Chapter 37 - Hypn Si Gila

388 142 9
                                    

"Nah, Evelyn. Pengkhianat dan pembunuh harus diberi balasan yang setimpal, 'kan?"

Teman-teman menyerangku bersamaan. Aku tidak sempat berlari.

"Hentikan!"

Di luar dugaan, semuanya menghentikan serangan. Tubuhku belum sempat tergores apapun, walaupun salah satu tombak sudah hampir melubangi perutku.

Tetua memasuki gedung sambil terbatuk. Sepertinya karena dia baru saja berteriak.

"Kau mau membelanya!? Dia ini pengkhianat!" seru Hugo menunjuk-nunjuk wajahku. Aku jadi ingin meninju wajahnya sekali lagi.

"Bukankah yang pantas dikatakan pengkhianat itu kalian?" tanya tetua. "Jika Eve benar-benar pengkhianat seperti yang kalian katakan, kenapa dia kembali ke sini? Dia bisa saja langsung pergi diam-diam meninggalkan kalian."

Tidak ada yang menyahut.

"Ayo, turunkan senjata kalian. Tidak pantas bagi sekelompok orang mengacungkan senjata kepada pemimpinnya."

Semuanya menurunkan senjatanya. Namun mereka masih menatapku dengan tatapan tidak bersahabat. Hugo apalagi. Tidak pernah aku melihat dia marah seperti itu padaku.

"Eve, wajahmu berantakan sekali. Ayo, aku punya obat herbal yang ampuh."

Tetua mengajakku keluar dari gedung. Aku menoleh pada teman-temanku. Suasana yang sangat canggung tercipta. Aku pun memilih mengikuti tetua.

Tubuhku terlalu lelah. Kakiku sudah sakit. Kepalaku berdenyut sakit untuk ke sekian kalinya.

¤¤¤

Lagi. Aku ke padang rumput ini, terbaring di atasnya. Wanita itu seperti biasa bermain-main dengan kucing, ular, dan kalajengking. Rasanya sudah lama aku tidak mampir ke mimpi ini.

Sepertinya mimpi ini semakin ramai. Kini ada tiga orang lain. Mereka adalah Devin dan kakak beradik penduduk pulau yang memiliki kekuatan lari sangat cepat. Kakak beradik itu memalingkan wajahnya dariku begitu melihat keberadaanku.

Kini aku paham. Makhluk apapun yang energi kehidupannya pernah kuserap akan muncul di dalam mimpiku ini, akan tetapi dalam bentuk yang normal. Puluhan ular berkepala dua yang kuserap kehidupannya, menjadi ular-ular kecil berkepala satu. Juga kalajengking, ular Anakonda, dan pohon karet yang semula sangat besar menjadi berukuran normal di sini.

Aku berusaha bangun. Walaupun di dalam mimpi, sekujur tubuhku terasa sakit dan sangat lelah. Aku tidak pernah merasakan ini di mimpi sebelumnya. Mental dan fisikku benar-benar kelelahan.

Akhirnya, aku hanya bisa duduk. Kuperhatikan wanita yang sedang bermain-main dengan kucing itu. Kemudian, dia menoleh dan tersenyum lembut padaku.

"Apa kamu sudah tahu jawaban dari semua pertanyaanmu?" tanya wanita itu.

Aku tidak menjawab selama beberapa saat, memandangi senyumannya.

"Ya, Ibu."

Wanita itu terdiam sesaat, lalu tertawa pelan. Kulihat ada air mata yang menetes. "Akhirnya kamu mengenali Ibu."

Aku merangkak mendekatinya, ingin memeluk ibuku. Namun, aku berhenti sebelum sampai di hadapannya. Jika aku memeluknya, apakah aku akan menyerap energi kehidupannya di alam mimpi ini? Apakah Ibu akan menghilang dari mimpiku?

Ibu menghampiriku. Beliau kemudian berjongkok, mengangkat tubuhku lalu memelukku duluan. "Jangan khawatir. Kamu takkan menyerap energi kehidupan siapapun di sini. Karena Ibu dan yang lainnya telah hidup di dalam pikiranmu."

IsolatedWhere stories live. Discover now