77.

780 75 32
                                    

Ready baca part ini???

Saran yang harus dilakukan, baca ceritanya sambil dengerin lagu-lagu sedih, terutama lagunya Afgan.

Enjoy nggak usah tegang and...

___HAPPY READING ___
.
.
.
_____________

"KARENA DIA ISTRI GUE ANIA!!"

DAMNNNNNNNN!!!!!!!!

Hancur.

Hancur sudah hati Ania merasakan petir menyambar sekujur tubuhnya. Ania lemah, pertahanannya benar-benar melemah bak tidak mempunyai daya untuk sekedar bertahan dititik akhir perasannya. Hidup yang dulu gelap, bertambah semakin gelap saat ia mendengar sebuah kalimat paling menyakitkan terucap langsung dari mulut Alfin. Rasanya sangat tidak nyata bagi Ania, hingga membuat kedua tangannya bergetar hebat dan dada yang terasa begitu sesak, seakan tidak ada ruang untuknya kembali bernapas. Air mata Ania tumpah semakin berlinang deras tatkala bom besar menghujam kehidupannya.

Ania tidak percaya. Sungguh benar-benar tidak percaya.

Sangat mustahil jika ucapan itu benar. Semesta tidak mungkin sejahat itu dengan dirinya. Tidak mungkin semesta memberi takdir tragis terhadapnya.

Ini mimpi. Ania yakin waktu yang sekarang memberitahukan sesuatu yang tidak mungkin terjadi di dunia ini, adalah mimpi buruk yang ingin segera Ania usaikan.

Ania memejamkan matanya erat meyakinkan hatinya akan mimpi buruk yang ia pikirkan.

Namun gagal, sekuat apapun Ania membantah, hembusan angin yang menerpa wajah pucatnya, seakan menyadarkan Ania dari hal yang mustahil bisa benar-benar terjadi.

Ania melemah. Tubuh, jiwa, bahkan raganya pun tidak bisa dikendalikan.

Tuhan, sungguhkah ini nyata....?

Butiran bening itu semakin deras keluar tanpa tahu diri bersamaan dengan kerongkongannya yang terasa sangat kelu seakan tercekat oleh fakta yang selama ini mereka sembunyikan.

Dengan hati yang hancur dan kekuatan yang tidak lagi ada, Ania menggeleng, tetap memaksakan diri tidak percaya dengan kalimat itu. "Ap-a yang lo omongin Alfin?" tanya Ania tidak jelas, yang sangat mengharapkan jawaban ketidak mungkinkan dari pertanyaan itu.

"Dia istri gue selama lebih satu tahun."

Lagi.

Perasaannya teremas pedih dengan dada dan hati yang sesak seakan menyuruh Ania untuk menyerah saat ini juga.

Ania menggeleng dengan sorot mata terluka. "Lo bohong 'kan, Alfin...? Lo kembali bersandiwara seperti dulu-dulu lagi buat gue sakit hati, iya 'kan Alfin? Bilang aja sama gue."

"Nggak Ania! Gue nggak bohong! Ini fakta dan lo harus terima itu!" tegas Alfin penuh penekanan dan luka.

Ania tetap menggeleng. "Bohong.... Nggak mungkin Alfin. Nggak mungkin dia istri lo. Lo bohong sama gue!"

Alfin memejamkan matanya letih, dan mulai menggeleng, membantah jelas pertanyaan Ania. "Kita udah menikah dan ini buktinya." jawab Alfin memperlihatkan cincin yang tersemat di jari manisnya dan jari manis Bella.

ANBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang