Chapter 3 - Pulau dengan Penduduk Bermata Cerah

1.2K 265 12
                                    

Napas kami tersengal kelelahan setelah mendayung sekoci menuju kapal. Orang-orang di atas kapal menghentikan laju kapal mereka saat melihat kami.

Ada lima pria dewasa di atas kapal. Terlihat sudah berumur, tapi mata mereka masih cerah seperti anak-anak. Warna iris mereka yang beragam menjadi keunikan tersendiri.

Mereka membantu kami naik ke kapal. Dari pakaian mereka, mereka sepertinya bekerja sebagai nelayan. Aku juga melihat adanya jaring ikan di pojok.

"Ada yang terluka?" tanya salah satu dari mereka.

"Salah satu teman kami pingsan karena tenggelam. Kami harap kalian bisa membantunya," jawab Hugo.

"Bawa dia ke dalam dek."

Dua orang pria mendekatiku dan mengangkat Eve. Mereka membawanya ke dalam dek. Aku dan Hugo mengikuti mereka sampai ke dalam. Saat mereka sampai di sebuah ruangan, kami tidak diperbolehkan masuk.

Sekarang aku hanya bisa berharap mereka bisa menolong Eve. Aku kembali ke luar dek. Tiga pria lain memberikan kami handuk untuk mengeringkan diri.

Kapal sederhana ini memiliki beberapa ruangan di dalam deknya. Cukup bagus. Sepertinya kapal nelayan ini juga dirancang untuk bepergian selama berhari-hari.

Kira-kira sekitar lima belas menit kemudian, kapal berlabuh di sebuah pulau. Rumah-rumah para penduduk di sana begitu sederhana.

Nampak anak-anak berlarian di pesisir pantai tanpa alas kaki. Iris mata mereka semua cerah-cerah dan beragam warna, sama seperti para pria yang menyelamatkan kami.

Anak-anak itu berlari menghampiri kapal yang datang. Beberapa anak laki-laki yang lebih besar membantu membawa tangkapan ikan, sedangkan anak-anak yang masih kecil bersorak gembira pada kami berdua puluh.

"Anak-Anak Bumi sudah datang! Benar kata Ega, mereka pasti datang!" Seperti itulah kata mereka sambil menyambut kami.

"Kalian arahkan kakak-kakak ini ke balai. Berikan makanan dan pakaian-pakaian bekas orangtua atau kakak kalian pada mereka," kata salah seorang pria yang membantu kami. "Suruh Ega memberitahu kakeknya tentang ini."

Dengan mudahnya anak-anak itu menurut. Beberapa memegangi tangan kami dan menarik kami untuk segera pergi mengikuti mereka.

"Anu, bagaimana dengan Eve?" tanyaku pada salah seorang pria yang tadinya membawa Eve.

"Dia akan kami berikan pertolongan lebih lanjut. Kami akan memberitahu kalian jika kami sudah berhasil menanganinya."

Aku hanya bisa mematuhi dan berharap agar Eve baik-baik saja.

Kami diantar ke sebuah balai oleh anak-anak. Setelah mengantar kami, mereka berlari keluar. Kutebak mereka ingin cepat-cepat mengantarkan makanan dan pakaian.

Beberapa menit kemudian, anak-anak yang tadi datang. Kini bertambah banyak dengan beberapa remaja yang mungkin lebih muda, sebaya, atau lebih tua dari kami. Mereka memberikan kami makanan dan pakaian.

Setelah mengganti pakaian di bilik kecil secara bergantian, kami kembali ke balai dan makan. Wadah makanannya sangat tradisional, dengan wadah anyaman rotan yang dilapisi potongan lembaran daun pisang dan daun lainnya.

"Orang-orang di pulau ini aneh." Hugo tiba-tiba berbisik padaku.

"Kenapa? Bukankah mereka sangat ramah?" tanyaku bingung.

"Sebenarnya, aku diam-diam mengintip para pria yang menolong Eve saat di kapal."

"Eh? Kau mengintipnya?"

Hugo menghembuskan napas kasar. "Ya iya lah, mereka pria asing, bagaimana kita tahu mereka masih memperlakukan Eve dengan baik di saat kita tidak melihatnya? Bi-bisa saja mereka ingin ... menyetubu--"

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang