawa, Ryan justru menggeleng. Dan tentulah itu membuat dahi Vanessa mengerut. Ia berusaha menoleh, walau seadaanya.

"Sa ...."

Mata Vanessa mengerjap sekali. "Ya?"

"Kenapa kamu bisa cinta aku coba?"

Dari sekian banyak hal yang mungkin saja akan ditanyakan oleh Ryan, tentu saja pertanyaan ini tidak termasuk ke dalam daftar yang Vanessa perkirakan sebelumnya. Maka tidak mengherankan sama sekali kalau cewek itu bingung. Berusaha melepaskan diri demi bisa melihat Ryan dengan lebih jelas, tapi cowok itu tidak memberikannya celah. Alih-alih ia lanjut bersuara.

"Kadang aku juga mikir sih. Kayak nggak mungkin banget kan kamu bisa cinta aku."

Vanessa tidak mengerti mengapa tiba-tiba Ryan mengangkat topik itu. Tapi, satu yang pasti. Sejurus kemudian senyumnya mengembang.

"Kalau aku nggak cinta sama suami sendiri," kata Vanessa. "Terus masa aku cintanya sama suami orang sih?"

"Kamu cinta aku ... karena aku suami kamu? Kalau aku bukan suami kamu ... artinya kamu nggak cinta aku?"

[Masih] Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang