Extra Chapter - 2 : Cal

Start from the beginning
                                    

Entah sudah berapa lama sejak pertarungan seru itu, aku kembali ke keseharianku yang membosankan. Kuharap ada lagi pertarungan seperti itu.

Suatu hari tanah tiba-tiba bergetar hebat. Aku kaget dan segera mencari sumbernya setelah getarannya berhenti. Aku mendapati pintu berat bangunan tinggi di pantai terbuka, padahal sebelumnya tertutup. Apa ada yang membukanya?

Hah, tidak peduli. Tidak ada hubungannya denganku. Lebih baik aku makan dan tidur.

Aku menguap lebar-lebar. Ikan sungai benar-benar enak hingga membuatku ngantuk kekenyangan. Aku lalu duduk di bawah pohon, menjilati kaki dan tubuh serta pantatku.

Beberapa waktu kemudian terdengar suara ribut dari arah tebing jurang, membuatku terbangun dari tidur siang. Apakah ada penumbalan lagi? Tapi biasanya dilaksanakan pada waktu senja.

Karena penasaran, aku pun pergi ke tebing jurang itu. Di sana, aku melihat sang monster sedang bertarung dengan seorang anak laki-laki.

Hei, itu salah satu anak laki-laki sebelumnya yang sangat ribut!

Ini semakin menarik. Aku belum pernah melihat ada manusia laki-laki turun ke sini. Anak laki-laki itu sudah besar, lebih tinggi daripada wanita "sakti" sebelumnya. Dia melawan sang monster dengan cara menyentuh tubuhnya, sama seperti wanita "sakti" sebelumnya. Sepertinya mereka berdua ada hubungan darah. Kulihat rambut mereka juga sama, hitam dengan sedikit uban putih aneh.

Wow! Anak laki-laki itu sangat gesit! Sekujur tubuhnya menerima banyak luka-walaupun tidak terlalu parah-tetapi dia masih bisa bergerak cepat. Dia seolah tidak merasakan sakit.

Anak laki-laki itu kemudian menaiki tubuh sang monster. Aku semakin antusias menyaksikan pertarungan ini. Keagresifan sang monster berkurang. Apakah sang monster akan kalah?

Beberapa saat kemudian, sang monster jatuh berdebum di atas tanah. Kudengar, detak jantung dari sang monster itu sudah tidak ada lagi.

Wow! Hebat sekali! Manusia ini mengalahkan sang monster yang tak terkalahkan!

Aku berjalan menghampiri tubuh anak laki-laki itu yang kehilangan kesadaran bersamaan dengan matinya sang monster. Anak itu, dia mulai sekarat. Jantungnya berdetak lemah.

Aku terus menunggu hingga jantung anak laki-laki itu berhenti. Entah berapa lama aku menunggu, empat musim sudah berlalu beberapa kali. Siang dan malam juga telah berganti dua kali. Aku terus menunggunya.

Lalu, telingaku tidak lagi mendengar suara detakan dan napas dari dalam dadanya di hari ketiga dia terbaring. Tapi anak ini sedikit aneh. Aku merasakan ada energi kehidupan yang melimpah di dalam tubuhnya, tetapi dia tetap saja mati.

Aku mengeong senang. Tidak sia-sia aku menunggu selama tiga hari. Aku lalu menaiki dadanya dan duduk di atasnya. Aku mulai memijat dadanya dengan kakiku, sambil sesekali menjilati wajahnya. Kuberikan satu nyawaku untuk anak ini.

Tidak lama kemudian, luka-luka di tubuhnya mulai menutup dan tulang-tulang yang patah kembali tersambung. Terakhir, jantungnya kembali berdetak dan anak ini kembali bernapas.

"Meow!"

Akhirnya! Akhirnya! Akhirnya aku bisa menggunakan kekuatan sembilan nyawaku!

Aku senang sekali! Ini pertama kalinya aku memberikan nyawaku kepada manusia! Akhirnya sembilan nyawaku tidaklah sia-sia! Dengan ini, nyawaku tinggal delapan.

Tiba-tiba anak laki-laki itu terbangun. Aku pun turun dari dadanya. Tapi dia sepertinya tidak begitu peduli dengan kehadiranku. Walaupun begitu, dia merasa aneh karena luka-luka di tubuhnya menghilang.

IsolatedWhere stories live. Discover now