Chapter 16 - Pengendali Reptil

445 161 7
                                    

Ega tidak sadarkan diri dan banyak darah yang keluar dari hidungnya. Aku harus segera menghentikan pendarahannya serta mengubah posisi tubuhnya agar dapat bernapas lebih baik. Namun, beruang grizzly itu belum menjauh dari tempat kami.

Mimisan Ega begitu parah sampai membuatnya pingsan. Apa artinya dia melihat masa depan yang begitu jauh? Apakah beruang itu tidak atau akan menyerang kami?

Aku beranjak bangun dengan sangat perlahan, berusaha agar gesekan antar tanah dan pakaianku tidak menimbulkan suara sekecil apapun.

Posisi beruang itu sekarang sedang membelakangiku. Aku dapat bergerak diam-diam.

Ssshhh.

Aku langsung terdiam membeku begitu terdengar suara aneh dari semak-semak puluhan meter di belakangku. Beruang itu langsung menoleh ke asal suara.

"Oh ... shit."

Beruang itu melihatku.

"GRAAA!!!"

Beruang itu mengaum keras dan berlari menghampiriku. Aku langsung mengambil pelontar petasan yang tergeletak di samping tubuh Ega dan menembak petasan ke beruang itu.

Dia terkejut. Sedetik kemudian dia lanjut menghampiriku, siap menjadikanku makan siangnya.

Tiba-tiba sebuah anak panah melesat dan tertancap pada pantat beruang itu. Emily baru saja memanahnya. Teman-teman yang lain ikut bangun, menyerang beruang itu dengan senjata mereka.

Seharusnya beruang akan takut jika dia kalah jumlah dan targetnya lebih kuat darinya. Tapi beruang ini jauh lebih besar dari kami. Tentu saja dia merasa dialah yang terkuat. Namun, serangan kami cukup membuatnya bingung untuk memilih siapa yang ingin ia santap terlebih dahulu.

"Hei! Apa anak itu baik-baik saja!?" teriak Bert sambil mengisi pelontarnya dengan petasan baru.

"Dia pingsan!"

"Bawa dia ke tempat aman! Serahkan beruang ini pada kami!"

Aku mengangguk. "Marcia! Ikut aku!"

Marcia berhenti ikut menyerang dan segera berlari menghampiriku yang membawa Ega menjauh.

"Tegakkan tubuhnya, Eve."

Aku menegakkan tubuh Ega sesuai permintaan Marcia. Dia mencondongkan tubuh Ega ke depan, mencubit cuping hidungnya lalu membuka mulut Ega.

"Tubuhnya sangat dingin," gumamku.

"Bukankah seharusnya panas? Itu gejalanya yang biasanya, 'kan?" tanya Marcia. "Ini aneh. Sepertinya ini bukan penyebab dia melihat masa depan."

Marcia memeriksa tubuh Ega lebih detail. Aku membantunya.

Kami menemukan sebuah luka bekas gigitan di tumit Ega. Terdapat bercak-bercak hijau di sekitar lukanya.

"Awas!"

Aku segera mengambil pisau yang tersimpan di pinggangku dan menusuk makhluk merayap berkepala dua yang tadi mendekati kaki Marcia.

Tetapi ular berkepala dua itu terlalu cepat dan gesit. Dia dengan mudah berkelit lantas berusaha menyerangku. Aku langsung mencengkeram tubuhnya saat dia ingin menggigit wajahku. Sebelum dia berhasil meloloskan diri, aku menusuk-nusuknya hingga mati.

Aku langsung muntah melihat tanganku yang berlendir dan pisauku yang berlumur darah.

"Kamu baik-baik saja?"

"Ugh, ya." Aku meludah dan memijit kepalaku yang sedikit pusing. "Daripada itu, bagaimana dengan Ega?"

"Dia masih hidup, tapi denyut nadinya sangat lemah. Sepertinya dia digigit ular. Lalu, sejak kapan?" tanya Marcia padaku. "Ini benar-benar terlihat seperti gigitan ular."

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang