Chapter 19 - Pesta

418 162 10
                                    

"Mari bersulang untuk lima ratus teka-teki yang sudah selesai!"

Bunyi benturan gelas-gelas tanah liat menghiasi pesta. Senyuman dan tawa memeriahkan suasana malam yang gelap ini. Lepaskan stress dan penat yang menempel.

Bahan makanan yang diberikan para penduduk terlalu banyak sehingga kulkas kecil kami tidak muat menampung semuanya. Aku mengusulkan untuk mengadakan pesta dan menyimpan sebagian bahan makanan.

Ini pesta pertama kami di pulau ini. Kami menggelarnya di padang rumput di belakang gedung yang kami sebut "Swiss KW". Rerumputan yang sangat hijau dan danau yang begitu jernih membuat siapapun betah bersantai di sini. Kecuali di malam hari, kau takkan bisa melihat pemandangannya. Tidak ada bulan di sini, jadi suasana malam sangat gelap jika tidak ada penerangan dari lampu petromak dan api obor.

Meski hanya ada garam, lada, dan bahan rempah-rempah sederhana, Uly dapat membuat bumbu yang sangat enak. Cocok dengan berbagai daging yang kami panggang. Untuk minuman, kami hanya membuat es teh dan air putih. Sesederhana itu, tetapi kami merasa seperti orang tua yang sedang minum wine.

Tiba-tiba sebuah kembang api meledak di udara. Pandangan kami semua terpaku ke langit, kemudian menatap Alec dan Elliot yang berada di pinggir danau. Mereka yang menyalakan kembang apinya.

"Hehe, kami baru saja membuatnya." Elliot menyeringai, menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

"Soalnya belerang yang kita punya sangat banyak. Tanganku gatal sekali untuk membuatnya." Alec menyahut.

"Tidak apa! Ayo lanjutkan!" seru Devin.

Alec dan Elliot kembali membuat kembang api lalu menyalakannya. Mereka melakukannya berkali-kali hingga terkumpul banyak kembang api dan petasan. Pasokan belerang sangat banyak.

Belerang kami dapatkan di daerah pegunungan. Rupanya ada gunung berapi kecil di Wilayah Tak Terjamah, hingga membuat pasokan sulfur sangat banyak di daerah pegunungan. Kami duga, masih banyak sulfur di Wilayah Tak Terjamah, tapi kami tidak berani pergi ke sana.

"Syukurlah semua baik-baik saja, ya," kata Uly padaku.

Aku mengangguk. "Kita butuh waktu bersenang-senang juga."

"Ya! Kita harus melepas stress!" Devin menyahut dari belakangku. "Omong-omong, ketua, bagaimana kondisimu? Sudah membaik?"

"Tentu. Lagipula sudah seminggu sejak kejadian itu,"  jawabku sambil mengulum tulang ayam. "By the way, tolong jangan panggil aku 'ketua'. Kita tidak berada di kelas."

Devin tertawa. "Baik, ketua!"

Aku terkekeh. Dia sama sekali tidak mendengarkan.

Kemudian aku melihat Quilla yang terlihat cemberut melirik ke arah kami. Devin menyadari itu lalu menghampirinya.

"Kenapa, Qui? Kamu cemburu melihat aku bicara sama ketua, ya?" ucap Devin dengan lantang dan menyenggol tangan Quilla. Dia sukses membuat perhatian kami semua tertuju pada mereka berdua. Pipi Quilla tampak memerah.

"Ma-mana mungkin! K-kalian, 'kan, cuma bicara ..." sanggah Quilla dengan terbata-bata.

"Wah, wah, apa yang terjadi pada kalian berdua, nih?"

Teman-teman menghujani Devin dan Quilla dengan berbagai pertanyaan. Quilla hanya diam menahan malu, sedangkan Devin mengangkat kedua tangannya dan melambai-lambai pada kami.

"Tenang dulu, teman-teman. Nanti ada yang ketinggalan kabar." Devin menurunkan kedua tangannya, lalu merangkul bahu Quilla. "Hari ini kami resmi berpacaran!"

Riuh tepuk tangan menggema. Semua tertawa senang dan bersiul. Quilla menutup wajahnya malu. Sesaat kemudian dia membuka wajahnya dan ikut tertawa senang.

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang