10. Basket

5.9K 274 5
                                    


~Nggak semua hal perlu kamu tau, mereka punya privasi masing-masing.~

🍂

Pukul 06.30 pagi. Tenggara sudah siap menuju sekolah dengan baju dikeluarkan, rambut acak-acakan, dan dasi yang dililitkan di lengannya. Meskipun tidak rapi, tetapi tidak mengurangi ketampanannya malah bertambah berkali-kali lipat.

Dia berjalan keluar apartemennya, menjalankan motornya menuju rumah Seana, karena kemarin mereka bilang akan berangkat sekolah bersama.

"Morning, Kak Gara." sapa Seana dengan senyum lebar.

Tenggara melepas helmnya, "Hm, balik." balasnya seraya mengacak-acak rambutnya.

"Astagfirullah, lo niat sekolah apa nggak sih, Kak. Ckck, ini kenapa berantakan gini. Ya Allah Astagfirullah." pekik Seana saat melihat penampilan Tenggara yang sangat jauh dari kata rapi.

Tenggara mendengus. "Gak usah kayak gitu. Kayak liat setan aja."

"Lah Kak Gara 'kan, emang setan." Tenggara melotot tidaknya terima.

"Bacot, naik!" Tenggara menyodorkan helm yang langsung di terima gadis itu.

"Iya-iya bentar, susah ini." Dengan susah payah, Seana naik ke atas motor Tenggara.

Jedug

"Bangsat. Lo bisa naik nggak sih?" sentak Tenggara kesal. Helm Seana bertabrakan dengan helmnya.

"Shh. Ampun, Kak. Lagian nih motor tinggi amat."

"Lo aja yang kependekan." ucap Tenggara dengan lempeng.

"Enak aja. Tinggi gue tuh ideal tau, 160 cm." Seana mendelik tidak terima.

"Yaya. Pegangan, gue mau ngebut."

Seana berpegang pada ujung jaket Tenggara. Tenggara mendengus kemudian menarik kedua tangan itu untuk melingkar di perutnya.

"Eh?" Seana hendak melepas tangannya namun Tenggara segera mencegahnya.

"Diem, Sayang!" Seana langsung terdiam. Pipinya memerah mendengar itu, meskipun suara Tenggara terkesan datar saat mengucapkannya.

🍂

"Pagi, anak-anak." sapa Pak Barjo, guru yang mengajar di mata pelajaran sejarah.

"Pagi, Pak." Satu kelas membalas sapaan Pak Barjo dengan serempak.

"Baik, kita akan melanjutkan pelajaran minggu kemarin. Silahkan buka buku paket halaman 126, kalian baca dan kalian pahami dan kerjakan soal-soal di halaman berikutnya." Semua murid menghela napas lelah mendengar ucapan Pak Barjo, Guru tertua diantara guru lainnya.

"Yaelah Pak, ini soalnya banyak banget, nggak bisa yang dikerjain nomer 1-5 aja?" tanya Genta bernegosiasi.

"Tau nih bapak, lagian ya, Pak. Bab yang ini tuh panjang-panjang dan soalnya susah." Regan ikut mengomentari. 

"Sudah sudah, tidak usah membantah. Cepat kalian kerjakan." tegas Pak Barjo. Lagi lagi semua murid mendengus kesal.

Bel istirahat berbunyi membuat semua murid berhamburan keluar kelas mendahului Pak Barjo. Sedangkan Pak Barjo hanya mengelus dadanya sabar melihat kelakuan muridnya.

🍂

"Mulai minggu ini kita harus full latihan. Karena tinggal satu bulan lagi, kita akan turnamen." ucap Gavin, Coach muda di SMA Angkasa.

"Siap, Coach."

"Oke, sekarang kalian bisa mulai latihan." Coach Gavin memberi arahan.

