42

553 26 22
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
___________

Di dalam ruangan dengan nuansa serba putih, seorang laki-laki tengah duduk disofa, menyenderkan kepalanya yang terasa berat di sana dengan mata yang terpejam lelah.

"Diminum dulu," seorang wanita paruh baya meletakkan secangkir coklat hangat di atas meja bundar yang tengah ia tempati.

Rupanya perkataan wanita itu tidak membuat mata seorang laki-laki terbuka.

"Kamu juga yang udah buat bunda kamu semarah itu, wajar aja dia nyuruh kamu pergi dari rumah." lanjutnya berkata setalah duduk dikursi depannya.

"Dengerin! Jangan mikirin cewek terus," sergah cewek yang duduk di sebelah wanita paruh baya.

Wanita paruh baya itu menggeplak keras paha anaknya yang sudah berbicara kasar. "Bella! Jangan seperti itu!"

Bella memutar bola matanya malas. "Lagian ya Bu, dia yang udah ngacauin semua acara yang udah disusun sedemikian rupa! Wajar aja kalau Bella ngomong kasar sama dia!" sindir Bella melirik Alfin sinis.

Alfin menghela nafasnya panjang mendengar perkataan-perkataan pedas dari mulut Bella.

"Minum gih, biar gak mati!" ketus cewek itu lagi dengan pandangan yang sudah ia alihkan.

"Bella!" peringat Lita, ibunda Bella.

"Ck, anak orang lain mah selalu dibaikin, anak sendiri aja diomelin terus." cerocos Bella malas.

Lita menggelengkan kepalanya melihat tingkah anak satu-satunya itu. Dia beralih menatap Alfin kembali yang masih memejamkan matanya.

"Malam ini kamu tidur dimana?

Sontak pertanyaan Lita berhasil membuat mata Alfin terbuka secara perlahan. Dia terdiam, berfikir sekejap. "Apartemen."

"Apartemen?" Tanya Lita memastikan.

Alfin mengangguk.

"Mau pake apa kamu ke sana?"

Alfin kembali terdiam, dia juga bingung mau jalan pakai apa ke apartemen. Semua kendaraan yang Alfin punya disita oleh Sinta termasuk juga handphone-nya. Bahkan Alfin keluar dari rumah tanpa membawa uang sepeserpun.

"Jalan kaki kali," celetuk Bella tiba-tiba.

Ucapan Bella barusan mampu membuat Alfin mendesis malas. "Gue pinjem kaki lo!"

"Dih, ngapain pake kaki gue! Lo juga punya kali!"

"Mau gue jual buat jalan ke apartemen."

"Derita lo! Makanya jangan terlalu mentingin pac___" Bella menghentikan ucapannya saat ia sadar akan berucap apa. Refleks, dia langsung membekap mulutnya sendiri sambil menggerutu pelan. "Mampus gue!"

Berbeda lagi dengan Alfin, cowok itu memijat pelipisnya kasar. Sudah dua kali Bella hampir membeberkan persoalan statusnya dengan Ania. Alfin tau, merahasiakan hubungannya dengan Ania adalah hal tersulit untuk bisa tersimpan rapih sampai waktunya berakhir tanpa diketahui orang lain, termasuk Sinta.

Lita mengerutkan keningnya menatap Bella dengan penuh tanda tanya. "Pac? Maksudnya pac-ar?"

"Bukan!" jawab Bella cepat. "Yakali cowok kayak dia laku di sekolah!" lanjutnya mencoba mengalihkan suasana.

"Nggak mungkin," Lita menyela ucapan Bella dengan cepat. "Pac, yang kamu maksud itu pacar 'kan?"

"Ibu yakin kok, dari tampangnya Alfin aja udah ketahuan."

"Jangan-jangan kamu pacaran sama teman yang sering bunda kamu ceritain ke Ibu?" tanya Lita menatap Alfin dengan mata yang menyipit. "Sama Ania?"

Glek! Alfin menelan ludahnya susah payah. Dia menatap Bella nyalang, seolah ingin memangsa cewek itu saat ini juga.

ANBELINWhere stories live. Discover now