5

312 72 7
                                    

"Mulai sekarang kau akan tinggal di sini bersamaku," ujar Isabella tanpa aba-aba.

"Apa?!" pekik pemuda itu. Yang benar saja? Tinggal bersama seorang putri raja di rumah yang jauh dari peradaban manusia, apakah perempuan itu sudah gila? Bagaimana kalau dirinya adalah seorang penjahat? Kenapa perempuan itu bisa sangat mempercayainya?

"Kenapa berlebihan sekali, sih? Kau keberatan? Kalau memang seperti itu aku akan membiarkanmu pergi ...." Isabella berjalan mendekati tempat sebuah pedang diletakkan, ia mengambilnya dan mengarahkan pedang itu tepat di leher Jay. ".... pergi dari dunia ini," lanjutnya dengan sorot mata yang tajam.

"Tidak ada jaminan kalau kau akan menutup mulutmu jika kuperbolehkan pergi dari sini. Jadi lebih baik kau pergi untuk selamanya saja," ujar perempuan itu. Kalimatnya sama sekali tidak menggambarnya seorang putri. Sosok Putri Isabella yang anggun dan ramah hilang bagaikan ditelan bumi.

"T-tidak, aku tidak keberatan sama sekali, aku hanya ... terkejut saja." Melihat ujung pedang yang sangat tajam itu membuat kedua lutut Jay terasa lemah dan tak kuasa menahan tubuhnya untuk berdiri tegak.

Isabella pun menaruh pedang itu kembali pada tempatnya. "Ah, menyenangkan sekali," gumamnya lalu tersenyum lebar. Entah apa yang perempuan itu anggap menyenangkan, tapi bagi Jay semua ini jauh dari kata menyenangkan.

"Tapi bagaimana dengan bayaran yang sudah dijanjikan?" tanya Jay.

"Apa yang kau butuhkan? Makanan? Aku punya itu di ruangan sebelah sana. Ah benar, pakaian. Ya sudah." Perempuan itu berjalan menuju suatu rak di ruangan tempat menaruh pakaian. Di rak tersebut terdapat brankas yang berisi sejumlah uang.

"Ambil ini," perintah Isabella yang menyodorkan uang itu. Jay pun menerimanya. "Tunggu, aku akan mengganti pakaian terlebih dahulu. Kau keluar sekarang." Sesuai yang perempuan itu perintahkan, Jay pun keluar dari ruangan itu. Bisa saja ia kabur sekarang, tapi ia tidak tega meninggalkan seorang perempuan di tempat seperti ini sendirian.

Setelah menunggu beberapa menit, Isabella datang menghampirinya dengan pakaian yang lebih santai dari sebelumnya. Baju rajut berwarna putih dan rok selutut berwarna coklat beige. Walaupun sederhana, aura bangsawannya tetap terpancar.

"Ayo." Perempuan itu berjalan mendahului Jay. Begitu mereka duduk di mobil, pemuda itu pun memberikan selembar kain motif kotak-kotak kepada Isabella. Kain itu adalah sapu tangan miliknya yang sampai sekarang masih ia simpan. Tidak ada yang spesial dari sapu tangan itu, hanya saja ia tidak mau membuangnya karena kualitasnya masih cukup bagus.

"Untuk apa?" tanya perempuan itu bingung.

"Kau tidak takut identitasmu tersebar? Kau bilang kau ingin menghilang."

"Terima kasih." Isabella menerima kain itu lalu menutupi setengah wajahnya dengan kain yang Jay berikan. Bodoh sekali dirinya bisa melupakan hal paling penting dalam rencananya.

"Apa keluargamu sedang ada masalah?" tanya Jay di tengah sunyinya perjalanan menyusuri pepohonan tinggi.

Isabella menggeleng. "Keluargaku baik-baik saja," jawabnya.

Lantas apa yang membuat perempuan itu ingin memalsukan kematiannya dan menghilang dari peradaban? Apakah ada hal yang mengganggunya? Kalau memang benar begitu, bukankah perempuan itu bisa meminta para penjaganya untuk melindunginya? Ah, ia tidak mengerti.

"Kau tahu Pangeran Ethan?" tanya Isabella.

Pemuda itu mengangguk. "Sempat dengar, dia pangeran dari Kerajaan Izles, bukan?"

"Ya, benar."

"Aku dengar Pangeran Ethan akan melamarmu beberapa minggu lagi."

Noh AWhere stories live. Discover now