Chapter 2 - Lautan Tanpa Matahari

1.4K 312 7
                                    

"Cepat bereskan barang-barang kalian! Kapal ini akan tenggelam!"

Aku membelalak kaget. Tanpa pikir panjang lagi aku membereskan barang-barangku dan punya Eve.

Eve berusaha berdiri dan ingin membantu, tapi baru tiga langkah dia berjalan, dia terjatuh memegangi kepalanya.

"Hugo! Apa kau sudah membereskan barang-barangmu?" tanyaku panik sambil membantu Eve bangun.

"E-eh, ah, sudah!" sahutnya sambil memperlihatkan ransel hitamnya.

"Bantu aku memapah Eve!"

Hugo segera masuk ke kamar dan membantuku memapah Eve.

"Astaga, Eve, tubuhmu panas sekali," ujar Hugo. Yang diajak bicara hanya diam menahan pusing.

Kami segera keluar kamar dan pergi ke luar dek. Hujan sangat deras dan terjadi badai sehingga kami langsung basah kuyup begitu ke luar.

Banyak orang berebut sekoci dan tidak sedikit yang lupa mengenakan rompi pelampung, termasuk kami bertiga. Nampak rompi pelampung juga tidak cukup untuk semua penumpang.

"Ulysses, Evelyn, Hugo!"

Seseorang memanggil kami. Marcia melambaikan tangannya dari sekoci yang ia tumpangi sendirian.

Kapal semakin miring, membuat siapapun yang berada di atas kapal tergelincir. Namun, situasi ini membuat kami bertiga semakin mudah melompat ke sekoci Marcia.

Akan tetapi, Eve terjatuh ke laut akibat tidak sempurna melompat dan berpijak ke sekoci. Sedangkan aku dan Hugo sudah berhasil melompat.

"Eve!" Aku berdiri, ingin terjun menyelamatkannya. Marcia menahan tubuhku sebelum aku sempat terjun.

"Kau bodoh, Uly!? Kau tidak bisa berenang!" seru Hugo.

Hugo segera terjun menyelamatkannya. Aku hanya bisa menangis dan panik melihat semua itu. Aku kesal dengan diriku sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Badai semakin kencang dan sekoci-sekoci terpisah jauh. Lokasi tempat Eve tenggelam bahkan sudah jauh dari sekoci yang kutumpangi sekarang.

Waktu terus berjalan. Hugo dan Eve belum kembali ke permukaan. Aku menangis dan terus berharap mereka segera kembali. Marcia berusaha menenangkanku.

Kemudian dari kejauhan, aku melihat dua kepala menyembul. Aku mengenali mereka. Itu Hugo yang sedang berenang membawa Eve menuju sekoci yang kutumpangi.

Dengan cepat Hugo membawa Eve naik ke sekoci. Hugo menggigil dan wajah Eve sangat pucat dengan bibir dan ujung jari yang berwarna ungu kebiruan.

Marcia yang merupakan putri dari seorang dokter segera memeriksa tubuh Eve dengan pengetahuan yang ia dapat dari ayahnya.

Marcia menekan dada Eve berulang kali. Nampak Eve berhasil memuntahkan banyak air, tapi dia masih tak sadarkan diri.

"Kurasa ... Evelyn kena hipotermia. Jika kita terus berada di atas sekoci ini dengan cuaca yang dingin seperti ini, aku ragu Evelyn bisa selamat," jelas Marcia dengan bibir bergetar.

Aku memeluk tubuh Eve dengan erat. Jika dia kena hipotermia, aku akan membagi suhu tubuhku dengannya. Meskipun aku juga sedang menggigil, setidaknya tubuhku belum kehilangan kontrol dalam mengatur suhu tubuh.

Tiba-tiba hujan berhenti begitu saja. Langit langsung cerah dengan gumpalan-gumpalan awan kecil yang berarakan. Bahkan air laut menjadi sangat tenang.

Cuacanya berubah 180 derajat dalam hitungan detik. Padahal seharusnya langit masih mendung jika seandainya badai dan hujan memang tiba-tiba berhenti.

IsolatedOnde histórias criam vida. Descubra agora