19

178 54 1
                                    

Jarum pendek pada jam di dinding kamar Isabella menunjukkan pukul 12 malam. Perempuan itu rela tidak memejamkan matanya walaupun rasanya sudah sangat berat dan perih.

"Ya Tuhan semoga rencana kali ini tidak ada hambatan apa pun," ucap Isabella sambil memejamkan matanya dan menyatukan kedua tangannya. Setelah itu ia mengambil tas yang sudah ia siapkan siang tadi lalu pergi dari kamarnya.

Suasana malam di lorong istana sedikit mencekam, tetapi Isabella sudah terbiasa dengan hal ini. Dengan santai perempuan itu berjalan keluar dari tempat tinggalnya. Piyama berwarna coklat tua dan juga sun hat yang cukup besar mampu membuat perempuan itu tidak terlihat keberadaannya karena keadaan luar istana sangatlah gelap.

Ditengah perjalanannya menuju penjara bawah tanah, Isabella sesekali berdecak sebal karena piyamanya yang membuatnya tidak leluasa untuk melangkah. "Kenapa perempuan harus memakai baju yang panjang seperti ini?" gumamnya bermonolog. Ia memang terlihat cantik saat menggunakan piyama itu, tetapi untuk saat ini ia tidak berniat untuk terlihat cantik, ia hanya ingin melangkah dengan bebas.

Setelah perjalanannya yang mencapai 10 menit, Isabella tiba di depan gerbang penjara bawah tanah. Ia membuka gerbang itu perlahan lalu mencari pemuda yang ia ingin temui di setiap sel yang ia lewati.

"Para penjaga tidak becus ini kenapa bisa dipercaya oleh ayah?" ucap Isabella yang melihat penjaga yang tertidur pulas. Bukankah seharusnya mereka memastikan kalau para tahanan tidak pergi kabur? Tetapi untuk saat ini ia anggap ketidakbecusan para penjaga adalah pemberian Tuhan untuk memudahkan rencananya.

"Jay ... kau ini di mana? Kenapa sedari tadi aku tidak bisa melihatmu?"

Isabella terus berkeliling di penjara bawah tanah itu. Tinggal satu daerah lagi yang belum ia jelajahi, bagian paling belakang dan paling terpencil. Jarang sekali ada tahanan yang ditahan di sana. Ia sedikit tidak yakin kalau Jay berada di sana, tapi apa salahnya untuk memeriksa?

Dengan langkah yang mengendap-endap Isabella berjalan menuju daerah paling ujung. Gelap sekali. Satu-satunya sumber cahaya hanyalah dari lampu yang diletakkan di setiap sel, lampu itu bahkan sudah mulai redup.

Samar-samar matanya menangkap seorang pemuda yang bersandar di pagar sel. Isabella berjalan menuju sel itu dan memeriksa siapa orang itu. Tinggal beberapa langkah lagi ia bisa melihat wajah pemuda itu dengan jelas, seseorang muncul di hadapannya dengan sangat tiba-tiba.

"Astaga! Siapa kau!" seru Isabella spontan. Sontak ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia baru saja membangunkan setengah dari penghuni penjara bawah tanah dan juga para penjaga.

Di hadapannya berdiri seorang lelaki tinggi dengan pakaian berwarna putih sehingga Isabella cukup mudah untuk melihatnya. "Kau ... sedang apa kau di sini, Ethan?" tanya Isabella menyelidik.

"Seharusnya aku yang bertanya, bagaimana bisa seorang putri berada di penjara bawah tanah di tengah malam seperti ini? Apakah ada keperluan penting dengan salah satu tahanan?" tanya Ethan dengan tangan kanan yang dimasukkan ke dalam saku celananya dan memandang rendah Isabella.

"Aku putri di kerajaan ini, aku bebas pergi kemanapun dan kapanpun aku mau," balas Isabella tegas serta kedua tangan yang dikepal.

Ethan mengangguk pelan. "Begitu kah? Lalu apa tujuanmu untuk datang ke sini, Tuan Putri?"

"Hentikan."

Suara berat seseorang dari arah sel yang paling ujung membuat Ethan dan Isabella kompak menoleh ke sumber suara. Isabella sangat mengenal suara itu, suara yang sudah lama sekali tidak ia dengar. Perempuan itu hendak berlari menuju sel itu tetapi lengannya ditahan oleh Ethan.

"Lepas!" pekik Isabella lalu memberontak. Tenaga Ethan lebih besar darinya, sampai kapanpun ia tidak akan bisa melepaskan cengkeraman lelaki itu.

"Lebih baik kau pergi dari sini, Isabella. Jangan temui aku lagi," perintah pemuda yang terkurung di sel paling ujung.