Tenggara dan timnya mulai berlatih. Pemain berjumlah 10 orang, 5 pemain inti dan 5 cadangan. Mereka di bagi menjadi 2 tim secara acak untuk bertanding. Tim pertama, Tenggara, Regan, Esther, Arga, dan Zean.

Sedangkan tim kedua, Gema, Genta, Aksa, Bima, dan Rayn.

Tenggara mulai mendribble bolanya dan mengoper ke Arga.

Arga melempar bolanya kearah Regal. Namun bolanya sudah lebih dulu direbut oleh Genta.

Walaupun hanya berlatih, mereka tetap berlatih sungguh-sungguh. Skor keduanya hanya terpaut beberapa poin.

"Lempar sini!" Genta segera melempar bolanya kearah Gema.

Gema menggiring bolanya kearah ring dan melakukan shooting. Bola masuk ke dalam ring dengan sempurna.

Saat ini, Aksa menggiring bolanya. Melempar bolanya ke arah Bima.

Saat melempar bola ke Bima, dengan gesit Esther merebut bolanya. Dia mengoper bolanya kepada Tenggara.

Lagi-lagi Tenggara mendribble bolanya beberapa kali.

"TERBANG!" teriak Regan, Esther, Arga, dan Zean saat Tenggara melompat dan melakukan shooting dari jarak jauh.

Bola bergulir di pinggiran ring, kemudian masuk ke dalam ring dengan sempurna. Membuat semua bersorak senang. Kemampuan Tenggara memang tidak bisa diragukan lagi.

Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, artinya mereka sudah berlatih selama kurang lebih 1 jam.

Coach Gavin menyuruh mereka untuk berhenti berlatih.

"Keren keren. Kalian semua luar biasa." Bangga Coach Gavin seraya bertepuk tangan.

"Thanks. Ini semua juga berkat, Coach." ucap Tenggara selaku Kapten basket.

"Kalian bermain dengan sempurna. Walaupun ini hanya latihan, tapi kalian semua berlatih dengan serius."

"Latihan sampai di sini aja. Ingat pesan saya, utamakan fokus dan kompak!"

"Siap, Coach."

"Sekarang, kalian semua boleh pulang." Mereka mengangguk mendengar ucapan Coach Gavin.

🍂

"Nongkrong dulu nggak nih?" tanya Genta membuka obrolan.

Mereka tengah duduk berada di parkiran. Sudah menjadi kebiasaan mereka. setelah latihan basket, mereka akan duduk santai di parkiran seraya beristirahat.

Tenggara menyeka keringatnya. "Nggak dulu. Gue gerah banget."

"Ho'oh, nanti malem aja di kafe biasa." sahut Regan seraya mengipasi wajah dengan tangannya.

"Oke jam 8 yok." Esther memberi usul.

Mereka mengangguk menyetujui Esther.

"Gue sibuk!" tolak Gema.

"Lo kenapa sih, Gem? Lo ada masalah apa? Akhir-akhir ini lo berubah anjing." tanya Genta yang merasa akhir-akhir ini Gema menghindar.

Gema menggeleng. "Gak ada tuh."

"Gem. Nggak usah childish. Inget, kita temenan udah dari SD."

"Maksud lo apa?" Emosi Gema tersulut mendengar ucapan Genta.

"Gara nggak ada hubungan sama semua ini. Dia nggak tau apa-apa!" Mereka menatap Genta bingung, terutama Tenggara.

"Maksudnya apa nih? Kenapa bawa-bawa gue?" tanya Tenggara dengan nada dingin, raut wajahnya berubah datar.

"Maksudnya gimana sih?" Aksa ikutan bertanya dengan raut wajah bingung.

Gema terkekeh, kekehan yang terdengar hambar. "Gue tau, Gen, gue tau." Setelah mengucapkan itu, Gema langsung pergi dari sana.

Tenggara terdiam dengan pikiran berkecambuk, apa maksud ucapan Genta tadi?

°°°

Vote komennya bestaii😙
Jan lupa komennya🐵

TENGGARA [END]Where stories live. Discover now