Chapter 32 - Kembali ke Timur

391 141 17
                                    

17 Januari 2026

Teman-teman membereskan berbagai peralatan kemah dan barang-barang lain. Aku duduk di bawah pohon mengamati mereka. Mereka tidak mengizinkanku ikut membantu karena kepalaku terluka.

Setelah terjadinya badai salju, di antara kami semua hampir tidak ada yang terluka parah. Namun, Emily kehilangan jari kelingking dan jari manis tangan kirinya. Dia terteleportasi ke hadapan beruang kutub. Untungnya, Hardwin terteleportasi di dekat Emily dan langsung menolongnya.

Mengenai apa yang kami bicarakan tadi malam, hanya Hugo dan Uly yang tahu di antara teman-teman sekelas. Aku belum menceritakannya pada yang lain. Aku juga meminta Hugo, Uly, juga Cave agar tidak memberitahu mereka.

Aku jadi lebih sering sakit kepala. Bukan hanya karena terluka, tapi juga efek samping dari kekuatanku. Aku sudah menyerap banyak sekali energi kehidupan makhluk hidup sedari kecil. Dampak baiknya, kekuatan fisikku meningkat karena energi kehidupan yang kucuri dari makhluk lain.

Sebenarnya, aku masih tidak percaya bahwa aku memiliki kekuatan itu. Jika itu semua memang benar, aku sangatlah kejam karena menggunakan nyawa ibuku dan nyawa makhluk hidup yang selama ini kubunuh sehingga tubuhku menjadi kuat seperti ini. Bisa saja sebenarnya tubuhku sangat lemah dan sakit-sakitan.

Tapi, kenapa Hugo masih hidup?

Langit biru tanpa awan semakin cerah menerangi Oasis. Siang hari telah datang dan teman-teman selesai berberes. Aku berdiri dari dudukku untuk menghampiri mereka. Tapi tiba-tiba kepalaku sakit sesaat hingga membuatku kembali terduduk.

"Kamu bisa berdiri?" Uly menghampiri dan mengulurkan tangannya padaku. "Pegang saja tanganku. Tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja."

Dengan ragu-ragu aku menggapai tangannya. Uly pun meraih tanganku dan membantuku berdiri.

Uly terkekeh. "Tuh, 'kan. Aku baik-baik saja."

Aku tertawa pelan. "Thanks."

Aku dan Uly bergabung dengan teman-teman yang sedang berkumpul di pinggir danau, memastikan semua barang bawaan tidak ada yang tertinggal. Aku melihat Hugo yang sedang membawa ranselku dan ranselnya. Aku menghampirinya.

"Sini tasku," ucapku sembari mengulurkan tangan.

Hugo mengayun-ayunkan tangannya. "Biar aku saja yang bawa."

"Huh? Tapi itu tasku, seharusnya aku yang membawanya."

"Tas ini berat. Kau takkan kuat. Biar aku saja."

Aku menghembuskan napas kasar. "Aku sudah berkali-kali membawa tasku sendiri. Tentu saja aku kuat," sanggahku.

"Ya, dulu kau membawanya dalam keadaan sehat. Lihatlah sekarang, kepalamu terluka. Sakitnya juga sering muncul tiba-tiba, 'kan?"

"Tapi—"

Hugo tiba-tiba menyentuh kepala kiriku, membuatku meringis sakit. "Biar aku saja. Kalau masih ngotot akan kubeberkan pembicaraan tadi malam."

"E-eh, jangan." Aku menghela napas. "Baiklah, baiklah. Silakan bawa."

Kami semua sudah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Kami pun berkumpul di depan rumah Sach.

Sha, Sach, dan warga Desa Oasis lain keluar dari rumah mereka, ingin melihat kami untuk terakhir kalinya. Mereka memberikan kami banyak kantong makanan dan minuman.

Sach mengusap kepalaku, kemudian terbatuk memuntahkan sedikit darah. "Itu oleh-oleh kecil dariku. Tapi mungkin efeknya hanya sebentar."

Aku tersenyum. "Terima kasih banyak. Itu sudah lebih dari cukup."

IsolatedWhere stories live. Discover now