Mendengar kalimat itu membuat air mata menetes membasahi pipi Isabella. Kenapa pemuda itu menyuruhnya untuk tidak bertemu lagi dengannya? Apakah pemuda itu kecewa dengannya karena tidak menepati janji? Apakah pemuda itu merasa dikhianati oleh dirinya?

"Aku tidak benci padamu. Aku hanya tidak ingin kau terluka hanya karena hal sepele seperti ini," lanjut pemuda itu seakan-akan ia telah membaca pikiran Isabella.

Mendengar percakapan yang terdengar berlebihan ini membuat Ethan mual. "Drama macam apa ini? Membosankan sekali," gumamnya.

Isabella mengabaikan perkataan Ethan, bahkan ia tidak mendengar jelas apa yang lelaki itu ucapkan. Telinganya hanya menerima suara pemuda dari sel paling ujung, Jay. Pemuda itu adalah Jay. Kini ia hanya bisa mendengar suaranya, ia tidak bisa melihat wajah Jay dengan jelas.

Perempuan itu menyeka air matanya kasar menggunakan tangan yang tidak dicengkeram oleh Ethan. "Aku tidak takut. Seorang putri tidak akan takut terluka oleh siapapun. Sejak kecil aku dilatih layaknya prajurit yang akan mengikuti perang, aku bisa membinasakan siapapun jika aku mau," ucap Isabella bersungguh-sungguh. Ia harap ucapannya cukup membuat Ethan merasa terancam.

Isabella tidak pernah berubah. Isabella tetap menjadi perempuan tanpa rasa takut seperti yang Jay kenal saat itu. Pemuda itu masih ingat betul saat Isabella mengarahkan sebuah pedang ke lehernya karena pemuda itu sempat ragu untuk tinggal bersama Isabella.

"Aku rasa sudah cukup waktu kalian untuk berbicara, aku akan mengantarkan Isabella kembali ke istana." Ethan menarik lengan Isabella dan berusaha membawa perempuan itu keluar dari penjara bawah tanah. Tenaga Isabella lebih kuat dari yang lelaki itu bayangkan. Untuk melangkah sekaligus menarik perempuan itu merupakan hal yang sangat sulit.

"Aku masih ingin di sini, Ethan. Lepaskan aku sekarang juga," perintah Isabella penuh penekanan. Dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk menghentikan langkahnya, tetapi Ethan terus menariknya menjauh dari gerbang penjara bawah tanah.

"Tidak akan."

"Setidaknya biarkan aku mengambil topiku yang terjatuh! Kau tidak tahu betapa berharganya topi itu?" pekik Isabella. Terpaksa Ethan melepaskan cengkeraman tangannya dan membiarkan Isabella pergi mengambil sun hat yang tergeletak di depan gerbang penjara.

Setelah mengambil sun hat miliknya, Isabella kembali berjalan menghampiri Ethan. Niatnya untuk melarikan diri sudah pupus. Lagipula ia tidak akan bisa berlari dengan cepat karena gaunnya yang berat.

"Apakah menjatuhkan Jay dipenjara tidak cukup bagimu? Kenapa dia harus ditaruh di tempat yang paing ujung dan tidak terawat itu? Juga kenapa aku tidak boleh menemuinya?" tanya Isabella bertubi-tubi dan penuh amarah.

"Aku hanya ingin memberikan hukuman yang setimpal pada lelaki itu. Aku juga tidak akan membiarkanmu menemui seseorang yang sudah menculikmu, Isabella," balas Ethan lirih seolah lelaki itu benar-benar peduli dengan Isabella.

Isabella mendecih. "Hebat sekali. Bahkan di tempat yang sepi seperti ini kau tetap memilih untuk berbohong." Ia tidak menyangka Ethan akan seniat ini untuk terlihat seperti lelaki yang baik.

"Apa maksudmu? Aku sungguh khawatir kepadamu. Bagaimana kalau lelaki tadi tiba-tiba mengamuk dan melukaimu?" tanya Ethan kepada Isabella.

"Mari kita lihat sampai kapan topengmu mampu menyembunyikan wajah aslimu, wahai Pangeran tampan nan licik," desis Isabella dengan senyum penuh artinya. Lantas ia berjalan kembali ke istana.

Malam ini Isabella gagal menjalankan rencananya. Tidak apa, satu kegagalan bukan berarti kedepannya akan berakhir sama. Ia akan terus mencoba sampai rencananya untuk membebaskan Jay dan pergi dari istana berhasil.

《《《 》》》

《《《 》》》

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Noh AWhere stories live. Discover now