Chapter 22 - Kegelapan di Dalam Gua

387 156 3
                                    

Evelyn’s PoV

Aku tidak bisa melihat apapun. Terlalu gelap. Ular-ular berkepala dua itu menutupi seluruh mulut gua tanpa memberi celah sedikit pun untuk cahaya masuk.

Aku tidak bisa memikirkan cara untuk keluar dari sini. Senjata yang saat ini ada padaku hanyalah tombak dan dua belati. Dengan ketiga senjata itu mustahil aku membunuh semua ular sendirian. Mereka bisa saja menggigitku bersamaan. Aku memang membawa satu wadah kecil berisi penawar, tapi mungkin itu tidak cukup jika aku digigit lebih dari sekali.

Apakah aku harus menunggu Cave kembali dan mencoba kabur darinya saat dia datang membuka mulut gua? Kecepatan larinya membuatku tertantang untuk melampauinya. Tetapi, apa aku tahan berdiam diri menunggu di sini?

Kuraba dinding gua, merasakan permukaannya yang diukir. Cave dan Ran, apa mereka berdua dulu berteman dan sering bermain di dalam gua ini?

Nampaknya Ran adalah orang yang berharga bagi Cave. Mungkin dia juga seumuran dengan Cave karena gambar orang-orangan yang diukir di dinding gua ini sama tingginya. Lalu, siapa Cave dan Ran sebenarnya?

Jangan-jangan Cave yang mengukir tulisan itu di pojok kamarku di gedung?

"Aaah sialan!" Aku mengacak-acak rambut.

F*ck. Aku harus keluar dari sini sebelum aku gila menghadapi kegelapan ini.

Aku menarik napas dalam-dalam dan berteriak. "Aku di sini! Aku di dalam gua ini!"

Aku lalu diam sejenak. Tidak ada sahutan apapun di luar.

"Guys! Aku ada di sini! Di dalam gua yang dikerumuni ular!" Aku mengeraskan suara.

Tidak ada respons. Mataku mulai panas.

"Hugo! Uly! Marcia!"

Tetap tidak ada yang merespons dari luar.

Tiba-tiba sesuatu yang berlendir menempel dan merayap di kakiku. Dengan panik aku menghentakkan kaki. Tetapi dia tidak mudah lepas.

Aku langsung menggulung celana ke atas dan mengambil makhluk berlendir itu. Kurasa dari teksturnya, itu lintah.

"Hiiiy! Menjauh dariku!"

Aku melempar lintah itu ke tanah lalu menginjak-injaknya sampai hancur.

Napasku tersengal. Aku tidak tahan dengan benda menjijikkan itu. Aku mengusap air mataku yang sempat menetes dengan kasar.

"Cave brengsek .... Keluarkan aku dari sini!" teriakku dengan suara parau.

"Siapa Ran, hah!? Aku bukan Ran! Aku Evelyn! Persetan dengan Ran-mu, Cave!

"Hei! Kenapa tidak ada yang mendengarkan!? Aku di sini!

"Keluarkan aku, sialan!"

Hidungku mulai tersumbat, membuatku kesulitan menghirup oksigen. Sedangkan napasku semakin tak beraturan.

"Ular-ular sialan! Kalian menghalangiku! Kalian membuatku takut! Kalian membuatku tidak bisa keluar! Menjauh dari sana, brengsek!"

Aku berusaha mengatur napas. Tenggorokanku terasa seperti dicekik karena sudah berteriak berkali-kali sambil menangis.

"Keluarkan aku ...." Aku jatuh terduduk, membiarkan air mataku mengalir. "Ayah ... aku ingin pulang ... aku ingin pulang ....

"Aku takut gelap ...."

Aku mengusap kasar mata dan pipiku yang basah.  Kupeluk lutut, duduk meringkuk di tanah dan menatap kosong ke kegelapan sambil terisak.

Kemudian seberkas cahaya yang kecil masuk.

IsolatedWhere stories live. Discover now