39

192 41 1
                                    

"Cepat beri tahu ke mana Isabella pergi!"

Bentakkan Ethan menggema di seluruh sudut ruangan, membuat semua pelayan di istana tersentak kaget dan ketakutan. Amarah elaki itu sudah berada di titik paling tinggi dan akan sulit untuk turun.

"Kenapa kau naik darah seperti itu?"

Suara Baron terdengar sangat jelas di telinga Ethan, ia mendongakkan kepalanya, mendapati sepupunya yang berdiri di ujung ruang singgasana dengan perawakannya yang santai namun tegas.

"Karena istriku menghilang begitu saja, bagaimana kalau dia sedang dalam bahaya?" balas Ethan berusaha menahan amarahnya.

Baron berjalan mendekati Ethan. "Bukankah ini waktu yang tepat? Kau bisa kembali ke Belamour dan merencanakan pembunuhan raja dan ratu, serta adiknya," ujar Baron dengan tatapan penuh kegelapan.

Ethan menatap Baron lekat-lekat, ia melupakan satu tujuan yang sempat menjadi alasan utama ia menikahi Isabella. Memang benar dirinya dan Baron yang merencanakan perluasan wilayah kekuasaan Izles ini. Mengingat rencana kejam itu membuat Ethan menggeram frustrasi.

Lelaki itu menggeleng samar. "Tidak. Aku membatalkan rencana itu," ucapnya pelan.

"Apa?! Kau membatalkannya begitu saja? Ada apa denganmu, Ethan!" seru Baron tak kalah lantang dengan pekikan Ethan sebelumnya. "Hanya satu langkah lagi, Ethan. Satu langkah lagi dan kau akan menjadi pemimpin dua wilayah ini," ujar Baron berusaha mengembalikan semangat Ethan.

"Dan aku memilih untuk mundur," lanjut Ethan yakin. Ia beranjak dari kursi singgasana, ia berjalan melewati Baron yang masih berdiri kaku. Ia berhenti melangkah saat tubuhnya berada tepat di belakang Baron. "Aku akan memimpin wilayahku sendiri dengan maksimal, tanpa mencuri apa pun yang bukan milikku."

Baron menoleh kasar, ia mencengkeram pundak Ethan dan memberikannya tatapan mematikan. "Apa maksudmu? Cepat sadar, Ethan! Apa yang kau lakukan sekarang ini melenceng dari rencana kita," ujarnya.

Ethan tidak mengindahkan kata-kata Baron, ia menggenggam pergelangan tangan Baron dan melepas paksa tangan yang sedang mencengkeram pundaknya itu. "Siapkan mobil serta tim untuk mencari Isabella. Kita pergi ke Belamour sekarang. Usahakan tidak ada media yang meliput, biarkan ini menjadi rahasia," perintahnya kepada pelayan istana.

Seketika Ethan menjadi tuli, tidak mendengarkan semua kalimat-kalimat yang Baron lontarkan. Mengabaikan sepupunya yang masih bersikeras untuk melakukan rencana awal mereka. Bahkan Baron masih mengejarnya sampai Ethan berdiri di depan mobilnya.

"Sudahlah Baron. Bukankah kau pikir rencana kita terlalu kekanak-kanakkan? Mengambil alih kerajaan orang tidak semenyenangkan bermain monopoli. Lagipula nanti aku yang menjadi raja, bukan kau. Jadi biarlah aku mengatur rencanaku sendiri."

Berakhirnya kalimat Ethan, lelaki itu pergi dari istana dan berangkat menuju Belamour. Hatinya tidak tenang, mengetahui Isabella akan hilang ditengah damainya kehidupan mereka membuatnya cemas.

Ethan sudah melakukan apa yang Isabella inginkan, ia akan meraih hierarki tertinggi tanpa menginjak siapa pun. Ia akan menjadi yang terbaik dengan caranya sendiri, tanpa mengorbankan seorangpun.

Satu-satunya hal yang ingin Ethan jalani sekarang hanya hidup bahagia bersama perempuan yang ia cintai. Posisi terbaik yang ingin ia raih hanyalah menjadi suami dan ayah yang baik untuk keluarganya bersama dengan Isabella.

Tiba di kediaman Raja Benjamin, Ethan disambut dengan baik. Namun beberapa pelayan menatapnya heran, sang putri yang seharusnya berada di samping Ethan kini tidak terlihat.

Ethan pergi menuju ruang singgasana, mendapati Raja Benjamin dan Ratu Isadora tengah duduk di sana. Wajah mereka menunjukkan rasa bingung sekaligus cemas.

Noh AWhere stories live. Discover now