31.

555 37 100
                                    

___HAPPY READING___
.
.
.
___________

"Ibu tidak menyangka dengan apa yang sudah kamu lakukan barusan!"

"Bisa-bisanya kamu mendorong Salsa sampai membentur meja!" Bentak bu Beti. Guru pengurus BK yang tengah berbicara, memberi peringatan untuk Ania dengan mata yang sedikit melotot.

Ania menatap wanita setengah muda yang sudah membawanya masuk ke dalam ruangan BK tanpa ekspresi apapun. Harusnya jika ia dibawa karena perdebatan dengan Salsa, cewek itu juga ada di dalam ruangan BK, bukan hanya dirinya sendiri. Karena Salsa lah yang pertama kali membuat ulah.

"Ania, saya sedang bicara loh sama kamu!" desak bu Beti, menatap Ania heran saat cewek itu hanya diam saat diberi peringatan.

"Terus saya harus gimana Bu?" tanya Ania. "Apa saya harus diam ketika ibu saya dikatain jalang sama dia?! Itu mau ibu?!"

"Jaga bicara kamu Ania! Kamu boleh membela nama ibu kamu, tapi bukan menggunakan kekerasan!"

Ania menghela nafasnya panjang, dia menatap ke arah lain.

"Kalau kamu tidak mau masalah ini menjadi panjang, sekarang juga kamu kembali, minta maaf sama Salsa."

Ania sedikit membelakkan matanya tidak percaya. "Saya harus minta maaf sama Salsa?" Tanyanya. "Ibu nggak salah? Dia yang udah mulai semuanya. Dia yang udah sengaja memasang kaki supaya saya jatuh. Dan sekarang saya harus minta maaf?!" Ania menggeleng dengan tatapan masih sama. "Gak bisa Bu!"

"Ania! Kalau kamu masih mau sekolah di sini, kamu harus patuhi aturan yang berlaku!"

"Tapi semua ini bukan saya yang mulai." jelas Ania. "Dia yang udah mulai semuanya!"

"Tapi di sini kamu yang salah Ania! Kamu yang udah dorong dia sampai punggungnya membentur meja! Kalau dia kenapa-napa kamu mau tanggung jawab?!"

Bu Beti menaikkan kacamata bulatnya yang sedikit turun ke bawah. "Saya juga tidak menyangka loh dengan kasus orang tua kamu."

Ania tersentak, ucapan yang terlontar dari mulut Bu Beti membuatnya langsung menajamkan tatapannya pada guru itu.

"Seharusnya kasus seperti ini tidak patut terjadi! Apa lagi dengan alasan perebutan hak asuh!" lanjutnya.

"Ibu kira saya mau kasus seperti ini terjadi di dalam hidup saya?!" tanya Ania, mata gadis itu mendadak memerah, berkaca-kaca. "Nggak Bu, nggak sama sekali!"

"Tetapi semuanya sudah terjadi, dan saya nggak tau harus berbuat apa!"

Bu Beti menghela nafasnya panjang sambil memijat pelipisnya. Dia menatap Ania kembali dengan lekat. "Kamu tau dengan kasus yang sudah orang tua kamu lakukan, kamu bisa saja dikeluarkan dari sekolah."

"Kamu dan keluarga kamu tidak patut dicontoh dan dibicarakan di dalam sekolah."

"Pembelajaran sekolah terganggu karena kasus ini!"

Ania mengangguk pelan. "Saya sangat paham soal itu. Jadi kalaupun ibu mau mengeluarkan saya, silahkan. Saya di sini juga cuma jadi bahan bullying, asal ibu tau!"

Bu Beti menahan kagetnya mendengar ucapan Ania. Dia sudah mencari lama murid yang selalu mendapat lapor tentang kasus bullying. Tidak ada dari mereka yang menyebut namanya. Dan sekarang, murid itu. Murid yang selalu dicarinya, ada di depan mata.

"Apa yang kamu bilang barusan benar? Jangan coba-coba kamu bicara untuk melindungi diri."

Ania terkekeh pelan. "Saya tidak bercanda. Tapi kalau ibu tidak percaya, anggap bullying saya hanya sebuah lelucon saja."

ANBELINWhere stories live. Discover now